Sekitar empat tahun yang lalu, tepatnya di awal Ramadhan 1433 H., saya mengikuti kuliah subuh di Masjid dekat rumah. Ustadz yang berceramah menceritakan kisah nyata dari seorang rektor salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia yang sedang mencari sistem pendidikan terbaik yang dapat menghasilkan dan mencetak generasi yang cerdas, bermartabat dan bisa bermanfaat bagi bangsa dan agama.
Untuk mencari sistem pendidikan terbaik, rektor tersebut pergi ke Timur Tengah untuk meminta nasihat dari seorang ulama terkemuka di sana. Ketika bertemu dengan ulama yang ingin ditemuinya, lalu dia menyampaikan maksudnya untuk meminta saran bagaimana menciptakan sistem pendidikan terbaik untuk kampus yang dipimpinnya saat ini.
Sebelum menjawab pertanyaan dari rektor, ulama tersebut bertanya bagaimana sistem pendidikan saat ini di Indonesia, mulai dari tingkat bawah sampai paling atas? Rektor menjawab, “Paling bawah mulai dari SD selama 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, D3 3 tahun atau S1 4 tahun, S2 sekitar 1.5 – 2 tahun, dan setelah itu S3 untuk yang paling tinggi.”
“Jadi untuk sampai S2 saja butuh waktu sekitar 18 tahun ya?” Tanya Sang Ulama. “Iya,” jawab rektor tersebut. “Lalu bagaimana jika hanya lulus sampai di SD saja selama 6 tahun, pekerjaan apa yang akan bisa didapat?” Tanya kembali Sang Ulama. “Kalau hanya SD paling hanya buruh lepas atau tukang sapu jalanan, tukang kebun dan pekerjaan sejenisnya. Tidak ada pekerjaan yang bisa diharapkan jika hanya lulus SD di negeri Kami.” Jawab sang rektor.
“Jika Lulus SMP bagaimana?” Sang Ulama melanjutan pertanyaan. “Untuk SMP mungkin jadi office boy (OB) atau cleaning service,” jawab kembali sang rektor. “Kalau SMA bagaimana?” Tanya kembali sang Ulama. “Kalau lulus SMA masih agak mending pekerjaannya di negeri Kami, bisa sebagai operator di perusahaan-perusahaan,” lanjut sang rektor.
“Kalau lulus D3 atau S1 bagaimana?” Bertanya kembali Sang Ulama. “Kalau lulus D3 atau S1 bisa sebagai staff di kantor dan S2 bisa langsung jadi manager di sebuah perusahaan,” kata sang rektor.
“Berarti untuk mendapatkan pekerjaan yang enak di negeri Anda minimal harus lulus D3/S1 atau menempuh pendidikan selama kurang lebih 15-16 tahun ya?” Tanya kembali sang Ulama. “Iya betul,” jawab sang rektor.
“Sekarang coba bandingkan dengan pendidikan yang Islam ajarkan. Misalnya selama 6 tahun pertama (SD) hanya mempelajari dan menghapal Al-Qur’an, apakah bisa hapal 30 juz?” Tanya Sang Ulama. “Insyaa Allah bisa,” jawab sang rektor dengan yakin. “Apakah ada Hafizh Qur’an di negeri Anda yang bekerja sebagai buruh lepas atau tukang sapu seperti yang Anda sebutkan tadi untuk orang yang hanya Lulus SD?” Kembali tanya Sang Ulama. “Tidak ada,” jawab sang rektor.
“Jika dilanjut 3 tahun berikutnya mempelajari dan menghapal hadis apakah bisa menghapal ratusan hadis selama 3 tahun?” Sang Ulama kembali bertanya. “Bisa,” jawab sang rektor. Sang Ulama melanjutkan pertanyaannya, “Apakah ada di negara Anda orang yang hapal Al-Qur’an 30 juz dan ratusan hadis menjadi OB atau cleaning service?” “Tidak ada,” jawab kembali sang rektor.
“Lanjut 3 tahun setelah itu mempelajari tafsir Al-Qur’an, apakah ada di negara Anda orang yang Hafizh Qur’an, hapal hadis dan bisa menguasai tafsir yang kerjanya sebagai operator di pabrik?” Tanya kembali ulama tersebut. “Tidak ada,” jawab sang rektor. Rektor tersebut mengangguk mulai mengerti maksud sang ulama.
“Anda mulai paham maksud Saya?” Tanya sang Ulama. “Ya,” jawab sang rektor. Sang Ulama melanjutkan kembali pertanyaannya, “Berapa lama pelajaran agama yang diberikan dalam seminggu?” “Kurang lebih 2-3 jam,” jawab sang rektor.
Sang ulama melanjutkan pesannya kepada sang rektor, “Jika Anda ingin mencetak generasi yang cerdas, bermartabat, bermanfaat bagi bangsa dan agama, serta mendapatkan pekerjaan yang layak setelah lulus nanti, Anda harus merubah sistem pendidikan Anda dari orientasi dunia menjadi orientasi akhirat. Karena jika kita berfokus pada akhirat, insyaa Allah dunia akan didapat. Tapi jika sistem pendidikan Anda hanya berorientasi pada dunia, maka dunia dan akhirat belum tentu akan didapat.”
“Pelajari Al-Qur’an, karena orang yang mempelajari Al-Qur’an, Allah akan meninggikan derajat orang tersebut di mata hamba-hamba-Nya. Itulah sebabnya Anda tidak akan menemukan orang yang Hafizh Qur’an di negara Anda atau di negara manapun yang berprofesi sebagai tukang sapu atau buruh lepas walaupun orang tersebut tidak belajar sampai ke jenjang pendidikan yang tinggi, karena Allah yang memberikan pekerjaan langsung untuk para Hafizh Qur’an. Hafizh Qur’an adalah salah satu karyawan Allah dan Allah sayang sama mereka dan akan menggajinya lewat cara-cara yang menakjubkan. Tidak perlu gaji bulanan tapi hidup berkecukupan.”
Itulah pesan Sang Ulama kepada rektor tersebut. Mari kita didik diri dan keluarga kita agar senantiasa selalu membaca, mempelajari, dan menghapal Al-Qur’an agar hidup kita dimudahkan dan berkecukupan. Totalitas menjadi karyawan Allah bukan hanya karyawan dari seorang manusia.
By Muhammad Husnan, sigabah.com/beta
Editor: Amin Muchtar, Anggota Dewan Hisbah PP Persis
Subhanalloh
Allohuakbar Allohuakbar. Begitu mulyanya jadi karyawan Alloh swt.