Misteri 1: Terinspirasi atau manipulasi atas nama al-Hakim?
Dalam Kata Pengantar disertasi Doktoral dan buku “Misteri”, kang Jalal menulis:
بسم الله الرحمن الرحيم
بحمد الله ابتدي, و إياه أستهدي, و بتوفيقه اكتفي, و أصلي علي محمد النبي, و آله أجمعين, كلما ذكر هم الذاكرون, و غفل عنهم الغافلون
Ketika saya mulai menulis disertasi ini, saya teringat pada Abu ‘Abdillah al-Hakim al-Nisaburi (321-403 H), penulis al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain. Menurut al-Shafadi (696-764), dalam al-Wafi bi al-Wafayat, al-Hakim dalam usia belasan tahun sudah menjadi ahli hadis dan mengembara ke berbagai negeri untuk mencari ilmu warisan para sahabat. Ia tiba di Iraq pada tahun 341H dan berbicara tentang jarh dan ta’dil di hadapan orang banyak. “karena keluasan ilmu dan pengetahuannya tentang “penyakit” hadis, tentang hadis yang sehat dan hadis yang sakit, pendapatnya diterima. …Ia menulis hampir seribu juz kitab tentang takhrij hadis dari al-Bukhari dan Muslim, tentang al-‘ilal, riwayat para periwayat hadis, guru-guru hadis, dan bab-bab hadis.”
Dengan segala pujian itu, al-Shafadi tidak lupa untuk mengutip komentar salah seorang ulama di zaman itu Abu Isma’il bin Muhammad al-Ansari tentang al-Hakim, “Tsiqqatun fi al-hadits, rafidhiyyun khabits. Terpercaya dalam riwayat, Syiah yang jahat.” Gelar Rafidhi dinisbatkan kepadanya karena kejujurannya dalam menyampaikan keutamaan Nabi saw dan keluarganya. Ketika mimbarnya dihancurkan orang dan ia dilarang berbicara di masjidnya, ia diberi nasehat agar ia menyampaikan riwayat tentang keutamaan Mu’awiyyah, ia menjawab pendek, “Tidak, tidak terbetik dalam hatiku sedikit pun.”
“pada zaman kita sekarang kita berada di tengah-tengah para pemimpin masyarakat yang mendekatkan manusia kepada dirinya dengan membenci keluarga Rasulullah saw dan merendahkan mereka,” ujar al-Hakim.
Ia pernah berdebat dengan orang yang mengutip al-Sya’bi, ahli hadis, yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak menghapal Al-Quran. Ia jelaskan bahwa Abu ‘Abd al-Rahman al-Sulami, sayyidul-qurra, menyatakan bahwa para sahabat menegaskan Ali hapal A-Quran. Al-Sulami lebih tahu daripada al-Sya’bi (21-105 H). Yang disebut terakhir hanya meriwayatkan satu hadis dari Ali, pada Shahih al-Bukhari, bab rajam. “Al-Sya’bi condong kepada musuh-musuh Ali karena kecintaannya kepada dunia,” masih kata Al-Hakim.
Karena itu, walaupun dengan resiko dipandang sebagai Syiah jahat, ia menulis buku tentang keutamaan al-Zahra’. Ia memulai tulisannya dengan iftitah yang saya gunakan untuk memulai kata pengantar ini. Saya menuliskan disertasi ini dengan bayang-bayang Al-Hakim di atas kepala saya; walaupun tentu saja, ilmu saya tentang hadis jauh berada di bawahnya. Kepada keluarga Nabi saw, saya sampaikan salawat “selama orang-orang yang ingat mengingat mereka dan selama orang-orang yang lalai melalaikan mereka.” [1]
Kata Pengantar Kang Jalal itu, saya potong dulu di sini, karena terdapat beberapa tabir misteri yang mesti dikuak, sebagai berikut:
Tabir (1) “Misteri 1”
Bagi pembaca yang tidak akrab dengan “kasus al-Hakim”, retorika lima paragraf plus iftitah di atas dirasa cukup efektif menggiring opini pembaca untuk menerima ide kang Jalal bahwa “Imam al-Hakim sebagai ilmuwan penganut Syi’ah terzalimi.”
Selain itu, pembaca yang tidak akrab dengan sumber rujukan “kasus al-Hakim”, juga tidak akan sadar dengan “kenakalan” kang Jalal saat menyelipkan opini pribadi penarik simpati ke dalam rangkaian laporan al-Shafadi, berupa kalimat: “Gelar Rafidhi dinisbatkan kepadanya karena kejujurannya dalam menyampaikan keutamaan Nabi saw dan keluarganya.”
