Preloader logo

FIQIH DUIT (Bagian Ke-3)

uang-emas

. Sejarah Perkembangan Uang

Uang telah menjadi bagian hidup manusia. Semua manusia butuh uang untuk memenuhi hajat kehidupan sehari-hari. Tapi agaknya kita sering lupa tentang asal muasalnya. Kapan sebenarnya uang pertama kali hadir dalam kehidupan manusia dan bagaimana proses perkembangannya? Dalam hal ini dapat kita analisis dari dua aspek; Sejarah Umum dan khusus (perkembangan Islam)

A. Sejarah Umum

Dalam hal ini dapat kita analisis dari aspek sosiologis dan kronologis (menurut urutan waktu kejadian)

A.1. Aspek Sosiologis

Dilihat dari aspek ini, uang mengalami proses perkembangan yang panjang seiring dengan perkembangan hidup manusia itu sendiri. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri. Singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.

Perkembangan selanjutnya menghadapkan manusia kepada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Akibatnya timbul “barter”, yaitu barang yang ditukar dengan barang. Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini, di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya; dan kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar.

Kesulitan dalam sistem barter mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam hal pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generaly accpeted). Benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari. Misalnya, garam oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar, maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.

Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap tak terelakan. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan, sehingga sulit menentukan nilai uang; penyimpanan (storage) dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan; serta timbulnya kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.

Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan.

Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money), artinya nilai intrinsik (nilai bahan uang) sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang menempa uang, melebur, menjual, dan memakainya dan setiap orang mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah, sedangkan jumlah logam mulia (emas dan perak) terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar—sulit dalam pengangkutan dan penyimpanan—sehingga lahirlah uang kertas

Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya.

Selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan ‘kertas-bukti’ tersebut sebagai alat tukar.

A.2. Aspek Kronologis

Jack Weatherford dalam bukunya “The History of Money” (1997) mengatakan penemuan uang pertama kali di negeri Lidya kawasan Yunani kuno sekitar 1000 tahun sebelum Masehi. Sementara Donald B Calne dalam bukunya “Rationality and Human Behavior” (1999) asal mula uang sudah ada 6000 tahun lalu. Tapi menurut Donald, mata uang sungguhan yang tertua ditemukan di Turki sekitar 2.700 tahun yang lalu. Perbedaan pendapat itu sebenarnya tidak mengherankan, mengingat definisi tentang uang itu sendiri hanya alat tukar.

Kita tahu, masyarakat Yunani Kuno 6000 tahun yang lalu sudah saling menukar barang di pasar-pasar dengan benda. Bangsa Aztec misalnya, biji kakao yang ada di dalam buah cokelat sebagai alat tukar. Dengan biji itu orang bisa membeli buah-buahan dan sayur-mayur, pakaian, alat pertanian, bahkan bisa membeli perhiasan emas, perak dan lain-lain. Sebenarnya agak sulit menyebut apa itu uang. Sebab, bila suatu benda dan suatu alat bayar bernama sama bisa jadi benda itu disebut uang. Benda kecil seperti manik-manik dan kulit kerang jika digunakan sebagai alat tukar pun bisa disebut uang. Tapi agaknya, kita semua setuju uang yang sungguh-sungguh uang biasa disebut dengan koin dan kertas.

Pertama kali uang koin ditemukan penghujung millennium ketiga SM (sebelum masehi) di Mesopotamia. Bentuknya seperti tablet yang terbuat dari lempung kemudian dibentuk koin, bertuliskan huruf paku. Lalu beberapa puluh tahun kemudian mata uang bangsa Mesopotamia berubah memakai koin perak. Melalui fase sejarah yang berliku dalam ribuan tahun, uang berubah dalam bentuk lain. Setelah ada koin perak, perunggu, emas, tembaga lahirlah uang kertas, tentu saja kertas klasik. Pertamakali muncul di Cina. Penemunya Ts’ai Lun yang hidup di negeri kuno sekitar abad kedua Masehi. Lun konon membuat kertas pertama dari kulit kayu pohon murbei yang daunnya sebagai pakan ulat untuk industri sutra Cina.

