Preloader logo

FIQIH DUIT (Bagian Ke-2)

Apa dan Bagaimana Uang?

Dalam pendahuluan kita sudah banyak mempergunakan kata uang, tetapi apa yang dimaksud dengan uang itu sendiri belum jelas bagi kita. Dalam praktek sehari-hari terlihat berbagai macam uang, seperti uang logam, uang kertas pemerintah, uang kertas bank dan lain sebagainya, dan untuk menjaga salah pengertian kita perlu mengkaji ulang kriteria uang itu.

Mengenai kriteria uang, sesungguhnya masih terdapat perbedaan paham di antara ahli ekonomi. Setiap ahli telah membuat definisi tersendiri. Meskipun demikian kita tidak perlu memusingkan kepala untuk memilih definisi mana yang paling tepat. Yang perlu bagi kita adalah, apakah dengan definisi tersebut kita dapat membayangkan atau menggambarkan apa yang dimaksud dengan uang. Dengan perkataan lain kita dapat membedakan uang dan yang bukan uang.

1. Definisi Uang

A. Definisi Umum

Sebenarnya banyak sekali definisi uang yang telah dirumuskan oleh para pakar ekonomi. Berikut ini akan disebutkan beberapa definisi dari para pakar itu. Menurut R.S. Sayers dalam bukunya “Modern Banking” (cetakan pertama terbit tahun 1938), definisi uang sebagai berikut: “Uang adalah segala sesuatu yang umum diterima sebagai pembayar hutang.” Sedangkan Robertson, dalam bukunya “Money” (cetakan pertama terbit dalam tahun 1992), definisi uang sebagai berikut: “Uang adalah segala sesuatu yang umum diterima dalam pembayaran barang-barang”. A.C. Pigou, dalam bukunya “The Veil of Money” (ditulis sekitar tahun 1950 an), menyatakan bahwa “Uang adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat tukar.” Albert Gailort Hart, dalam bukunya “Money, debt and economic activity”, memberi definisi uang sebagai berikut: “Uang adalah kekayaan di mana si pemiliknya dapat melunasi hutangnya dalam jumlah tertentu pada waktu itu juga.” Akhirnya Rollin G. Thomas, dalam bukunya “Our Modern Banking and Monetary System.” (terbitan pertama kali tahun 1957), memberi definisi hampir tidak berbeda dengan definisi di atas. Ia mengatakan: “Uang adalah segala sesuatu yang siap sedia dan pada umumnya diterima umum dalam pembayaran pembelian barang-barang, jasa-jasa dan pembayar hutang.”

Analisis Definisi

Berbagai definisi yang telah disebutkan di atas sebenarnya dapat dikategorikan ke dalam tiga definisi, yaitu:

Pertama, definisi yang lebih menekankan pada peranan uang sebagai alat pembayar atau penukar secara umum. Jadi, uang lebih dipahami sebagai manifestasi kehendak antar masyarakat dalam pembayaran transaksi secara umum. Misalnya definisi Robertson dan A.C. Pigou.

Kedua, definisi yang lebih menekankan pada peranan uang sebagai alat pembayar hutang. Jadi, uang lebih dipahami sebagai manifestasi kehendak antara masyarakat dengan lembaga perbankan dalam pembayaran transaksi utang-piutang. Misalnya definisi Sayers dan Hart.

Ketiga, definisi yang berusaha menggabungkan peranan uang sebagai alat tukar dan alat pembayar hutang. Jadi, uang lebih dipahami sebagai manifestasi kehendak antar masyarakat di satu sisi, dan antara masyarakat dengan lembaga perbankan di sisi lainnya. Misalnya definisi uang menurut Rollin G. Thomas yang disebutnya sebagai segala sesuatu yang siap sedia dan pada umumnya diterima umum dalam pembayaran pembelian barang-barang, jasa-jasa dan pembayar hutang.

Dengan menelaah seluruh definisi tersebut secara mendalam, akan kita dapati bahwa secara umum berbagai definisi tersebut lebih berupa deskripsi realitas uang dalam tataran empirik (praktik), yaitu transaksi yang dilakukan antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan lembaga perbankan.

Dengan demikian jelaslah apa yang dimaksudkan dengan uang dilihat dari aspek peranan uang itu sendiri dalam masyarakat. Karena itu jika suatu benda sudah memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan dalam berbagai definisi di atas berarti benda tersebut adalah uang. Barangkali inilah sebabnya mengapa Walker memberi definisi uang: “Money is what money does.” Definisi tersebut menunjukkan bahwa semua benda yang melakukan tugas uang adalah uang.