Pembaca akan menduga bahwa kalimat itu sebagai argumen faktual dalam laporan al-Shafadi, hingga tak tercium di situ aroma subyektivitas kang Jalal. Padahal, fakta dan data yang sebenarnya tidak begitu. Di sini, saya perlu menampilkan teks asli al-Shafadi—apa adanya tanpa syakal atau baris demi menjaga keasliannya—dalam melaporkan tentang al-Hakim, sebagai berikut:
الحاكم ابن البيع محمد بن عبد الله بن محمد بن حمدويه بن نعيم بن الحكم الضبي الطهماني النيسابوري الحافظ أبو عبد الله الحاكم المعروف بابن البيع صاحب التصانيف في علوم الحديث،
Al-Hakim Ibnu al-Bayyi’ Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Hamduwaih bin Nu’aim bin al-Hakam adh-Dhabbiy ath-Thahmani an-Nisaburi, al-Hafizh Abu Abdullah al-Hakim, dikenal dikenal dengan sebutan Ibnu al-Bayyi’, pemilik berbagai karya dalam bidang ilmu hadis,
ولد يوم الاثنين ثالث شهر ربيع الأول سنة إحدى عشرين وثلثمائة وطلب العلم من الصغر باعتناء أبيه وأول سماعه سنة ثلاثين واستملى على أبي حاتم ابن حبان سنة أربع وثلاثين
Dia dilahirkan hari Senin, 3 Rabi’ul Awwal tahun 321. Menuntut ilmu sejak kecil dengan bimbingan ayahnya. Pertama kali mendengar hadis tahun 330 H, dan istimla (minta dikte) kepada Abu Hatim Ibnu Hiban tahun 334 H,
ووصل العراق سنة إحدى وأربعين وانتخب على خلق كثير وجرح وعدل وقبل قوله في ذلك لسعة علمه ومعرفته بالعلل والصحيح والسقيم،
Dia sampai ke Irak tahun 341 dan memilih orang banyak. Dia menjarh dan menta’dil, dan pendapatnya dalam bidang itu diterima karena keluasaan ilmu dan pengetahuannya tentang berbagai cacat hadis, hadis sahih, dan hadis daif.
وتفقه على أبي علي بن أبي هريرة وأبي سهل الصعلوكي وغيرهما ورحل إليه من البلاد، واتفق له من التصانيف ما لعله يبلغ ألف جزء من تخريج الصحيحين والعلل والتراجم والأبواب والشيوخ والمجموعات مثل معرفة علوم الحديث ومستدرك الصحيحين وتاريخ النيسابوريين وكتاب مزكى الأخبار والمدخل إلى علم الصحيح وكتاب الإكليل وفضائل الشافعي إلى غير ذلك، وتوفي ثامن صفر سنة خمس وأربع مائة،
Belajar fikih pada Abu Ali bin Abu Huraerah, Abu Sahl ash-Shu’luki, dan lain-lain. Dia dikunjungi banyak orang dari berbagai negeri. Dan telah disepakati dia punya karya ilmiah boleh jadi hingga mencapai 1000 juz dalam bidang takhrij hadis Shahih al-Bukhari-Muslim, ‘illat hadis, biografi rawi, berbagai bab fiqih hadis, biografi para guru hadis, dan beragam koleksi, seperti Ma’rifah ‘Ulum al-Hadits, Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Tarikh Orang-orang Nisabur, Kitab Muzakka al-Akhbar, al-Madkhal ila ‘Ilm ash-Shahih, Kitab al-Iklil, Fadha’il asy-Syafi’I, dan lain-lain. Dia wafat pada 8 Shafar tahun 405 H.
قال يا قوت: قال محمد بن طاهر المقدسي: سألت الإمام أبا إسمعاعيل عبد الله بن محمد الأنصاري بهراة عن أبي عبد الله الحاكم النيسابوري فقال: ثقة في الحديث رافضي خبيث، قال: وكان الحاكم رحمه الله شديد التعصب للشيعة في الباطن وكان يظهر التسنن في التقديم والخلافة وكان منحرفاً عن معاويه غالياً فيه وفي أهل بيته يتظاهر به ولا يعتذر منه،
Yaqut berkata, Muhammad bin Thahir al-Maqdisi berkata, “Saya bertanya kepada Imam Abu Ismail Abdullah bin Muhammad al-Anshari di Hirah [Herat][2] tentang Abu Abdullah al-Hakim an-Nisaburi. Beliau menjawab, ‘Dia tsiqah (kredibel) dalam hadis, rafidhiy khabits’.” Ibnu Thahir berkata, “Al-Hakim rahimahullah begitu fanatik dalam jiwanya terhadap Syiah dan menampakkan tasannun (ke-sunni-an) dalam hal taqdim (pendahuluan shahabat paling utama) dan khilafah. Dia adalah orang yang amat berpaling (menjauh) dari Mu’awiyyah dan keluarganya. Ia memperlihatkan hal itu dan tidak mengemukakan alasannya.”
