Sehubungan dengan terjadinya pertemuan dua ied, yaitu Iedul Fitri atau iedul Adha dan hari Jum’at, Dewan Hisbah Persis, dalam sidangnya pada tanggal 17-19 Shafar 1419 H/12-14 Juni 1998 di Bandung,
MENGEPALKAN KEDUA TANGAN KETIKA AKAN BERDIRI (Bagian ke-4/Tamat)
Status Hadis ‘Ajin versi Ibnu Umar عَنِ الْأَزْرَق بنِ قَيْسٍ : رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَعْجِنُ فِي الصَّلَاةِ يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا قَامَ. فَقُلْتُ لَهُ، فَقَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
MENGEPALKAN KEDUA TANGAN KETIKA AKAN BERDIRI (Bagian ke-3)
A. Status Hadis ‘Ajin versi Ibnu Umar عَنِ الْأَزْرَق بنِ قَيْسٍ : رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَعْجِنُ فِي الصَّلَاةِ يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا قَامَ. فَقُلْتُ لَهُ، فَقَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ
MENGEPALKAN KEDUA TANGAN KETIKA AKAN BERDIRI (Bagian ke-2)
Sikap Ulama Terhadap Hadis ‘Ajin Status Hadis ‘Ajin versi Ibnu Abbas أَنَّ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا
MENGEPALKAN KEDUA TANGAN KETIKA AKAN BERDIRI (Bagian ke-1)
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai tata cara bangkit setelah sujud kedua atau setelah duduk untuk berdiri melanjutkan rakaat shalat berikutnya. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa yang
MERAPATKAN KEDUA TUMIT WAKTU SUJUD (Bagian ke-2-Tamat)
Pada edisi sebelumnya, telah ditampilkan beberapa hadis sebagai pijakan pihak yang berpendapat bahwa saat sujud tumit itu mesti dirapatkan, serta bagaimana metode penetapan hukum yang digunakan oleh mereka dari hadis-hadis
MERAPATKAN KEDUA TUMIT WAKTU SUJUD (Bagian ke-1)
Pada hadis-hadis telah diterangkan dengan sangat terperinci tata cara sujud, mulai dari anggota-anggota sujud, cara menempatkan atau memposisikan anggota sujud, hingga beberapa larangan bagi orang yang sujud. Namun mengenai posisi
MASBUQ BERJAMA’AH (Bagian Ke-4-Tamat)
Setelah mencermati argumentasi dan metodologi istinbath (penetapan) hukum pihak yang menolak Masbuq berjamaah, kami menghayati bahwa penolakkan itu disebabkan dugaan tidak adanya dilaalah atau “sinyal” berjamaah pada hadis al-Mughirah, sebagaimana
MASBUQ BERJAMA’AH (Bagian Ke-3)
Pada edisi sebelumnya telah disampaikan tanggapan terhadap argumentasi dan metodologi istinbath (penetapan) hukum Ustadz Abdul Hakim yang berpendapat Masbuq berjamaah hukumnya bid’ah. Pada edisi ini akan disampaikan tanggapan terhadap
MASBUQ BERJAMA’AH (Bagian Ke-2)
Ada yang berpendapat bahwa makmum yang masbuk dalam menyempurnakan kekurangannya tidak boleh dilakukan secara berjamaah, dengan alasan Nabi saw. tidak mencontohkannya. Adapun dalil yang menunjukkan Rasulullah saw. masbuk bersama al-Mughirah