Preloader logo

Pribadi Muslim Pasca Ramadhan

BANDUNG (sigabah.com)—Sebagai penutup kajian lailatul qadar bersama Pesantren Ibnu Hajar, materi terakhir yang dibahas ialah “Pribadi Muslim Pasca Ramadhan” yang langsung disampaikan oleh Pembina Pesantren Ibnu Hajar, Ustadz Amin Muchtar, Jum’at (23/06/17), di Pendopo Pesantren Ibnu Hajar.

Dalam materinya, Ustadz Amin Muchtar mengungkapkan bahwa bulan Ramadhan bukan sekadar perputaran waktu semata, tetapi memiliki nilai lebih. Dengan demikian, ukuran suksesnya seseorang di bulan Ramadhan adalah apabila telah dicap sebagai orang yang mendapatkan garansi atau hadiah berupa maghfirah dari Allah Swt.

“Ibadah di bulan ramadhan ukuran suksesnya apabila seseorang mendapatkan garansi atau hadiah yaitu berupa maghfirah dari Allah,” ungkap Ustadz Amin, Jum’at malam.

Maghfirah, lanjut Ustadz Amin, merupakan hal yang urgen dalam posisinya sebagai poin dalam menentukan kesucian seseorang.

“Boleh jadi kita selama ini orang-orang yang suci, tapi di akhir hayat kita gagal mendapatkan maghfirah, sehingga 50 tahun usia kita menjadi hancur gara-gara satu tahun. Sebaliknya, 59 tahun kotor, tapi satu tahun di akhir dia memenuhi syarat menjadi manusia mendapatkan maghfirah, maka 59 tahun kotor itu bersih,” tegas beliau.

Selain itu, ada tiga cara Allah dalam memelihara hamba-Nya yang mendapat jaminan maghfirah. Pertama, Allah akan menutupi dosanya. Kedua, Allah tidak akan membuka aib dosa tersebut kepada orang lain di dunia maupun di akhirat. Ketiga, Allah akan menghapus dosanya sampai bekasnya pun tidak ada.

Adapun di antara ciri orang yang mendapatkan maghfirah ialah senantiasa berinfak di jalan Allah. Orang yang memiliki ciri ini tidak akan membedakan ketika berinfak di saat sempit maupun di saat lapang. “Ini ciri orang yang mendapat maghfirah, berarti berinfaknya tidak mengalami musim.”

Jika ciri yang pertama berkaitan erat dengan persoalan material, maka ciri yang kedua berhubungan dengan persoalan mental, yaitu mampu menahan amarah. Maksudnya ialah orang tersebut mampu menahan amarah ketika melihat orang yang ia kurang senangi, padahal ia berkuasa untuk memarahi.

“Karena ia meyakini apa yang di sisi Allah lebih memuaskan diri dari pada memuaskan hati untuk marah kepada orang lain. Jadi, mental emosinya lebih terpenuhi dengan apa yang ada pada Allah,” tutur Ustadz Amin.

Selain mampu menahan amarah, Ustadz Amin meneruskan, ciri yang ketiga adalah mampu memaafkan orang lain. Sebab, Orang yang mampu menahan amarah belum tentu bebas dari rasa sakit hati dan dendam.

Ciri-ciri ini merupakan tiga dari enam ciri orang yang mendapatkan maghfirah. Adapun tiga ciri lainnya ialah senantiasa berbuat ihsan, lekas bertaubat ketika berbuat dosa, dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

“Kesimpulannya, orang yang mendapat maghfirah dapat melakukan pengendalian diri, berucap, bersikap, dan bertindak,” tegas Ustadz Amin.

By: Ikhwan Fahmi, jurnalis sigabah.com