BANDUNG (sigabah.com)—Sejumlah elemen Ormas Islam dan lembaga dakwah di Jawa Barat yang tergabung dalam Pembela Ahlu Sunnah (PAS) meminta kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) oleh kaum Nasrani pada Selasa, (6/12/2016) di Gedung Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) Jl. Tamansari Kota Bandung di pindah ke gereja.
Ketua PAS Ustadz M. Roinul Balad menjelaskan bahwa permintaan pemindahan tempat acara tersebut ke gereja karena tidak sesuai antara tujuan acara yakni ibadat dengan fungsi gedung yang hendak digunakan.
Ustadz Roin menambahkan dengan mengacu SPB 2 Menteri pada pasal 1 poin 3 yang menyebutkan bahwa rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
“Sementara jika kita baca penjelasan KKR sendiri bahwa Kebaktian Kebangunan Rohani KKR sebenarnya identik dengan ibadah-ibadah yang pernah dilakukan Kristus dahulu seperti khotbah di bukit, pelayanan di tempat-tempat umum sehingga orang-orang kebanyakan (umum) bisa datang berbondong-bondong untuk mendengar pengajaran firman Tuhan, didoakan dan mengalami mujizat kesembuhan Ilahi, diselamatkan dengan percaya dan menerima Tuhan Yesus secara pribadi. Berdasar penjelasan ini maka dapat kita simpulkan bahwa KKR adalah rangkaian ibadat. Sementara ibadat harus dilaksanakan di tempat atau rumah ibadat,” paparnya kepada Islamic News Agency (INA) dan jurnalis sigabah.com Senin malam (5/12/2106).
Untuk itu pihaknya mengaku telah melakukan koordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenag Jabar, Polda Jabar, Polrestabes Bandung, FKUB, DPRD Jabar, Kemenag Kota Bandung, MUI Kota Bandung, Pengelola Gedung Sabuga termasuk dengan pihak panitia KKR. Ustadz Roin menambahkan dari pertemuan dan koordinasi tersebut juga diperoleh keterangan bahwa pihak panitia hingga Senin ini belum mengantongi izin.
“Hasil pertemuan dengan Kemenag Jabar malah menyebutkan bahwa Kemenag Jabar tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi untuk acara KKR di Sabuga. Sementara adanya surat yang di keluarkan oleh Binmas Kristen yang mengatasnamakan Kemenag Jabar tidak bisa dipakai sebagai izin kegiatan. Surat izin atau rekomendasi harus keluar dan ditandatangani oleh Kepala Kemenag langsung,” jelasnya.
Oleh karena itu untuk menjaga suasana kondusif pihaknya meminta agar pihak panitia dapat memindahkan acara tersebut ke tempat atau gedung yang semestinya untuk ibadat sehingga tidak melanggarkan aturan yang ada.
“Kami tegaskan ini bukan bentuk intoleransi kepada non-muslim tetapi justru membantu pemerintah dalam mentaati peraturan khususnya SPB 2 Menteri tersebut. Jangan disalahartikan ini sebagai bentuk arogansi umat Islam kepada nonmuslim dalam hal ini kaum Nasrani. Justru ini untuk menjaga suasana kondusif dengan tidak melanggar aturan,” tegasnya.
Sementara itu dihubungi terpisah, Gatot Riyanto selaku Manajer Pengelola Gedung Sabuga menjelaskan bahwa hingga Senin malam pihak masih menunggu pihak panitia KKR untuk melengkapi surat-surat yang diminta pihak Sabuga. Gatot juga mengaku beberapa waktu lalu pihaknya telah menerima dan berdialog dengan perwakilan ormas Islam di kantornya.
“Intinya mereka menjelaskan alasannya yang meminta kami dapat memahami keberatan mereka, karena ini acara ibadat keagamaan saran mereka sebaiknya dilakukan di tempat yang semestinya,” jelasnya.
Gatot juga belum bisa memastikan apakah kegiatan KKR yang akan dihadiri Pendeta Stephen Tong tersebut akan tetap berlangsung pada Selasa malam. Ia hanya berharap agar semua pihak dapat menjaga kondusifitas Kota Bandung khususnya dalam masalah keagamaan.
