BANDUNG (sigabah.com) — Tuntutan penghapusan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama oleh pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) jelas tidak relevan, selain juga akan mengganggu keberagaman agama dan ras di Indonesia selama ini.
Pemerhati politik Panji Nugraha mengatakan, dalam konteks negara Pancasila, setiap orang jelas dilarang menodai agama apapun yang diakui oleh negara. Dan hal ini bertujuan agar masyarakat bisa saling menghormati dalam keberagaman yang ada di Indonesia.
“Menuntut menghapuskan pasal penodaan agama jelas dapat mendegradasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika secara isi materi, dan juga seolah menghalalkan warga negara untuk dapat dengan bebas menodai agama apapun di Indonesia. Konsep penuntutan penghapusan tersebut jelas bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Bahkan, di negara liberal seperti Amerika, penodaan agama dan ras diatur dalam undang-undang tersendiri,” jelasnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (12/5).
Panji menilai, konteks pasal penodaan agama tersebut adalah terjemahan dari kondisi bangsa Indonesia yang kaya keyakinan beragama dan adat istiadat, dan isi materi dalam pasal tersebut mampu merekatkan keberagaman dengan sikap sopan santun dan toleransi. Secara hukum, unsur-unsur dalam pasal tersebut tidaklah multi tafsir atau pasal karet yang harus diperdebatkan lagi.
“Sebagai negara demokrasi yang saat ini dinilai kebablasan, penegakan hukum agar terjaganya keutuhan NKRI haruslah demikian. Dengan tidak tebang pilih memproses pelakunya baik pejabat maupun warga negara biasa, agar terciptanya kedamaian dan keberagaman,” ujar Panji.
Dia menambahkan, jika tuntutan ingin menghapus pasal penodaan agama artinya perlu merevisi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945 yang secara tegas mengatur tentang larangan menodai keyakinan agama.