Rasa dan rasio (akal) adalah anugerah luar biasa yang diberikan Allah Swt. kepada manusia. Dengan anugerah ini manusia terbagi pada beberapa tingkatan, tergantung tingkat pendayagunaan keduanya dalam merespon atau mengolah apa yang dilihat dan didengarnya. Tidaklah mengherankan bila saat ini banyak orang berlomba untuk meningkatkan daya akalnya melalui berbagai lembaga pendidikan formal, hingga gelar ilmuwan atau cendekiawan disematkan kepada mereka.
Ilmu, karya, dan berbagai fatwa para cendekiawan sangat bermanfaat dan memberikan andil yang besar pada manusia dalam memenuhi kebutuhan, keinginan serta kepuasan fisik dan psikologisnya. Para cendekiawan menjadi tokoh yang dihormati, dikagumi dan fatwa-fatwanya diikuti oleh kebanyakan masyarakat. Apakah kehadiran ilmuwan ini hanya pada saat ini saja? Ternyata Al-Qur’an mengabarkan bahwa ribuan tahun sebelum Masehi telah banyak orang cerdas yang peninggalan karya-karyanya luar biasa dan bisa kita saksikan sampai saat ini, seperti peninggalan kaum ‘Ad dan Tsamud. ‘Ad bin Aush dan Tsamud bin Amir adalah cucu dari Iram bin Sam bin Nuh As. Nama keduanya dijadikan nama kaum, kaum ‘Ad dan Tsamud.
Kaum Tsamud dijadikan Allah sebagai pengganti dari kaum ‘Ad (QS. Al-A’rAf: 74) yang tertimbun badai pasir karena menyekutukan Allah dan ingkar terhadap dakwah Nabi Hud. Kaum Tsamud diberi barbagai kenikmatan, antara lain tempat tinggal yang strategis karena jalur perdagangan kuno antara Syria dan Yaman (kota al-Hijr, sekarang dinamakan Mada’in Salih, 22 Km sebelah Timur Laut Madinah, dekat Tabuk). Di sana mata air mengalir hingga menumbuhkan berbagai tanaman dengan subur (QS. Asy-Syu’ara: 47-48). Selain itu, diberi jasad yang besar dan kuat, memiliki keterampilan membangun istana-istana di tanah datar dan memahat gunung-gunung menjadi rumah (QS. Al-A’raf: 74 ), di mana gaya arsitekturnya dipakai gedung-gedung megah saat ini.
Kemakmuran hidup serta kecerdasan rasa dan rasio mengikis ilham ketakwaan kaum Tsamud hingga mereka terjebak tipu daya kemusyrikan. Patung-patung menjadi obyek sesembahan. Hati mereka bak batu karang, curahan hidayah Ilahi yang dibawa Nabi Sholeh diragukan dan menggelisahkan, untuk kemudian ditentang (QS. Hud : 62 ). Mereka menuntut bukti kebenaran Nabi Sholeh As. sebagai utusan Allah Swt. (QS.al-A’raf : 77).
Allah Maha Mendengar dan Maha Kuasa atas segala sesuatu, kemudian Dia memperlihatkan bukti kenabian Nabi Shaleh As. kepada kaum Tsamud dengan seekor unta betina yang keluar dari batu sebagai mukjizat. Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Sholeh as. menjadi batu ujian bagi kaum Tsamud karena menghendaki beberapa perlakuan khusus terhadap unta tersebut yang harus ditaati oleh semuanya. Dengan mukjizat yang nyata dan jelas bisa dilihat oleh mata, seharusnya mata hatinya mampu menangkap kekuasaan Allah yang tiada tandingan. Namun para pembesar dan pengikutnya menantang mukjizat tersebut dengan mewakilkan penyembelihan unta betina itu kepada sembilan orang yang suka berbuat kerusakan (QS. An-Naml : 48).
Setelah unta tersebut dibunuh, Nabi Sholeh As. mengingatkan kaumnya bahwa tiga hari lagi akan datang azab (QS. Hud : 64 ). Namun kesempatan itu tidak digunakan untuk bertobat. Akhirnya Allah benar-benar menurunkan azab dengan suara yang mengguntur memporak-porandakan kaum Tsamud di rumah-rumah hasil pahatan mereka. Di sanalah tubuh kaum Tsamud bergelimpangan hancur bagaikan rumput kering yang lapuk dan rata dengan tanah (QS. Hud : 67; al-Qomar : 31; Asy-Syam : 14). Seolah-olah kaum Tsamud tak pernah hidup di tempat itu (QS.Hud : 68). Nasibnya sama dengan kaum ‘Ad sebelumnya, karena kesamaan jalan hidup yang ditempuh. Keduanya disebut sebagai bangsa Arab Ba’idah, yaitu bangsa Arab yang punah. Allah menyelamatkan Nabi Sholeh dan pengikutnya yang beriman (QS. Hud : 66)
Subhaanallaah, kisah-kisah yang tersurat dalam Al-Qur’an ternyata bukan dongeng yang meninabobokan hayalan atau kisah kosong tanpa bukti. Satu-persatu jejak sejarahnya tak terbantahkan, terungkap secara ilmiah melalui penelitian para arkeolog. Hanya manusia berakal sehatlah yang akan menerima kebenaran Al-Qur’an hingga hatinya lunak, nyaman dalam keimanan dan tenang dalam ketaatan.
Kisah kaum Tsamud dalam Al-Qur’an mengandung dan mengundang pemikiran serta perenungan serius. Tidak akan bosan mengulang mempelajarinya karena setiap potongan kisahnya diungkap dengan bahasa yang berbeda di beberapa surat sehingga pikiran dan perasaan secara bertahap dibawa pada konsep nilai Ilahi yang abadi, yaitu konsep ketauhidan kepada Allah Swt. dan Kekuasaan-Nya tak tertandingi. Allah menurunkan Al-Qur’an yang memiliki dua dimensi, yaitu sebagai salah satu sumber syariat dan mukjizat kenabian sepanjang masa. Pantaskah manusia menentang dan menantang mukjizat kenabian? Dengan kisah-kisah yang tersurat dalam Al-Qur’an sudah seharusnya umat Nabi Muhammad saw. hidup dalam kataatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sumber: Buletin Humaira, Edisi 8 Januari 2016
Info dan pemesanan Buletin, Hubungi: 0813120261681