“Bisa saja jika kita anggap akan ada potensi konflik dan suasana tidak kondusif pihak pengelola membatalkan atau menolak, namun akan kita lihat nanti dan menunggu perkembangan selanjutnya. Kita berharap semua saling menghormati dan saling menjaga suasana kondusif khususnya di Kota Bandung,” pungkasnya.
Pada hari Selasa (6/12/2016), pantauan jurnalis sigabah.com di lapangan, gabungan ormas Islam itu bergerak ke lokasi digelarnya kegiatan itu. Menurut pihak PAS, kegiatan keagamaan harusnya digelar di gereja dan bukan di gedung atau fasilitas umum. Ustadz Roin Balad, Koordinator aksi, menuturkan jika fasilitas umum digunakan untuk kegiatan keagamaan dan terbuka bagi masyakat pemeluk agama melanggar SKB tiga menteri.
“Ketika KKR mereka mengundang juga agama lain selain Kristen. Sedangkan dalam SKB tiga menteri sudah jelas bahwa sebuah keyakinan agama tidak boleh mengundang atau mengajak agama lain ke kegiatan agamanya. Apalagi dilakukan secara massive dan terbuka seperti ini,” kata Ustadz Roin.
Ustadz Roin juga mengatakan dugaan adanya ajakan kepada umat agama lain saat KKR digelar yaitu berdasarkan gelaran kegiatan serupa terdahulu yang dipantaunya.
Dia mengatakan, selain itu pelaksanaan KKR Natal 2016 di Sabuga ITB tersebut penuh dengan kebohongan seperti belum adanya izin dari Kementerian Agama serta lembaga hukum lainnya dan tidak sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
“Mereka asalnya mengaku akan menggelar acara jam 18.30 WIB tapi tahunya digelar jam 13.00. Itu kan sudah berdusta,” ujar Ustadz Roin.
Ustadz Roin juga mempertanyakan keberadaan Pendeta Stephen Tong yang mengisi KKR Natal tersebut. Karena bukan tidak mungkin, Tong menggunakan izin yang lain untuk keperluan mengisi acara.
Pihak PAS dan penyelenggara akhirnya bersepakat acara KKR Natal dihentikan sampai jam 15.00 WIB dan acara malam hari dibatalkan. Namun faktanya, KKR Natal di malam hari tetap akan dilaksanakan dengan indikasi jemaat menyanyikan kidung di atas panggung.
Akhirnya, gabungan ormas Islam yang dipimpin oleh Ustadz Roin itu masuk kedalam ruang utama dan meminta agar lantunan kidung dihentikan.
“Hentikan lantunan kidung, kita kan sudah sepakat tadi. Jangan dilanggar dong” Seru Ustadz Ro’in diikuti sejumlah anggota dari gabungan ormas.
Pihak PAS menegaskan bahwa sama sekali tidak melarang kegiatan tersebut.
“Ini kan acara keagamaan, kita enggak masalah. Enggak ada pelarangan. Nah untuk melaksanakan Natal sesuai keyakinannya, kita menyarankan kegiatannya dilakukan di tempat semestinya sesuai Undang-undang. Ya acara Natal dilakukan di gereja, bukan di Gedung Sabuga,” ujar Ustadz Roin di halaman Gedung Sabuga.
Menurut Ustadz Roin, peribadatan umat Kristen sudah diatur di tempat tertentu yaitu gereja. Hal tersebut, sambung dia, sesuai dengan Surat Peraturan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Winarto turun langsung ke lokasi. Dia menjelaskan persoalan tersebut sudah diselesaikan secara musyawarah oleh kedua pihak.
“Jadi acara yang malam tidak dilaksanakan. Tadi sudah disepakati pihak panitia, pendeta dan perwakilan ormas,” ujar Winarto di lokasi yang sama.
Pihak panitia, sambung Winarto, akan mempelajari persoalan regulasi. “Kalau kegiatan keagamaan hanya perlu pemberitahuan saja. Jadi acara ini bukan dilarang. Nanti panitia akan membicarakannya lagi ke Kemenag dan MUI, termasuk kepada Pemkot Bandung,” tutur Winarto.
