Hadis Ke-5, kata Imam al-Bukhari:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ (لَهُ) مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
“Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami. Al-Laits telah menceritakan kepada kami, dari Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Abu Ubaid Mawla Abdurrahman bin Auf bahwa ia mendengar Abu Huraerah Ra, berkata, Rasulullah saw. bersabda, ‘Seseorang di antara kamu mengumpulkan seikat kayu bakar di atas pundaknya lebih baik baginya daripada meminta-minta pada seseorang, lalu orang itu memberinya atau menolaknya’.”
Hadis Ke-6, kata Imam al-Bukhari:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ أَحْبُلَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ
“Yahya bin Musa telah menceritakan kepada kami. Waki’ telah menceritakan kepada kami. Hisyam bin ‘Urwah telah menceritakan kepada kami, dari bapaknya, dari Az-Zubair bin ‘Awwam Ra, ia berkata, Nabi saw. bersabda, ‘Seseorang di antara kamu mengambil seutas tali lebih baik baginya daripada meminta-minta pada orang-orang’.”
Penjelasan (Syarah) Hadis
Kedua hadis terakhir dalam bab ini menunjukkan keutamaan kasab mandiri, meskipun hanya dengan kerja kasar, seperti dalam bentuk mengumpulkan seikat kayu bakar di atas pundaknya atau mengambil seutas tali lalu dijual. Dalam riwayat lain dengan redaksi:
لَأَنْ يَحْتَزِمَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةَ حَطَبٍ فَيَحْمِلَهَا عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلًا يُعْطِيهِ أَوْ يَمْنَعُهُ
“Seseorang di antara kamu membungkus seikat kayu bakar lalu dibawa di atas pundaknya, kemudian menjualnya, itu lebih baik baginya daripada meminta-minta pada seseorang, yang akan memberinya atau menolaknya’.” HR. Ahmad dan an-Nasai, dengan sedikit perbedaan redaksi. [1]
Adapun hubungan hadis tentang “mengumpulkan seikat kayu bakar dan mengambil seutas tali” (hadis ke-5 dan ke-6) dengan bab keutamaan “bekerja dengan tangan sendiri” dilihat dari bentuk kasab dengan mengandalkan otot atau tenaga kasar. Dalam konteks sekarang dapat dimaknai, lebih baik jadi pemulung sampah untuk menutupi kebutuhan hidup daripada meminta-minta kepada orang lain. Jadi, aksentuasi (penitikberatan) Imam al-Bukhari dalam hadis ini terletak pada kasab non skill atau tanpa keahlian tertentu.
Penutup: Ulasan Umum
Imam al-Bukhari, di dalam kitab Shahih-nya, topik jual-beli (كتاب البيوع), telah membuat bab dengan judul:
بَابُ كَسْبِ الرَّجُلِ وَعَمَلِهِ بِيَدِهِ
“Bab tentang (keutamaan) seorang laki-laki mencari nafkah dan bekerja dengan tangannya sendiri.”
Mengkhususkan penyebutan kalimat: “bekerja dengan tangannya sendiri” (وَعَمَلِهِ بِيَدِهِ) untuk mengingatkan akan keutamaanya sehingga lebih diperhatikan. Pengutamaan itu berdasarkan enam hadis yang dicantumkan Imam al-Bukhari pada bab ini. Keenam hadis itu menjelaskan bentuk-bentuk kasab secara mandiri (العمل بيده), meliputi (1) kasab perdagangan (التجارة), sebagaimana terungkap dalam hadis ke-1; (2) kasab pertanian (الزراعة), sebagaimana terungkap dalam hadis ke-2; (3) kasab industry (الصناعة), sebagaimana terungkap dalam hadis ke-3 dan ke-4; (4) kasab non skill atau atau tanpa keahlian tertentu, sebagaimana terungkap dalam hadis ke-5 dan ke-6.
