Sejarawan Muda Persatuan Islam Dr. Tiar Anwar Bachtiar menegaskan banyak umat Islam yang salah paham dalam mengartikan kekuasaan. Ketika umat berbicara kekuasaan selalu diarahkan pada hegemoni dalam urusan politik.
“Ketika berbicara kekuasaan, langsung meloncat pada masalah politik. Dahulu, ketika Masyumi dibubarkan pemerintah Soekarno, Buya Muhammad Natsir berkata, politik kita ditentukan oleh dakwah kita,” ujar anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) dalam tabligh akbar bertajuk Arah Perjuangan Umat di Masjid Raya Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Sabtu, (01/12). Demikian dilansir INA News Agency.
Maka dari itu, politik kita tidak ditentukan oleh sebesar apa suara partai-partai Islam, tapi kekuatan dakwah Islam. Sepanjang dakwah tidak berhenti, Islam akan tetap jaya.
Pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB) ini menambahkan, pada masa kemerdekaan yang menumpahkan darah dan memunculkan identitas Indonesia adalah umat Islam.
“Setelah para ulama dan santri menggerakkan perlawanan melawan, maka kita punya definisi tentang apa itu Indonesia. Sebab, sebelumnya kita dinamai oleh orang Belanda sebagai Inlander,” tambahnya.
Kemudian, pada Abad ke-20 peran umat Islam dalam identitas kebangsaan di Indonesia semakin mengental. Saat itulah munculnya gerakan-gerakan Islam semisal Syarikat Islam, Muhammadiyah, NU, Persis, Al-Irsyad.
“Oleh karena itu, jika bicara nasionalisme di Indonesia tanpa keislaman hal itu adalah nonsense,” pungkasnya.
Sebarkan Tulisan ini
sigabah.com | persis.or.id