“Jadi sudah clear. Enggak ada masalah. Semuanya memahami dan saling mempelajari,” kata Winarto menambahkan.
Sementara itu pihak panitia enggan memberikan komentar kepada wartawan berkaitan dengan persoalan tersebut. Ratusan umat Kristen yang sudah terlanjur datang, sempat melakukan doa bersama di area Gedung Sabuga. Pendeta Stephen Tong didaulat menyampaikan keterangan kepada jemaatnya.
Stephen meminta jemaatnya tetap tenang. “Nanti ada tim yang mempelajari. Jangan kecewa,” ucap Stephen.
Peserta KKR membubarkan diri pada pukul 20.30 WIB. Begitu pula dengan para anggota ormas-ormas Islam yang tergabung dalam PAS.
Jadi, kejadian tersebut bukan karena persoalan intoleransi umat Islam namun dipicu oleh sikap panitia penyelenggara yang melabrak hukum atau peraturan yang berlaku di NKRI serta melanggar kesepakatan yang telah dibuatnya dengan pihak PAS.
Semoga peristiwa ini menjadi perhatian semua pihak, khususnya aparat pemerintahan dan penegak hukum, bahwa merawat keragaman beragama itu mesti dilakukan dengan kesungguhan dan penuh kejujuran. Jangan sampai label “intoleran” itu hanya sekedar dipakai “kerangkeng” bagi umat Islam, sementara misionaris agama lain dengan bebasnya menista dan memurtadkan umat Islam secara terselubung (melanggar hukum dan atau peraturan) tidak dinyatakan sebagai sikap intoleran.
By Tim Sigabah Waspada
Lampiran: Dasar Penolakan Umat dan Ormas Islam Terhadap Kegiatan KKR
- Karena KKR Identik dengan ibadah-ibadah yang pernah dilakukan Yesus Kristus dahulu seperti khotbah dibukit, pelayanan ditempat-tempat umum sehingga orang-orang kebanyakan (umum) bisa datang berbondong-bondong untuk mendengar pengajaran firman Tuhan, didoakan dan mengalami mujizat kesembuhan Ilahi, diselamatkan dengan percaya dan menerima Tuhan Yesus secara pribadi. Ini berarti KKR adalah rangkaian kegiatan ibadat umat Kristen, dan peribadatan umat kristen sudah diatur ditempat tertentu yakni gereja. Hal itu sesuai dengan peraturan bersama (SPB) Menteri agama dan menteri dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006 dan Nomor 8 tahun 2006. Adapun Gedug Sabuga ITB sesungguhnya bukan gereja dan atau tempat ibadat sebagaimana dimaksud dalam SPB dua menteri tersebut.
- Rencana penyelenggara KKR di Sabuga ITB pada Selasa 6 Desember 2016, itu bertentangan secara spesifik dengan UU SPB dua menteri.
- Pengalihan fungsi tempat tertentu sebagai tempat ibadat (tanpa izin) adalah perbuatan yang nyata-nyata melanggar hukum, khususnya pasal 70 ayat (1) dan (2) UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.
- Berdasarkan investigasi ormas Islam dan pengakuan timsus mantan pendeta/pastur (antara lain mantan penginjil Hanny Kristianto) pada acara KKR tahun-tahun silam di beberapa lokasi, terbukti adanya tindakan mempengaruhi dan membujuk dan atau menyebarkan agama Kristen kepada umat yang sudah beragama lain (Islam), khususnya melalui modus proses penyembuhan penyakit yang digelar dalam rangkaian ibadat KKR. Hal itu bertentangan dengam SPB dua menteri dan atau intruksi Gubernur Jabar Nomor 28 tahun 1990 tentang petunjuk pelaksanaan dan seterusnya point 11 (a) perihal penyebaran agama, yang melarang penyebaran agama kepada orang yang sudah memeluk agama lain.
- Penyebaran dakwah dengan cara-cara membohongi objek dakwah dan atau melanggar hukum dan atau peraturan yang berlaku di NKRI, sesungguhnya merupakan kedustaan yang bertentangan dengan ajaran agama dan atau ajaran Tuhan Yang Maha Esa, yang notabene perbuatan tersebut berlawanan dengan sila ke 1 pancasila.