Oleh M. Anwar Djaelani
BANDUNG (sigabah.com)—Tak banyak manusia yang namanya diabadikan secara baik oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Luqman termasuk di antara yang sedikit itu lantaran dia memiliki ‘nilai lebih’ yaitu dikaruniai hikmah oleh Allah.
Hikmah, Hikmah!
Siapa Luqman? Jumhur ulama menyatakan, Luqman bukan Nabi melainkan hanya seorang hamba yang shalih dan diberi hikmah oleh Allah. “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji’.” (QS Luqman [31]: 12).
Luqman hidup di zaman Nabi Dawud As. Ia berkulit hitam dan tak punya kedudukan sosial yang tinggi. Namun, hikmah yang diterimanya dari Allah menjadikan pesan-pesan Luqman patut diamalkan oleh seluruh manusia.
Adapun ciri paling kental dari Luqman adalah selalu berkata-kata baik dan benar dan itu termasuk salah satu ajaran pokok dalam Islam. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” (QS Al-Ahzab [33]: 70-71).
Luqman adalah teladan. Dia selalu berbicara baik dan benar serta lebih memilih untuk diam ketimbang berbicara jika itu tak bermanfaat. Dari buku Majdi Asy-Syahari yang berjudul “Pesan-pesan Bijak Luqmanul Hakim”, 2005: 13-15, ada catatan menarik seperti di dua paragraf berikut ini.
Di Tafsir Ath-Thabary, Umar bin Qais berkata: “Ia (Luqman) seorang berkulit hitam, berbibir tebal, dan bertelapak kaki retak-retak. Kemudian, seseorang datang kepadanya ketika dia berada di sebuah majelis untuk mengajari manusia. Orang itu berkata kepada Luqman: ‘Bukankah engkau adalah orang yang menggembalakan domba bersama saya di tempat ini dan ini?’ Luqman menjawab: ‘Benar!’ Orang itu lantas bertanya lagi: ‘Lalu apa yang menyebabkan engkau mencapai kemajuan seperti yang aku lihat ini?’ Luqman menjawab: ‘Dengan berbicara benar dan berdiam diri dari hal-hal yang tak bermanfaat’.”
Luqman sangat dikenal sebagai pribadi yang tidak suka mengulang kata-kata. Dia hanya akan mengulang jika kata-kata itu berhikmah dan itupun jika ada yang memintanya untuk mengulang. Di Tafsir Ibnu Katsir, Abu Darda berkata bahwa Luqman tidak pernah mengulang suatu ucapan yang pernah diucapkannya kecuali hikmah yang diminta untuk diulang oleh seseorang.
Adapun sebutan Al-Hakim bagi Luqman adalah hal yang tepat karena sesuai dengan ucapan, sikap, dan perbuatannya yang penuh hikmah. Berikut ini kisah berharga, masih dari buku Majdi Asy-Syahari, 2005: 15.
Di Tafsir Al-Qurthubi dikisahkan, bahwa seseorang meminta kepada Luqman: “Sembelihkanlah seekor domba, kemudian berikan kepada saya dua bagian tubuh domba itu yang paling baik.” Maka, Luqman memberikan kepadanya lidah dan hati domba tersebut.
Setelah itu, orang yang sama meminta Luqman untuk menyembelihkan seekor domba lagi, tapi kali ini dengan permintaan yang berbeda: “Buanglah dua bagian dari tubuh domba itu yang paling buruk.” Luqman-pun membuang lidah dan hati domba itu.
Mendapati kenyataan itu, orang tersebut heran, sebab Luqman memilih lidah dan hati sebagai dua bagian tubuh domba yang paling baik tapi sekaligus juga yang paling buruk. Diapun menyoal: “Mengapa begitu?”
Luqman menjawab: “Karena tidak ada bagian tubuhnya yang lebih baik dari keduanya jika keduanya baik dan tak ada bagian tubuhnya yang lebih buruk dari keduanya jika keduanya buruk”.
Atas fragmen di atas, boleh jadi, ada yang tak segera faham dengan maksud Luqman. Sebab, sikap atau perbuatan Luqman terkait ‘lidah dan hati’ itu tergolong ‘nyleneh’. Namun, bagi kaum beriman, ‘aksi’ Luqman tersebut cukup mudah untuk ditangkap pesannya. Mengapa?
Berdasar HR Bukhari dan Muslim, kita diajari untuk selalu berkata-kata yang baik atau jika tidak bisa silakan berdiam-diri saja. Artinya, lidah (baca: lisan) itu harus kita jaga. Sementara, lewat HR Bukhari dan Muslim juga, kita tahu bahwa di dalam diri seseorang ada segumpal darah yaitu hati yang jika itu baik maka akan baik pulalah orang itu dan sebaliknya.
Kembali ke buku Majdi Asy-Syahari, di halaman 167 diceritakan bahwa Luqman pernah ditanya, “Bentuk hikmah apa yang kamu miliki?” Luqman menjawab, “Saya tidak akan meminta yang aku sudah dicukupi dan saya tidak akan berbuat sesuatu yang tidak bermanfaat bagi saya”.
Sementara, di halaman 171 ada kisah. Suatu ketika Luqman ditanya, “Siapakah manusia yang paling jelek?” Luqman menjawab: “Orang yang berbuat jelek dan ia tak peduli ketika orang lain melihatnya”.
Berbagai pesan/wasiat Luqman itu patut menjadi pegangan kita. Nasihat-nasihat tersebut bernilai penting dan agung. Kesemuanya dapat kita jalankan untuk meraih ridha Allah, termasuk hal berikut ini yang ada di halaman 168 di buku yang telah disebut.
Luqman berwasiat kepada anaknya, “Wahai anakku, duduklah bersama orang-orang yang alim dan belajarlah dengan mereka. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati-hati mereka dengan cahaya hikmah sebagaimana Allah menghidupkan tanah yang sudah mati dengan air hujan” (HR Malik dan Ahmad).
Luqman memang istimewa, terutama jika kita hubungkan dengan Kabar Mulia ini. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS An-Nahl [16]: 125).
Belajar, Belajar!
Di sekitar kita ada manusia pemilik catatan amal shalih yang membuatnya mulia di hadapan Allah dan manusia, sekalipun memiliki fisik yang tak bagus. Maka, berdasar (sebagian) kisah Luqman di atas, terutama bagi yang merasa memiliki kekurangan dalam hal penampilan fisik –antara lain seperti berkulit hitam- janganlah bersedih atau berkecil hati. Sebab, kemuliaan seseorang itu tidak tergantung kepada performa fisiknya.
Jadi, mari berguru kepada Luqman!
inpasonline.com | sigabah.com