BANDUNG (sigabah.com) — Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempertanyakan terkait keikutsertaan saksi Bambang Waluyo Wahab dalam kunjungan kerja Ahok di Kepulauan Seribu.
“Itu anda diundang sebagai fungsionaris atau sebagai pribadi?,” tanya salah satu anggota tim JPU dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (7/3).
“Yang diundang adalah fungsionaris tertentu tetapi kami mengajak beberapa orang untuk melihat juga kantor Golkar yang akan dresmikan di sana,” jawab Bambang.
Dalam persidangan diketahui saksi Bambang yang diajukan oleh tim kuasa hukum Ahok merupakan anggota tim pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Selain itu, Bambang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Koordinator Bidang Pengabdian Masyarakat dan Kebijakan Publik DPD I Partai Golkar DKI Jakarta. “Apakah anda fungionaris partai tertentu?,” tanya salah satu anggota JPU.
“Iya, Golkar Pak,” jawab Bambang.
“Apakah saksi juga merupakan tim pemenangan?,” tanya anggota JPU kembali
“Saat ini iya,” ucap Bambang.
Terkait kunjungannya itu, Bambang menyatakan bahwa sudah berbicara dengan Ahok soal kunjungan dalam rangka sosialisasi program ikan kerapu tersebut.
“Karena saya kebetulan pernah jadi peternak ikan kerapu, jadi kami jalan dengan kapal yang berbeda,” ujar Bambang.
Sementara soal Partai Golkar saja yang diundang dalam kunjungan Ahok itu, ia mengatakan memang secara kebetulan ada jadwal juga untuk meninjau pembangunan kantor Golkar di Kepulauan Seribu.
“Kenapa PDIP, Hanura, dan Nasdem tidak ikut? Karena kebetulan saja saat itu kami ada acara. Kami mau meninjau pembangunan kantor Golkar,” kata Bambang.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara. Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
republika.co.id | sigabah.com