Dalam tulisan ini, dengan tanpa mengabaikan berbagai definisi di atas serta mengingat peranan atau fungsi-fungsi uang dalam sesuatu masyarakat, uang dapat didefinisikan sebagai berikut: “Uang adalah segala sesuatu yang umum diterima oleh masyarakat sebagai alat tukar dan sebagai alat pengukur nilai, yang pada waktu bersamaan bertindak sebagai alat penimbun kekayaan.”

Dengan demikian segala sesuatu yang sudah memenuhi definisi tersebut kita anggap sebagai uang, baik terbuat dari logam, kertas maupun benda lainnya. Karena itu barang-barang besar atau kerang, yang dalam masyarakat primitif tertentu dianggap sebagai uang, tidak kita anggap sebagai uang. Sebab, meskipun benda-benda tersebut umum dipergunakan sebagai alat tukar dan sebagai alat pengukur nilai, namun ia tidak dianggap sebagai alat penimbun kekayaan. Pada umumnya kepemilikan benda-benda tersebut dalam jumlah yang amat besar dianggap oleh masyarakat primitif memiliki kekuatan gaib yang lebih besar bukan dianggap memiliki kekayaan yang lebih besar. Pada waktu itu, orang menganggap bahwa alat penimbun kekayaan itu bukanlah benda-benda tersebut.

B. Definisi Khusus (Syariat Islam)
Dalam kamus al-Mawrid dinyatakan bahwa kata money dalam bahasa Arab berpadanan dengan kata ummalah dan naqd. Menurut Ibnu Manzhur, naqd secara bahasa berarti al-qabdh (menggenggam, tunai atau cash) sebalik dari al-nasi’ah (menangguhkan, tempo). Naqd juga berarti memisahkan Dirham dan mengeluarkan yang palsu darinya. Sedangkan Dirham itu adalah naqd, yaitu timbangan (standar) nilai yang baik.

Sedangkan menurut istilah para ahli fikih naqd adalah tsaman (nilai barang atau harga) sebalik dari ‘arudh (barang). Ibnu Qudamah al-Hanbali berkata tentang ‘arudh, “Yaitu selain tsaman harta dalam berbagai jenis, dan tsaman adalah nilai harta dan modal pokok perdagangan.” Ibnu al-Hammam al-Hanafi berkata, “Ketahuilah bahwa harta itu terbagi kepada (1) tsaman (harga) bagaimana pun keadaannya, yaitu Dirham dan Dinar…sama saja apakah keadaan pembandingnya itu sejenis atau tidak, (2) mabi’ (barang) bagaimana pun keadaannya dan bukan barang dagang sejenis seperti baju dan hewan.” Al-‘Aini al-Hanafi berkata, “Al-Arudh sebalik dari Dirham dan Dinar yang keduanya merupakan nilai sesuatu.”

Analisis Definisi

Dari berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, sebenarnya dapat dikategorikan ke dalam satu definisi, yaitu lebih ditekankan pada peranan uang sebagai alat pembayar, penukar, atau pengukur nilai barang. Jadi, dalam konteks naqd uang lebih dipahami sebagai manifestasi kehendak antar masyarakat dalam pembayaran transaksi jual-beli. Sedangkan dalam konteks peranan uang sebagai alat pembayar jasa diistilahkan dengan ummalah. Adapun dalam konteks peranan uang sebagai alat pembayaran transaksi utang-piutang antara masyarakat dengan lembaga perbankan tidak diistilahkan secara khusus, karena waktu itu belum dikenal sistem perbankan.

Dengan menelaah seluruh definisi tersebut secara mendalam, akan kita dapati bahwa secara umum berbagai definisi tersebut lebih berupa deskripsi realitas uang dalam tataran empirik (praktik), yaitu transaksi yang dilakukan antar masyarakat. Dengan demikian definisi itu bukan bersifat syar’i, yaitu yang diambil dari nash-nash (ketetapan) syariat. Begitu pula dengan istilah Dinar-Dirham. Sehubungan dengan itu Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Dirham dan Dinar tidak diketahui definisinya, baik secara kodrati maupun syar’i. Tetapi hal itu dikembalikan kepada adat dan istilah umum, karena semula keduanya (dibuat) bukan sebagai tujuan pokok, melainkan sebagai standar pengukur nilai sesuatu yang digunakan mereka dalam bermuamalah…”

Keterangan di atas menunjukkan bahwa syariat Islam tidak menetapkan definisi uang secara khusus. Karena itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengertian uang dalam masyarakat muslim hakikatnya tidak berbeda dengan pengertian secara umum dilihat dari aspek peranan uang itu sendiri dalam masyarakat.

