Preloader logo

Yusril Sentil Menteri Hanif soal Aturan TKA Era Jokowi

Jakarta, (sigabah.com) — Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mengkritisi kebijakan tenaga kerja asing (TKA) di era pemerintahan Joko Widodo.

Kepada CNNIndonesia.com, Yusril membenarkan soal kritik yang ia sampaikan di akun twitter pribadinya itu. Yusril menekankan pemerintah Jokowi selalu saja berdalih ada jutaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kerja di luar negeri.

Pemerintah, kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, menyebut banyaknya TKI di luar negeri tidak pernah diprotes oleh oleh negara-negara lain. Atas dasar itu, pemerintah heran dengan pihak yang memprotes banjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia.

“Mereka tidak protes karena mereka butuh TKI kita. Kita protes karena kita tidak butuh TKA. Di sini masih banyak yang miskin dan nganggur, untuk apa TKA?” kicaunya lewat akun @Yusrilihza_Mhd, Jumat (27/4).

Yusril Ihza Mahendra@Yusrilihza_Mhd

Pemerintah selalu saja berdalih ada jutaan TKI kerja di LN, negara lain tdk protes, kok kita protes membanjirnya TKA ke sini. Mereka tdk protes karena mereka butuh TKI kita. Kita protes karena kita tidak butuh TKA. Disini msh banyak yg miskin dan nganggur, untuk apa TKA?

Kritikan Yusril itu mendapat tanggapan sinis dari Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. Melalui akun twitternya, Hanif mempertanyakan jumlah TKA yang datang ke Indonesia saat Yusril masih menjabat sebagai menteri.

“Maaf bang, apa saat abang menteri enggak ada TKA di Indonesia? Kalau ada, apa abang protes?” kicaunya lewat akun @hanifdhakiri.

MHD

@hanifdhakiri

Maaf bang, apa saat abang menteri gak ada TKA di Indonesia? Kalau ada, apa abang protes? https://twitter.com/yusrilihza_mhd/status/989069648820830209 

Menanggapi hal itu, Yusril mengatakan memang ada TKA yang masuk saat dia menjabat menteri. Namun, pemerintah saat itu membatasi TKA yang boleh masuk ke Indonesia hanya pada level manajemen dan tenaga skill yang belum bisa dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia.

“Kami tidak jor-joran izinkan buruh kasar masuk ke sini, terutama dari Tiongkok seperti ketika anda jadi menteri,” tegas Yusril menjawab Hanif.

Yusril Ihza Mahendra@Yusrilihza_Mhd

Ada, tapi kami batasi hanya pada level manajemen dan tenaga skill yang blm bisa dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia. Kami tidak jor2an izinkan buruh kasar masuk ke sini, terutama dari Tiongkok seperti ketika anda jadi menteri. https://twitter.com/hanifdhakiri/status/989481478160506881 

Lebih lanjut, Yusril menambahkan saat masih menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM, dirinya juga tidak mau sembarangan memberikan faslitas bebas visa. Pasalnya, jika tidak selektif, bebas visa bisa disalahgunakan orang warga asing untuk bekerja di Indonesia.

“Negara kita sangat luas, kita belum mampu membangun sistem pengawasan orang asing yang efektif,” kata Yusril.

Yusril menegaskan dirinya hanya mengeluarkan bebas visa kepada 20 negara saja. Berbeda dengan pemerintahan Jokowi yang sudah mengeluarkan bebas visa kepada 165 negara termasuk China dan beberapa negara Afrika.

“Warganya bebas visa masuk negara kita. Kami sangat hati-hati menjaga kepentingan nasional,” ungkap Yusril.

Hanif pada kesempatan terpisah telah menanggapi polemik Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang tenaga kerja asing (TKA) yang diterbitkan rezim Jokowi.

Hanif mengklaim jumlah TKA di Indonesia masih terbilang proporsional.

“Jadi tak perlu dikhawatirkan, bahwa lapangan kerja yang tersedia jauh lebih banyak dibandingkan yang dimasuki TKA itu,” kata Hanif dalam pernyataan yang diterima CNNIndonesia.com.

“Proporsinya masih sangat didominasi TKI. TKA hanya mengisi proporsi yang lebih kecil dalam kesempatan kerja di dalam negeri.”

Hanif menilai bahwa jumlah TKA di Indonesia tergololong rendah yaitu sekitar 85.947 orang pekerja, hingga akhir 2017. Pada 2015 jumlah TKA tercatat 77.149, dan 2016 mencapai 80.375 TKA.

Menurutnya angka itu tak sebanding dengan jumlah TKI di Luar neeri.

“TKI di negara lain, besar. TKI kalau menurut survei World Bank ada sekitar 9 juta TKI di luar negeri. Ada 55 persen di Malaysia, di Saudi Arabia 13 persen, China-Taipei ada 10 persen, Hong Kong 6 persen, dan Singapura 5 persen,” katanya.

sigabah.com | cnnindonesia.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}