Preloader logo

SEPERCIK AJAKAN UNTUK SAHABAT ANAK BANGSA (Renungan Membangun Kearifan Hidup Beragama)

Sikap toleran adalah sikap yang sudah tertanam begitu kuat pada pribadi muslim dari sejak lahirnya Islam di tanah Arab dengan pribadi luhur Muhammad saw. Islam melalui Rasulullah saw. mengajarkan hidup bersama saling menghormati (Takaarum) dan bersikap lemah lembut (Tasammuh). Al-Quran memberikan fondasi yang sangat kuat terkait sikap hidup saling menghormati dan menghargai, sebagaimana dalam firman Allah Swt: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” QS. Al-Hujurat: 11.

Islam juga mengajarkan sikap hidup saling bersikap lemah lembut (Tasammuh) dengan sesama muslim bahkan dengan orang kafir sekalipun. Islam agama paling toleran dari mulai konsep sampai implementasi. Islam memberikan inspirasi kehidupan beragama yang paling sempurna, dan pasti sangat berbeda dengan filosofi agama lain. Sebagaimana firman Allah Swt. “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” QS. Al-An’aam: 108.

Islam Agama yang Mendamaikan

Islam men-sibghoh (warnai) setiap gerak langkah perjuangan para pahlawan negeri ini, begitu pula para founding father muslim yang menyebarkan Islam ke tanah Nusantara, tak ada tetesan darah mengalir saat Islam menyebar di bumi pertiwi, saat runtuhnya wibawa dan pengaruh kerajaan Hindu Majapahit. Islam disebarkan dengan kedamaian sesuai dengan sifat namanya, saat Islam menyebar dengan penuh damai dan begitu tinggi keberterimaan masyarakat saat itu, hingga Islam menyebar ke seantero Nusantara. Namun pada abad ke-16, mulai kedamaian terkoyak oleh era penjajahan (penjelajahan) oleh bangsa Eropa, yaitu dimulainya era kolonialisme imperialisme, dari Portugis-Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang, dalam kolonialisasinya mereka membawa misi penyebaran keagamaaan (Gospel), bentuk penindasan terjadi dalam bentuk kerja rodi dan romusha di masa Jepang.

Kedamaian Nusantara dengan khas sebagai bangsa timur hancur, luluh lantak akibat dari penjajahan bangsa Eropa pada abad ke-16 yang notabene beragama Kristen, suka tidak suka itulah fakta sejarah penjajahan. Maka PR terbesar bangsa ini adalah merajut kembali kedamaian negeri ini yang telah dengan susah payah diperjuangkan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. NKRI yang telah ditegakkan melalui mosi Integral Dr. M. Natsir, salah seorang tokoh Persis di Masyumi, wajib kita pertahankan, jangan sampai kelak NKRI hanya tinggal sejarah.

Indonesia sebuah bangsa dengan budaya yang sangat kaya, bahkan bukan sekedar kaya budaya tetapi kaya sumber daya alam yang seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Maka seharusnya tatanan sosial budaya Indonesia bisa lebih baik dari negara dunia manapun, karena anugrah kenikmatan sumber daya alam dari Allah begitu melimpah.

Indonesia bukan hanya harus makmur rakyatnya tetapi juga harus damai, harus mampu menciptakan comfortable zone bagi rakyatnya. Sedangkan kedamaian akan tercipta dari lahirnya rasa aman dan terbangunnya keadilan dalam segala aspek. Dalam Islam kedamaian itu akan tercapai bahkan mencapai tingkat keberkahannya (damai yang hakiki) ketika manusia tunduk (taqwa) pada keesaan Tuhannya, sebagaimana Allah berfirman: ”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” QS. Al ‘Araaf: 96

Kearifan bertoleransi

Islam melarang mengolok-olok Tuhan yang disembah oleh orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita, bertuhan adalah hak bagi setiap manusia, hak mendasar yang dimiliki oleh manusia. Atas dasar keyakinan sebagai seorang muslim, manusia lahir dengan fithrahnya, Allah sudah menyediakan wadah dalam diri manusia untuk menerima keyakinan-agama, yaitu keyakinan akan Tuhan yang Esa, Allah Swt. Ketika manusia keluar dari keyakinan tentang Tuhan Yang Esa dalam kehidupannya maka berarti dia keluar dari fithrahnya. Hari ini kita menyaksikan manusia yang hidup bertuhan tidak jujur dengan fithrahnya, mengakui Tuhan itu Esa (Monotheisme), tetapi dalam prakteknya mereka menyembah banyak tuhan (politheisme). Tak mungkin kedamaian hidup akan tercapai saat menjalani hidup dalam keyakinan yang tidak jujur dalam prakteknya, tidak komitmen antara pengakuan dengan prilaku ibadahnya.

Dalam realita kehidupan, tak bisa dihindari terjadi interaksi antar anak bangsa dengan berbagai latar belakang yang berbeda, baik ras, budaya dan agama. Maka yang terpenting untuk bangsa Indonesia ke depan yang lebih baik dan bermartabat adalah membangun sikap toleransi sejati, sikap saling memahami dan menghargai dengan sesungguhnya di antara sesama anak bangsa. Dan diajarkan keberanian untuk jujur  dalam mengungkapkan pendapat keberagamaannya berdasarkan ilmu bukan berdasarkan kebencian. Karena kebencian akan menutupi kebenaran yang hakiki apalagi terkait sikap hidup dalam bertuhan.