Makna Uang dalam Alquran

Dalam Alquran, uang dengan istilah naqd tidak disebut secara mantuq (eksplisit, tersurat). Namun dalam fungsinya sebagai pengukur nilai berupa zahab (emas) dan fidhah (perak) Alquran secara mantuq (eksplisit, tersurat) telah menyinggungnya dalam berbagai ayat. Kata zahab disebut sebanyak delapan kali. Sedangkan kata fidhah disebut sebanyak enam kali. Di antaranya:

A. Surat Ali Imran:14

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنْ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنْ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

B. Surat at-Taubah:34

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنْ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”

Para ahli fikih menafsirkan zahab dan fidhah tersebut sebagai Dinar (mata uang emas) dan Dirham (mata uang perak), antara lain:

A. Ibnu Abbas berkata, “al-Qinthar itu senilai 12.000 Dirham atau 1000 Dinar.”
B. Mujahid berkata, “al-Qinthar itu senilai 70.000 Dinar.”
C. Ad-Dhahak berkata, “Qinthar emas senilai 1200 Dinar. Qinthar perak senilai 1200 mitsqal.”
D. As-Suddy berkata, “al-Qanathir muqantharah itu adalah emas atau perak yang dicetak hingga menjadi Dinar dan Dirham.”

Dalam Alquran, mata uang perak (Dirham) disebut satu kali, yaitu

وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنْ الزَّاهِدِينَ

“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” Q.s. Yusuf:20

Makna Uang dalam Teks Hadis

Dalam hadis Nabi saw., penyebutan uang, baik dalam kontek fungsinya maupun sebagai mata uang, diulang ratusan kali, antara lain:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ اَلصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ, وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ, وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ, وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ, وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ, وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ, مِثْلًا بِمِثْلٍ, سَوَاءً بِسَوَاءٍ, يَدًا بِيَدٍ, فَإِذَا اِخْتَلَفَتْ هَذِهِ اَلْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Ubadah bin Shamit, ia berkata, “Nabi saw. bersabda, ‘Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya boleh kamu jual sekehendakmu asal tunai’.” H.r.Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْناً بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْناً بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ, فَمَنْ زَادَ أَوْ اِسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi saw. bersabda, ‘(boleh menjual) emas dengan emas dengan setimbang, sebanding, dan perak dengan perak setimbang sebanding’.” H.r. Ahmad, Muslim, Nasai

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَالْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْتُمْ

Dari Abu Bakrah, ia berkata, “Nabi saw. bersabda, ‘Kalian jangan menjual emas dengan emas kecuali sama. perak dengan perak, kecuali sama. Dan jualah emas dengan perak, perak dengan emas sesuka hatimu’.” H.r. Al-Bukhari dan Muslim

Sebagian ulama mengatakan bahwa disebutkannya emas dan perak di antara barang-barang berupa makanan dalam hadis tersebut tidak lain karena emas dan perak adalah uang. Sebab jarang terjadi orang yang membeli (menukar) perhiasan dari emas dengan beras atau kurma, kecuali untuk jaminan terhadap suatu transaksi perdagangan.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي أَبِيعُ بِالْبَقِيعِ, فَأَبِيعُ بِالدَّنَانِيرِ وَآخُذُ اَلدَّرَاهِمَ, وَأَبِيعُ بِالدَّرَاهِمِ وَآخُذُ اَلدَّنَانِيرَ, …رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ,

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya jual-beli di Baqi’. Saya menjual dengan Dinar dan mengambil Dirham..’.” H.r. al-Khamsah

Di samping dalam teks Alquran dan hadis, pengertian uang dapat kita lihat pada fakta sejarah di masa Nabi saw. Pada zaman itu mata uang yang digunakan untuk bertransaksi adalah emas dan perak. Sebenarnya mata uang Dinar ini dibentuk dan dicetak oleh Kekaisaran Romawi. Sementara mata uang Dirham diproduksi oleh Majusi Persia. Dan sepanjang kehidupannya, Nabi tidak merekomendasikan perubahan apapun terhadap kedua mata uang itu. Artinya Nabi dan para sahabat yang menjadi khalifah sesudahnya membenarkan praktek ini. Dalam ilmu hadis hal ini disebut hadis fi’li (berupa perbuatan) dan taqriri (berupa persetujuan), yaitu jenis hadis yang tidak diucapkan, tetapi dilakukan atau direkomendasikan. Ini membuat ulama berijtihad bahwa sistem mata uang emas dan perak adalah sistem mata uang yang dibenarkan secara syariat. Substansi pembenaran ini bukan pada bahan baku semata—emas dan perak—melainkan nilai manfaat pada keduanya.

By Amin Muchtar, sigabah.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}