قال: وسمعت أبا الفتح سمكويه الأصبهاني بهراة يقول: سمعت عبد الواحد المليحي يقول: سمعت أبا عبد الرحمن السلمى يقول: دخلت على الحاكم أبي عبد الله وهو في داره لا يمكنه الخروج إلى المسجد من جهة أصحاب أبي عبد الله بن كرام وذلك أنهم كسروا منبره ومنعوه من الخروج فقلت له: لو خرجت وأمليت في فضائل هذا الرجل حديثاً لاسترحت من هذه المحنة، فقال: لا يجيئ من قلبي لا يجيء من قلبي لا يجئ من قلبي،
Dia (Ibnu Thahir) berkata, “Saya mendengar Abu al-Fath Samkuwayh al-Asbahani di Herat berkata, ‘Aku mendengar Abdul Wahid Al-Malihiy berkata, ‘Aku mendengar Abu Abdirrahman As-Sulamiy berkata, ‘Aku masuk menemui Al-Hakim Abu Abdillah, dan beliau berada di rumahnya. Beliau tidak dapat keluar menuju Masjid dari arah para sahabat Abu Abdillah bin Karram. Demikian itu karena mereka merusak mimbar beliau dan mencegah beliau keluar, maka aku berkata kepada beliau, ‘Seandainya engkau keluar dan mendiktekan suatu hadis tentang keutamaan orang ini niscaya engkau akan dapat istirahat/bebas dari ujian ini.’ Namun beliau berkata, “Itu tidak datang dari hatiku, tidak datang dari hatiku, tidak datang dari hatiku.”
قال ابن طاهر: ومن بحث عن تصانيفه رأى فيها العجايب من هذا المعنى خاصة الكتاب الذي صنفه وسماه فيما زعم المستدرك على الصحيحين لعل أكثره إنما قصد به ثلب أقوام ومدح أقوام، وقال أبو سعد الماليني: طالعت كتاب المستدرك على الشيخين الذي صنفه الحاكم من أوله إلى آخره فلم أر فيه حديثاً على شرطهما
Ibnu Thahir berkata, “Dan siapa yang meneliti karya-karyanya niscaya dia dapati di situ berbagai keanehan dari makna ini terutama kitab yang disusunnya dan dinamai—menurut klaimnya—al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain. Barangkali kebanyakannya. Dengan kitab itu tiada lain dia bermaksud mencela beberapa kaum dan memuji beberapa kaum. Abu Sa’ad al-Maliniy berkata, ‘Aku telaah kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain yang disusun al-Hakim, dari awal hingga akhir, tidak aku lihat satu hadis pun di situ yang memenuhi syarat keduanya (al-Bukhari-Muslim).” [3]
Sekarang mari kita bandingkan dengan “kutipan” Kang Jalal berikut: “Gelar Rafidhi dinisbatkan kepadanya karena kejujurannya dalam menyampaikan keutamaan Nabi saw dan keluarganya.”
Nah, sekarang pembaca jadi tahu, bahwa dalam laporan asli al-Shafadi di atas tidak terdapat satupun kalimat yang dapat dijadikan bukti bahwa “al-Hakim disebut Rafidhi karena kejujurannya dalam menyampaikan keutamaan Nabi saw. dan keluarganya.” Jadi, dari teks mana kang Jalal dapat inspirasi? Saya enggan menyebut kang Jalal melakukan manipulasi atas nama al-Shafadi dan al-Hakim—apalagi pake idiom Babul Ulum: “korupsi”—karena kritik ini baru pada tahap “Kata Pengantar”. 🙂
Beberapa tabir misteri lain dalam 5 paragraf Kata Pengantar Kang Jalal itu, insya Allah, akan dikuak pada edisi selanjutnya, sebagai pemenuhan saran FX Muchtar dalam meresensi buku “Misteri”: “Membaca buku ini harus pelan-pelan dan sabar.” Semoga pembaca dapat sabar dalam menelusuri jejak tabir-tabir itu.
By Amin Muchtar, sigabah.com
Lampiran Teks Asli al-Safadi
al-Wafi bi al-Wafayat, Juz 3, hlm. 259, terbitan Dar Ihya at-Turats al-‘Arabiy, Cet. I 1420 H/2000 M, pentahqiq Ahmad al-Arnauth.
al-Wafi bi al-Wafayat, Juz 3, hlm. 60, terbitan Dar Ihya at-Turats al-‘Arabiy, Cet. I 1420 H/2000 M, pentahqiq Ahmad al-Arnauth.
[1]Lihat, Disertasi Asal Usul Sunnah Shahabat: Studi Historiografis atas Tarikh Tasyri, hlm. v-vi; Misteri Wasiat Nabi, hlm. 5-6.
[2]Salah satu kota di wilayah Khurasan (lihat, Ibn al-Atsir, al-Lubab fii Tahdzib al-Ansab, Juz 2, hlm. 448). Sekarang termasuk salah satu kota di wilayah Afganistan.
[3]Lihat, al-Waafiy bi al-Wafayaat, Juz 3, hlm. 259-260, terbitan Dar Ihya at-Turats al-‘Arabiy, Cet. I 1420 H/2000 M, pentahqiq Ahmad al-Arnauth.