Generasi muda ke depan penting untuk diajarkan tentang kearifan bertoleransi, terutama dalam membangun kefahaman dalam hidup keberagamaan. Termasuk dalam muatan kurikulum tentang toleransi, toleransi bukan liberalisasi dan sekularisasi, toleransi adalah sikap bagaimana membangun kesadaran tentang kehidupan yang majemuk, tentang etika berinteraksi dalam keragaman dan membangun kearifan dalam memahami perbedaan sebagai suatu keniscayaan dalam kehidupan berdasarkan pada ilmu dan argument yang jelas.

Toleransi juga belajar tentang sikap kepantasan berperilaku dan mewujudkan sebuah gagasan menjadi sebuah kreasi yang tidak boleh bertentangan dengan keyakinan agama yang dianut orang lain. Contoh yang bisa diambil dari gagasan tentang toleransi diantaranya adalah Perayaan Natal Nasional Bersama tahun 2015 yang dilaksanakan di Flores NTT. Gagasan menyanyikan lagu Ave Maria yang disandingkan (kolaborasi) dengan kumandang Adzan menjadi perhatian tersendiri bahkan merupakan gagasan kontroversial dalam perspektif kehidupan beragama.

Bahkan gagasan ini bukan sekedar kontroversial tetapi sebuah pelecehan, sebuah penghinaan terhadap nilai-nilai sakral keagamaan terhadap Syari’at Islam. Mengapa demikian? Karena dalam ajaran Islam, Adzan adalah bagian dari keyakinan syari’at. Maka para penganut Kristen, andaipun berniat baik dalam membangun toleransi tetapi juga harus mengerti tentang keyakinan umat Islam. Bukan malah sebaliknya justru menyinggung perasaan sebagian besar umat Islam. Jangan salahkan umat Islam jika ada yang bereaksi terhadap perayaaan Natal 2015 dengan mengkolaborasikan antara lagu Ave Maria dengan Adzan. Harus diingat Ave Maria itu sebuah lagu tetapi Adzan itu bukan lagu.  Adzan adalah Syari’at yang terkait dengan seruan untuk melaksanakan sholat yang memiliki nilai sakral ibadah dalam Islam. Maka kolaborasi itu bukan sebagai penghargaan hidup bertoleransi tetapi justru sebuah penghinaan, penistaan dan sebuah pelecehan terhadap Syari’at Islam yang muslim yakini.

Maka sepantasnya gagasan bertoleransi itu disampaikan dengan cara yang lebih arif, artinya agar memahami tentang keyakinan keberagamaan dalam Islam, terlebih jika mengabaikan para ulama, khususnya fatwa MUI yang merupakan representasi suara umat Islam.

Ajakan Hidup Bertoleransi

Maka dalam tulisan ini, kepada seluruh anak bangsa, belajarlah memahami hidup bertoleransi, belajar bersikap lemah lembut dalam membangun pola hubungan berbangsa dan bernegara, dan contoh terbaik yang telah diberikan adalah teladan dari Muhammad saw. karena beliau telah memberikan contoh terbaik tentang perilaku hidup bertoleransi, membina kesatuan dan persatuan. Sejarah telah membuktikan bagaimana Muhammad saw. mampu mempersatukan semua kelompok dan golongan masyarakat Arab saat pembangunan Ka’bah selesai dan kemudian penyimpanan kembali Hajar Aswad. Dengan kelemahlembutan, Muhammad saw. mampu menaungi berbagai kepentingan di tengah kemelut hebat para kelompok dan kabilah yang berseteru saat itu.

Sejarah juga membuktikan Muhammad saw. mampu memberikan perlindungan secara konkret sesuai kebutuhan kemanusiaan hidup damai, aman dan nyaman dengan dibuatnya Piagam Madinah. Dalam damai Islam tegak di atas muka bumi, Umar bin Khathab membuktikannya dalam sejarah penaklukan Al-Quds Palestina. Jejak emas perdamaian ini diteladani oleh Shalahudin Al Ayyubi, dengan damai Yerusalem dalam haribaan Islam. Hingga kini mereka hidup tenang, namun kebinasaan dan kerusakan kemudian terulang seperti saat penguasaan Al Quds oleh Pasukan salib pada 1099, kejinya prilaku Zionis telah menista muslim Palestina hingga kini, dan dunia membisu atas kejahatan Zionis.

Sebagai anak bangsa, kita berharap tidak mengimport prilaku kekerasan seperti yang dilakukan oleh barat pada era The Dark Age dan prilaku tak beradab Zionis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita bangun bangsa ini dengan kejernihan hati dan pikiran, kita bersatu dalam damai di bumi yang sama bernama Indonesia, kita hidup damai bersama dalam bendera yang sama, sang saka merah putih. Mari kita bangun NKRI dalam kearifan toleransi. Wallahu ’Alam.

 

By Dadang A.Fahmi, Sekretaris PW Persis Jawa Barat

Editor: Amin Muchtar, sigabah.com/beta

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}