Pada hadis-hadis telah diterangkan dengan sangat terperinci tata cara sujud, mulai dari anggota-anggota sujud, cara menempatkan atau memposisikan anggota sujud, hingga beberapa larangan bagi orang yang sujud. Namun mengenai posisi tumit apakah direnggangkan mengikuti kerenggangan lutut ataukah secara khusus dirapatkan. Menurut kami hal ini perlu untuk dibahas lebih panjang lebar, mengingat telah terjadi perbedaan pendapat dan melahirkan polemik.
Tentang merenggangkan kedua paha dan lutut diterangkan oleh sahabat Rasul, Abu Humaid sebagai berikut:
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ فِي صِفَةِ صَلاَةِ رَسُولِ اللهِ وَإِذَا سَجَدَ فَرَّجَ بَيْنَ فَخِذَيْهِ غَيْرَ حَامِلٍ بَطْنَهُ عَلَى شَيْءٍ مِنْ فَخِذَيْهِ
Dari Abu Humaid as-Sa’idi tentang sifat (salat) Rasulullah saw., ia mengatakan, “Dan apabila (Nabi) sujud, beliau merenggangkan kedua pahanya tanpa membebankan perutnya pada pahanya sedikit pun.” H.r. Abu Dawud
Hadis dengan jelas menunjukkan bahwa sewaktu sujud antara kedua paha, kedua lutut dan tentunya kedua betis berposisi renggang dan tidak rapat. Ungkapan farraja pada hadis di atas menunjukkan kesengajaan agar pada pelaksanaannya benar-benar renggang.
Imam Asy-syaukani mengatakan, “Kalimat farraja bayna fakhidzaihi,
أَيْ فَرَّقَ بَيْنَ فَخِذَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ وَقَدَمَيْهِ . قَالَ أَصْحَابُ الشَّافِعِيِّ : يَكُونُ التَّفْرِيقُ بَيْنَ الْقَدَمَيْنِ بِقَدْرِ شِبْرٍ
“maksudnya ialah merenggangkan kedua paha, kedua lutut dan kedua telapak kaki. Dan kawan-kawan asy-Syafi’i menerangkan bahwa jarak kerenggangan kedua telapak kaki itu seukuran satu jengkal.” [1]
Mesti demikian ada yang berpendapat bahwa ketika sujud meskipun kedua paha, lutut dan betis direnggangkan, namun secara khusus kedua tumit itu dirapatkan. Pendapat demikian beralasan dengan dalil-dalil yang menerangkan bahwa Aisyah merasa kehilangan Nabi saw. pada suatu malam dengan redaksi sebagai berikut:
Pertama, melalui jalur periwayatan Urwah bin az-Zubair
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ مُسْتَقْبِلاً بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ القِبْلَةَ
Dari urwah bin Zubair dari Aisyah, isteri Nabi saw. berkata, “Saya kehilangan Rasulullah saw., padahal ia bersama saya di atas tempat tidur. Lalu saya mendapatkan sedang sujud, beliau merapatkan kedua tumitnya sambil menghadapkan ujung jari-jari (kaki) ke kiblat…” HR. Al-Baihaqi, Al-Hakim, Ibnu Hiban dan Ibnu Khuzaimah. [2]
Hadis ini sangat jelas menunjukkan bahwa ketika sujud kedua tumit Rasulullah rapat.
Kedua, melalui jalur periwayatan Abu Huraerah, Aisyah menerangkan:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ « اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw. dari tempat tidur. Lalu aku mencarinya (meraba-raba karena gelap) di mesjid, maka tanganku menyentuh bagian perut (dampal) kedua telapak kaki beliau dalam keadaan tegak berdiri, dan beliau berdoa, “Ya Allah! Aku berlindung kepada ridha-Mu dari kemurkaan-Mu dan kepada ampunan-Mu dari siksaan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak dapat menghitung pujian atas-Mu sebagaimana Engkau memuji atas diri-Mu.” HR. Muslim[3]
Ketiga, juga melalui jalur periwayatan Abu Huraerah, dengan redaksi:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَلَمَسْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ سَاجِدٌ وَقَدَمَاهُ مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَأَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw. Lalu aku mencarinya di mesjid, maka beliau sedang sujud dan kedua telapak kaki beliau dalam keadaan tegak berdiri, dan beliau berdoa, “Ya Allah! Aku berlindung kepada ridha-Mu dari kemurkaan-Mu dan kepada ampunan-Mu dari siksaan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak dapat menghitung pujian atas-Mu sebagaimana Engkau memuji atas diri-Mu.” HR. Abu Dawud[4]
Metode Penetapan Hukum Tumit Dirapatkan
Mereka yang berpendapat bahwa saat sujud tumit mesti dirapatkan mengambil pemahaman dari hadis-hadis di atas sebagai berikut:
Pada hadis pertama dengan sharih (jelas) disebutkan kedua tumit Nabi saw. dirapatkan saat sujud, dengan ungkapan saajidan rashshan aqibaihi (beliau sujud dengan merapatkan kedua tumitnya).
Pada hadis kedua digunakan kalimat faltamastu fa waqa’at yadi ala batni qadamaihi (lalu aku mencarinya di mesjid, maka tanganku menyentuh bagian perut kedua tumit beliau). Meski tidak disebutkan secara sharih, namun dari penjelasan Aisyah ini juga dapat dipaham bahwa kedua tumit Rasulullah saw. itu rapat. Buktinya kedua tumit dapat teraba oleh Aisyah dengan satu tangan. Dan apabila direnggangkan, tentu saja tidak akan teraba kedua telapak kaki hanya dengan satu tangan.
Merujuk kepada cara pemahaman terhadap kedua hadis di atas, maka penjelasan Aisyah pada hadis ketiga juga harus dipahamkan demikian (tumit dirapakan) karena peristiwa ini terjadi pada waktu yang sama.
Dari metode pemahaman ini dapat disimpulkan bahwa ketika sujud posisi kedua kaki dirapatkan.
Tanggapan terhadap pendapat ini akan disampaikan pada edisi selanjutnya.
By Amin Muchtar, sigabah.com
[1]Lihat, Nailul Awthar, II:271
[2]Lihat, Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, Juz 2, hlm. 116, No. hadis 2552; Al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 1, hlm. 352, No. hadis 832; Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban, Juz 5, hlm. 260, No. hadis 1933, dan Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, Juz 1, hlm. 328, No. hadis 654
[3]Lihat, Shahih Muslim, Juz 1, hlm. 352, No. hadis 486
[4]Lihat, Sunan Abu Dawud, Juz 1, hlm. 232, No. hadis 879