Preloader logo

PEMBANTAIAN MASSAL DEPAN ISTANA

Jakarta—(sigabah.com). AKSI DAMAI DAN BERADAB jutaan umat Islam dari berbagai pelosok tanah air di depan Istana Negara (4/11/2016) telah dinista oleh tindakan tidak beradab para oknum aparat yang sejatinya mereka harus menjadi sahabat rakyat.

Kedamaian aksi, yang murni didanai oleh keikhlasan umat itu, harus berubah menjadi tragedi memilukan. Peserta aksi mulai panik ketika dimulai tembakan gas air mata. Aparat kepolisian memegang pentungan dan perisai mulai merangsek maju.

Korban gas air mata banyak terjadi di pihak massa Aksi Bela Al-Quran. Air mata menggeliat tak terasa dari sudut mata. “Ya Rabb…itu kiai dan habib kami ditembaki,” ujar seorang peserta aksi yang tidak mengerti mengapa tiba-tiba polisi menembaki ke arah mobil yang ditempati para tokoh Islam, kiai dan habaib.

Habib Rizieq Shihab, salah seorang tokoh Islam yang berada di mobil itu, menuturkan bahwa tembakan gas air mata secara bertubi-tubi kepada peserta Aksi Simpatik Bela Islam II di depan Istana Negara itu merupakan aksi pembantaian massal.

Instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima Jenderal TNI Gatot Nurmantyo agar aparat Kepolisian menghentikan tembakan gas air mata tidak dihiraukan. Oleh karenanya, lanjut Habib, pihaknya menduga ada komando lain di balik tembakan gas air mata kepada jutaan peserta Aksi Damai yang tidak bisa lari, lantaran terjepit dengan demonstran lain.

“Pemimpin negara mengorbankan rakyat sendiri untuk pembantaian massal untuk satu orang penista agama (Ahok). Kalau Kapolri saja tak digubris, maka diduga ada komando lain. Dan Jokowi harus bertanggungjawab,” kata Rizieq dalam jumpa pers, di Restoran Pulau Dua, Jakarta Pusat, Sabtu (5/11/2016).

“Ketika terjadi penembakan, Wapres (Jusuf Kalla), Menpolhukam (Wiranto), Kapolri, dan Panglima sampai kaget. Bahkan sebagian mereka marah, artinya tak ada instruksi dari dalam. Kapolri sampai teriak ‘saya Kapolri hentikan tembakan’. Begitu juga Panglima ‘saya Gatot Nurmantyo hentikan tembakan,” paparnya.

Lebih jauh, Habib mengungkapkan, bahwa saat pembubaran peserta Aksi Bela Islam II, pihak Kepolisian juga menggunakan peluru karet. Bahkan, kata dia, ada sejumlah peserta aksi yang dilindas dengan motor tim penindak Brimob, dan ditabrak oleh kendaraan huru-hara.

“Dan menggunakan kendaraan untuk membubarkan peserta aksi dan menggilasnya. Saya sampaikan apa yang terjadi di (depan) Istana Negara adalah pembantaian massal. Sehingga DPR dan Kapolri harus cari siapa yang beri komando lain, komando pembantaian massal,” jelasnya.

Diketahui, dalam Aksi Damai dan Beradab 4 November itu meninggalkan kabar duka. Syahrie Oemar Yunan (65 tahun), salah seorang peserta aksi meninggal dunia. Dan 165 orang mengalami luka-luka.

By Tim Sigabah Waspada

Editor: Amin Muchtar, sigabah.com/beta