Versi lain mengatakan, jauh sebelum Lun orang Mesopotamia juga sudah pernah membuat uang kertas. Namun berulangkali gagal karena bahan baku yang dipakai tidak sekuat bahan yang digunakan Lun. Di Cina pada jaman kaisar Tsing 300 tahun sebelum Lun juga pernah dicoba oleh pegawai kerajaan. Namun kandas sebab bahan bakunya mudah sobek. Baru setelah tahu bahwa Lun menemukan kulit kayu murbei adalah bahan yang kuat, dan Lun sendiri berhasil membuktikan bahan itu layak menjadi bahan baku mata uang, akhirnya para birokrat kerajaan Cina memproduksi mata uang kertas pertama di dunia. Uang kertas cukup lama beredar di Cina dan di negeri lain tetap memakai uang koin. Baru setelah Marcopolo singgah ke Cina pada abad ke-13, bangsa lain mengenal uang kertas dan meniru kreasi bangsa Cina itu.

Uang koin maupun uang kertas tetap digunakan sebagai alat transaksi pada berbagai mata uang di seluruh penjuru dunia. Keduanya masuk kategori uang tradisional, sebab kini kita sudah mendapatkan uang dalam bentuk baru, yakni uang elektronik. Uang elektronik banyak bentuknya ketimbang uang koin maupun uang kertas. Kita mengenal istilah uang dalam beberapa jenis, seperti e-cash, e-money, cyber cash, DigiCash, cyberbuck, dan entah berapa banyak lagi. Jack Weatherford mengatakan, “uang elektronik menyerupai bentuk-bentuk uang primitif yang beraneka ragam-kulit kerang cowrie, gigi binatang, dan manik-manik.” Uang elektronik yang kini beredar sebagai alat transaksi melalui pasar maya (internet) menjanjikan perluasan peranan uang dalam masyarakat daripada uang koin dan kertas.

Dari kedua aspek di atas perkembangan uang dapat diuraikan dalam fase-fase sebagai berikut:

Fase Pertama: Sebelum barter

Pada tahap ini masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha sendiri. Apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.

Fase Kedua: Barter

Tahap selanjutnya menghadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri mereka mencari dari orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Akibatnya barter, yaitu barang ditukar dengan barang.

Namun akhirnya dirasakan ada kesulitan-kesulitan dengan sistem ini, di antaranya:
• Kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya.
• Kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Untuk mengatasinya mulai timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar.

Fase Ketiga: Uang barang

Pada masa ini timbul benda-benda yang selalu dipakai dalam pertukaran. Kesulitan yang dialami oleh manusia dalam barter adalah kesulitan mempertemukan orang-orang yang saling membutuhkan dalam waktu bersamaan. Kesulitan itu telah mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam hal pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generaly accepted). Benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari. Misalnya, garam oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar, maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang. Orang Inggris menyebut upah sebagai salary, yang berasal dari bahasa Latin Salarium yang berarti garam. Orang Romawi membayar upah dengan salarium (garam).

Penduduk asli Bandiagara di pedalaman benua Afrika mempertukarkan hasil pertaniannya, dari sebakul tomat dengan sejumlah kebutuhan harian, susu, gandum dan sejenisnya. Transaksi yang awalnya dilakukan dengan barter ini kemudian berkembang dengan menggunakan alat tukar yang terbuat dari hasil bumi seperti coklat dan sejenisnya (uang komoditi). Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan pertukaran tetap ada diantaranya:
• Nilai yang dipertukarkan belum mempunyai pecahan.
• Banyak jenis uang barang yang beredar dan hanya berlaku di masing-masing daerah.
• Sulit untuk penyimpanan (storage) dan pengangkutan (transportation).
• Mudah hancur atau tidak tahan lama.

Fase Keempat: Uang logam

Tahap selanjutnya adalah tahap uang logam. Logam dipilih sebagai bahan uang karena:
• digemari umum
• tahan lama dan tidak mudah rusak
• memiliki nilai tinggi
• mudah dipindah-pindahkan
• mudah dipecah-pecah dengan tidak mengurangi nilainya

Bahan yang memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang yang terbuat dari emas dan perak disebut uang logam. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai Uang Penuh (full bodied money), artinya nilai intrinsik (nilai bahan uang) sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut).

