Kira-kira apa,
Yang membuat Nabi Ibrahim As. bersedia untuk menyembelih anaknya; Ismail, ketika beliau mendapatkan wahyu melalui mimpinya? padahal Ismail adalah seorang yang sejak lama diharapkan dan dinantikan kehadirannya. Padahal Ismail baru saja menginjak usia remajanya, usia dimana kehadirannya mulai bisa dimanfaatkan untuk membantu keluarga, yang diharapkan menjadi pewaris, penerus dan penyambung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan disembelih justru melalui tangannya sendiri? Meskipun pada akhirnya kejadian itu tidak benar-benar terjadi, sebab perintah pengorbanan ini hanya bentuk ujian dari Allah Swt.
Kira-kira apa,
Yang membuat Nabi Muhammad saw. tetap istiqamah dalam mensyi’arkan ajaran Islam meski di hina, dicaci maki, bahkan hingga disakiti dengan cara dilempari batu dan dengan berbesar hati memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya? Tetap bersusah payah untuk mendirikan shalat malam hingga kaki beliau bengkak karena saking khusyu nya, padahal sudah ada jaminan jika dosa-dosanya akan diampuni?
Kira-kira apa,
Yang membuat Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi satu dari sedikit orang yang memenuhi seruan untuk memeluk Islam pertama kali, tanpa sedikit pun meragukan kebenaran risalah yang dibawa serta dengan setia mengikuti dan menemani perjuangan Rasulullah hingga wafat? Padahal ajaran Islam tidak sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat saat itu. Padahal banyak anggota masyarakat yang benci terhadap Rasulullah saat itu?
Kira-kira apa,
Yang membuat Abdurrahman bin ‘Auf rela rontok giginya gara-gara mendapatkan puluhan kali hujaman tepat di wajahnya saat mengikuti perang Uhud? Padahal ia adalah pebisnis ulung, saudagar kaya. Dengan keahliannya dalam berbisnis serta harta kekayaan yang dimiliki, kan ia bisa mendapatkan apa saja yang ia mau? bersantai menghabiskan uang untuk mencari ini itu, guna mendapat kebahagiaan, jika memang itu yang ia cari. tidak perlu repot-repot untuk ikut berperang kan?
Kita bertanya, kira-kira apa latar belakang mereka menjalani pilihan ini, padahal masih tersedia pilihan lain?
Jawaban dari semua itu barangkali adalah ketaatan, pengorbanan, dan rasa syukur. Ketaatan dalam mematuhi setiap perintah Allah Swt., dengan dasar keyakinan yang tinggi bahwa ajaran yang dibawa Islam melalui Rasul adalah sumber kebahagiaan yang abadi. Pengorbanan untuk mengorbankan apa saja yang dimiliki dan dicintai sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt. Dan rasa syukur, sebagai wujud manifestasi terimakasih seorang Hamba kepada Tuhannya atas semua nikmat yang dirasakannya.
Tidak ada sedikit pun keraguan dalam menjalankan Islam. Mereka tidak mempertimbangkan perintah dan larangan Allah dengan akal dan hawa nafsu; dengan pikiran atau perasaannya, tapi dengan keyakinan bahwa agama tidak dibangun dengan akal, tetapi wahyu; langsung berasal dari Allah azza wa jalla. Aqidah, keyakinan yang mantaplah yang mereka gunakan dalam ber-Islam.
Dan sekarang bagaimana jika ada pertanyaan-pertanyaan yang datang menghampiri kita;
Kira-kira apa,
Yang membuat kita begitu bersemangat mengejar “atribut” duniawi? Harta kekayaan, pangkat jabatan, sanjungan pujian. Padahal kita semua tahu kalau itu semua fana, tidak abadi. Sementara kehidupan akhirat itu nyata, dan kita akan kekal di dalamnya. Tapi mengapa kita masih saja lebih tergiur kehidupan dunia ketimbang akhirat?
Kira-kira apa,
Yang membuat kita bisa merasa tenang dalam menjalani hidup? Padahal ibadah saja masih bolong-bolong. Jangankan yang sunnah, yang wajib saja kadang terlewat. Lantas bagaimana neraca kebaikan kita akan bertambah, sementara neraca keburukan sulit berkurang? Kita miskin amal dan kita merasa tenang-tenang saja?
Kira-kira apa,
Yang membuat kita begitu yakin akan masuk surga? Padahal sama sekali tidak ada yang menjamin kita, sebagaimana Rasulullah? Kita tidak tahu amalan-amalan mana saja yang diterima. Kita tidak tahu amalan mana yang lebih banyak; baik atau buruk. Kita tidak tahu, apakah Allah ridha atau tidak kepada setiap aktivitas yang kita jalani?
Kalau ada pertanyaan-pertanyaan seperti ini menghampiri kita, kira-kira apa jawabannya?
“Perjalanan paling jauh yang ditempuh oleh manusia bukanlah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, melainkan perjalanan dari pikiran ke hatinya sendiri. Perjalanan dalam rangka meruntuhkan ego, merendahkan hati, menjadikan ikhlas, lebih bersabar, dan lebih bertakwa. Perjalanan yang membutuhkan (banyak sekali) iman” –Kurniawan Gunadi
Selamat mencari jawaban. Semoga Allah masih menjadi yang pertama
By Azmi Fathul Umam, sigabah.com/beta
kira kira apa yg membuat kita tetap bekerja, meski hasilnya tdk habis untuk kita makan sendiri ?