Penyebutan keempat bentuk kasab di atas tidak berarti membatasi bentuk-bentuk kasab lainnya, seperti dalam bidang jasa (الإزارة). Karena penyebab (‘illat) keutamaan bekerja secara mandiri berupa penunaian kewajiban nafkah untuk keluarga dan menjaga kehormatan diri dari kehinaan dengan meminta-minta dan bergantung kebutuhan kepada orang lain. ‘illat keutamaan itu disebutkan dalam riwayat lain sebagai berikut:
لأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِىَ بِهِ مِنَ النَّاسِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلاً أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Seseorang di antara kamu berangkat di waktu pagi, lalu mengumpulkan seikat kayu bakar di atas pundaknya, kemudian memberi nafkah dengan hasil usahanya dan merasa cukup tidak bergantung kepada orang lain itu lebih baik daripada meminta-minta pada seseorang, lalu orang itu memberinya atau menolaknya. Demikian itu karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, dan mulailah dengan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggung jawabmu.” HR. Muslim, At-Tirmidzi, Al-Baihaqi, dengan sedikit perbedaan redaksi. [2]
Sementara menurut Ibnu Hajar:
وَمِنْ فَضْلِ الْعَمَلِ بِالْيَدِ الشَّغْلُ بِالْأَمْرِ الْمُبَاحِ عَنْ الْبَطَالَةِ وَاللَّهْوِ وَكَسْرُ النَّفْسِ بِذَلِكَ وَالتَّعَفُّفُ عَنْ ذِلَّةِ السُّؤَالِ وَالْحَاجَة إِلَى الْغَيْر
“Di antara keutamaan bekerja mandiri: (1) menyibukan diri dengan perkara yang mubah sehingga terhindar dari pengangguran dan sendagurau, serta mengekang diri dengan itu; (2) menjaga kehormatan diri dari kehinaan meminta-minta dan bergantung kebutuhan hidupnya kepada orang lain.” [3]
Sehubungan dengan itu, Ibnu Hajar menyatakan:
وَالْمُرَاد بِالْخَيْرِيَّةِ مَا يَسْتَلْزِمُ الْعَمَلَ بِالْيَدِ مِنْ الْغِنَى عَنْ النَّاس
“Dan yang dimaksud dengan sifat kebaikan disini adalah sesuatu yang melazimkan pekerjaan dengan tangannya (usaha sendiri), yaitu tidak bergantung kepada orang lain.” [4]
Selain tentang ‘illat keutamaan, para ulama menjelaskan pula tentang syarat yang mesti dipenuhi oleh para pekerja mandiri agar terpenuhi unsur keutamaannya. Menurut Ibnul Mundzir:
إِنَّمَا يَفْضُلُ عَمَلُ الْيَدِ سَائِرَ الْمَكَاسِبِ إِذَا نَصَحَ الْعَامِلُ ، كَمَا جَاءَ مُصَرَّحًا بِهِ فِي حَدِيث أَبِي هُرَيْرَة
“Bekerja dengan tangan sendiri lebih utama daripada bentuk kasab lainnya tiada lain apabila si pekerja melakukannya dengan bersih, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Abu Huraerah.” [5]
Hadis yang dimaksud Ibnul Mundzir sebagai berikut:
خَيْرُ الْكَسْبِ كَسْبُ يَدِ الْعَامِلِ إِذَا نَصَحَ
“Kasab paling baik adalah kasab tangan pekerja (usaha sendiri) apabila ia bersih.” HR. Ahmad. [6]
Kata Ibnu Hajar:
وَمِنْ شَرْطِهِ أَنْ لَا يَعْتَقِدَ أَنَّ الرِّزْق مِنْ الْكَسْبِ بَلْ مِنْ اللَّه تَعَالَى بِهَذِهِ الْوَاسِطَةِ
“Di antara syaratnya tidak berkeyakinan bahwa rizki itu bersumber dari kasab, tapi harus berkeyakinan bersumber dari Allah dengan perantaraan kasab ini.” [7]
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa para pekerja mandiri mesti bersih keyakinan dan bersih pula dalam tindakan. Bersih keyakinan menghendaki agar seseorang sadar bahwa sumber rizki dari Allah bukan terletak pada kasab yang digelutinya. Sementara bersih tindakan menghendaki agar ia bertindak jujur dan tidak menghalalkan segala macam cara demi mencapai tujuan. Selain itu, dalam bekerja hendaknya ia lebih berorientasi kepada peningkatan prestasi dan kualitas karya daripada besaran pendapatan. Dengan bersih keyakinan dan tindakan, ia akan memperoleh limpahan kebaikan dan berkah tanpa batas, sebagaimana dikatakan Imam al-Munawi. [8]
By Amin Muchtar, sigabah.com/beta
[1] HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:455, No. 9868, An-Nasai, Sunan An-Nasai, V:94, No. 2584.
[2] HR. Muslim, Shahih Muslim, II:721, No. 1042, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, III:65, No. 680, Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, IV:195, No. 7654.
[3] Lihat, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, IV: 304.
[4] Ibid., IV: 306.
[5] Ibid., IV: 304.
[6] HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:334, No. 8393.
[7] Ibid., IV: 304.
[8] Lihat, Faidh al-Qadier Syarh al-Jami’ ash-Shagir, III:189.