Pada saat itu, setiap orang menempa uang, melebur, dan memakainya dan setiap orang mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam. Penggunaan emas dan perak sebagai bahan uang dalam bentuk koin diciptakan oleh Croesus di Yunani sekitar 560-546 SM. Bersamaan dengan itu, medium uang yang berfungsi sebagai instrumen alat bayar mulai dikembangkan, dibuat dari berbagai benda padat lainnya seperti tembikar, keramik atau perunggu.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian, maka perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam juga berkembang. Sedangkan jumlah logam mulia terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar (sulit dalam hal penyimpanan dan pengangkutan). Sehingga terciptalah uang kertas.

Fase Kelima: Uang kertas

Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti kepemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pande emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya.

Selanjutnya masyarakat tidak lagi menggunakan emas – secara langsung – sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya mereka menjadikan kertas bukti tersebut sebagai alat tukar.

Desa Jachymod di Ceko, Eropa Timur, dianggap sebagai wilayah pertama yang menggunakan mata uang yang diberi nama dollar, yang merupakan mata uang yang paling populer di abad modern. Mulanya disebut Taler, kemudian orang Italia mengejanya Tallero, lidah Belanda menuturkan daler, Hawai dala, dalam dialek Inggris diungkapkan sebagai dollar. Embrio dollar dibuat dari bahan baku perak dan emas dalam bentuk koin.

Pada mulanya, taler sendiri adalah sebutan mata uang yang berkembang di daratan benua Eropa sejak abad ke-16 yang jenisnya lebih dari 1500. namun dalam peradaban modern, masing-masing bangsa atau negara menciptakan sebutan tersendiri bagi mata uangnya untuk menunjukkan statusnya yang independen. Dalam sejarah pemakaian kertas sebagai bahan pembuat uang, Cina dianggap sebagai bangsa yang pertama menemukannya, yaitu sekitar abad pertama Masehi, pada masa Dinasti T’ang. Benjamin Franklin (AS) ditetapkan sebagai Bapak Uang Kertas karena ia yang pertama kali mencetak dollar dari bahan kertas, yang semula digunakan untuk membiayai perang kemerdekaan Amerika Serikat. Sebagai penghormatan pemerintah terhadap Benjamin Franklin, potretnya diabadikan di lembaran mata uang dollar pecahan terbesar yaitu USD 100.

Dalam perjalanannya penggunaan uang kertas berkembang menjadi atribut dan simbol sebuah negara. Namun sebagai garansi dari negara yang bertanggung jawab atas peredarannya, maka jumlah uang kertas yang diterbitkan selalu dikaitkan dengan jumlah cadangan emas yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan. sekitar tahun 1976, ketergantungan pencetakan uang kertas sudah tidak lagi dihubungkan dengan cadangan emas, tetapi dibiarkan bergulir dan terjun ke pasar besar menghadapi hukum penawaran dan permintaan sebagaimana yang tumbuh dalam hukum ekonomi.

B. Sejarah Khusus (Perkembangan Uang Dalam Islam)

Mata uang yang digunakan masyarakat Arab pra Islam adalah emas dan perak. Dari kedua logam mulia tersebut kemudian dicetak Dinar (koin emas) dan Dirham (koin perak). Sebenarnya mata uang Dinar ini dibentuk dan dicetak oleh Kekaisaran Romawi, berukiran gambar raja dan bertuliskan huruf Romawi. Sehubungan dengan itu Ibnu Abdil Barr menjelaskan, “Kata Dinar adalah arabisasi dari kata Denarius. Dinar adalah mata uang romawi kuno, dan masih berlaku disebagian Negara eropa. Dalam injil disebutkan nama dinar berkali-kali. Dinar ditimbang dalam satuan mistqal. Satu mistqal sama dengan 72 biji gandum yang sedang. Tidak ada perubahan pada masa jahiliyah dan pada masa permulaan Islam.”

