Persis menerima atau didatangi oleh Presiden meskipun bukan merupakan hal yang biasa, tapi juga bukan yang pertama kali. Presiden Republik Indonesia yang pertama kali mendatangi Persis adalah Susilo Bambang Yudhoyono yang membuka Muktamar Persis di Tasikmalaya pada tahun 2010 yang kebetulan saya ketika itu adalah Ketua Panitia Muktamar tersebut.
Jadi relatif tahu detail maksud dan tujuannya. Kedua adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kabarnya akan bertamu ke Persis pada tanggal 17 Oktober 2017. Yang menarik, Persis hampir tidak pernah dikunjungi oleh Presiden pada era Orde Lama maupun Orde Baru. Hal itu kemungkinan besar merupakan cermin dari sikap politik Persis terhadap dua rejim tersebut.
Presiden adalah lembaga politik yang dipilih lewat proses politik. Yang akan mengunjungi Persis itu adalah Presiden Jokowi, bukan Jokowi sebagai pribadi. Sebagai pribadi, sangat mungkin yang bersangkutan tidak memiliki kepentingan apapun dengan Persis.
Secara demikian, memandang kehadiran Presiden Jokowi sebagai tamu biasa, tentunya sangat naif. Beliau adalah tamu luar biasa. Buktinya, persiapannya pun lebih dari biasa. Kedatangannya dipersiapkan lewat serangkaian rapat dan pengamanan, begitu juga siapa yang datang ditentukan lewat seleksi, tidak sembarangan. Singkat kata, Jokowi adalah tamu politik.
Pertanyaannya adalah bukan boleh atau tidaknya Persis menerima kedatangan Presiden Jokowi, tapi mengapa, apa alasannya, dan apa juga tujuannya. Politik seringkali tampil lewat pesan simbolik ketimbang ujaran verbal.
Politik adalah sikap. Sikap adalah politik yang sebenarnya, bukan pada retorika. Salahkah Persis menerima kunjungan Presiden Jokowi? Tentu saja tidak. Yang jelas, inilah sikap politik Persis terhadap Jokowi dan juga sikap politik Jokowi terhadap Persis.
Kalaulah politik itu secara biasa dan sederhana kita maknai sebagai siapa mendapatkan apa, singkatnya politik adalah kepentingan, maka kehadiran Jokowi boleh kita maknai sebagai pertemuan dua kepentingan.
Lantas, apa kepentingan Jokowi mengunjungi Persis? Yang paling tahu adalah Jokowi sendiri.
Kalaulah saya harus menebak, Jokowi berkepentingan untuk dapat diterima oleh semua komponen bangsa terutama yang memiliki akar dan kontribusi yang nyata dalam membangun bangsa.
Persis adalah elemen bangsa yang memenuhi syarat tersebut, khususnya di Jawa Barat. Jadi, kalau ke Jawa Barat tapi tidak ke Persis, tidak afdol bahkan mungkin tidak sah.
Dilain pihak Presiden Jokowi sendiri sudah membaca dan tahu sikap Persis terhadap pemerintah selama ini. Berbeda dengan Nahdlatul Ulama (NU) yang cenderung akomodatif dan supportif terhadap pemerintah, sikap Persis relatif mirip Muhammadiyyah, kritis tapi konstruktif, tapi jauh juga dari kata oposan.
Terkait dengan kebijakan Jokowi terhadap umat Islam, Persis cenderung menilai kebijakan pemerintah saat ini kurang simpatik terhadap aspirasi umat Islam.
Kunjungan Jokowi hendaknya dimanfaatkan oleh Persis untuk menyampaikan aspirasi dan koreksi terhadap kebijakan tersebut. Persis harus menyampaikan kepada Jokowi bahwa pemerintah harus merespon aspirasi ini bukan lewat jawaban tapi dengan sikap dan kebijakan.
Pemerintah selama ini cenderung melakukan simplikasi atau bahkan reduksi terhadap aspirasi umat Islam dengan hanya mendengar suara NU dan Muhammadiyyah yang dianggap sebagai representasi massa dan orientasi ke Islaman Indonesia. Kedua ormas tersebut dianggap sebagai representasi Islam moderat.
Dengan kunjungan Jokowi ke Persis, secara tidak langsung Persis juga dianggap sebagai Islam moderat. Persis harus menindaklanjuti pesan simbolik ini atau bahkan mungkin mengkapitalisasinya untuk tujuan dakwah Persis. Dalam hal ini Persis harus menyampaikan pesan kepada Jokowi bahwa ormas Islam mainstream (arus utama) di Indonesia itu tiga bukan dua, yaitu NU, Muhammadiyyah dan Persis. Pemerintah juga harus mendengar aspirasi umat Islam lewat Persis.
Dengan demikian, sebaiknya Persis tidak naif dengan menyediakan dirinya sebagai tempat “transit” saja, tapi harus ditempatkan sebagai silaturahmi keummatan yang konstruktif yang jauh dari kata eksploitasi politik.
Pimpinan Persis yang akan menerima kunjungan Presiden Jokowi adalah representasi umat Persis, bukan mewakili dirinya sendiri. Sampaikanlah apa yang menjadi aspirasi umat Persis.
Dalam konteks ini, Pimpinan Persis tidak perlu risau apabila ada suara umat yang kritis terhadap kunjungan ini, tapi sampaikanlah suara umat itu dengan penuh tanggung jawab sebagai bentuk amanah kepemimpinan.
Bandung, 17 Oktober 2017
Atip Latifulhayat
persis.or.id | sigabah.com