Orang-orang Arab Quraisy (penduduk Makkah) sering melaksanakan perdagangan ke berbagai pelosok wilayah, baik ke wilayah Romawi di negeri Syam (yang sekarang meliputi Palestina, Yordania, Syiria, dan Libanon) ataupun ke wilayah Persia di Irak dan sekitarnya. Ketika mereka kembali dari Syam, mereka biasanya membawa Dinar. Begitu juga ketika mereka kembali dari Irak, mereka membawa Dirham. Dari gambaran keadaan di atas tampak jelas bahwa mata uang emas dan perak sudah digunakan oleh bangsa Romawi (emas) dan Persia (perak) yang notabene jauh sebelum Islam datang.

Mata uang Dinar dan Dirham yang mereka bawa tidak dipakai untuk melakukan transaksi, akan tetapi mereka menggunakan kedua mata uang tersebut untuk timbangan atau standar saja. Maksudnya, untuk menghindari penipuan (mata uang yang semakin banyak beredar di kalangan mereka), mereka bersandar pada timbangan. Dan mereka masih belum berpikir ke arah taraf pencetakan uang atau menjadikan uang Dinar dan Dirham sebagai alat transaksi. Adapun timbangan yang biasa mereka gunakan adalah: rithl, uqiyah, nasy, nuwat, mitsqal, dirham, daniq, qirath, dan habbah. Demikianlah seterusnya sampai Islam datang.

Dan sepanjang kehidupan Nabi Muhmmad saw. (pembawa risalah Islam), beliau tidak merekomendasikan perubahan apapun terhadap mata uang. Artinya Nabi membenarkan praktek ini. Dalam ilmu hadis hal ini disebut hadis fi’li (berupa perbuatan) dan taqriri (berupa persetujuan), yaitu jenis hadis yang tidak diucapkan, tetapi dilakukan atau direkomendasikan. Penggunaan mata uang Dinar dan Dirham terus berlangsung pada masa pemerintahan Abu Bakar (11-13 H/632-634 M), Umar (13-32 H/634-644 M), Usman (23-35 H/644-656 M), dan Ali (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Umar, mata uang Dirham ditambahi dengan tulisan “Bismillah” dan “Bismillahirabbi”. Keadaan ini terus berlangsung sampai masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada tahun 75 H/694 M, Ibnu Marwan mulai mencetak Dirham yang bercirikan khas Islam. Dan pada tahun 77 H/696 M, beliau mencetak Dinar yang bercirikan Islam pula dengan meninggalkan semua ciri-ciri Romawi dan Persia yang masih digunakan pada masa pemerintahan sebelumnya.

Di zaman Bani Abbasiyah (132-656 H/750-1258 M) mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus (kion tembaga). Dengan munculnya fulus, timbul kecenderungan di kalangan para gubernur untuk mencetak fulusnya masing-masing, sehingga beredar banyak jenis fulus dengan nilai yang berbeda-beda. Keadaan inilah yang mendorong munculnya profesi baru yaitu penukaran uang yang disebut Jihbiz. Di zaman itu, Jihbiz tidak saja melakukan penukaran uang namun juga menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Bila di zaman Rasulullah saw. satu fungsi perbankan dilaksanakan oleh satu unit, maka di zaman Bani Abbasiyah ketiga fungsi utama perbankan dilakukan oleh satu unit Jihbiz.

Demikianlah standar mata uang Islam dengan menggunakan emas (Dinar) dan perak (Dirham) telah dijalankan selama masa pemerintahan Islam, yaitu sejak Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah dari Mekkah pada abad 7 hingga berakhirnya pemerintahan Islam Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924. Berarti mata uang Islam telah diterapkan melalui sistem pemerintahan Islam selama 13 abad. Dari penggunaan tersebut ulama mengambil kesimpulan hukum bahwa sistem mata uang emas dan perak adalah sistem mata uang yang dibenarkan secara syariat. Di sini perlu ditegaskan kembali, bahwa substansi pembenaran ini bukan pada bahan baku—emas dan perak—semata melainkan nilai manfaat pada keduanya.

By Amin Muchtar, sigabah.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}