Preloader logo

IBADAH RAMADHAN TIDAK NYUNNAH (Bagian Ke-5)

Selain beberapa hadis yang berperan penting dalam membentuk keyakinan bulan Ramadhan istimewa dilihat dari klasifikasi hari-harinya; penisbatan bulan itu langsung kepada Allah; pengukuhan bahwa Ramadhan adalah rajanya berbagai bulan; paket 5 keutamaan bagi umat Islam di bulan Ramadhan, juga terdapat hadis lain yang tak kalah penting peranannya dalam membentuk keyakinan sebagian muslim bahwa Allah membuka pintu ampunan bagi setiap muslim di malam pertama bulan Ramadhan, sehingga pantas jika Ramadhan diharapan agar terjadi setiap tahun. Hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Allah Memberi Ampunan di Malam Pertama Ramadhan

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَغْفِرُ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ لِكُلِّ أَهْلِ هَذِهِ الْقِبْلَةِ ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَيْهَا

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya Allah azza wajalla akan mengampuni setiap ahli kiblat ini pada awal malam bulan Ramadhan’.” HR. Ibnu Khuzaimah, Adh-Dhiya al-Maqdisi, ath-Thabrani, al-‘Uqaili, dan Abu Ya’la dengan sedikit perbedaan redaksi. [1]

Kedudukan Hadis

Meski diriwayatkan oleh beberapa mukharrij (pencatat dan periwayat hadis) namun semua jalur periwayatan hadis itu melalui rawi-rawi yang sama, yaitu Amr bin Hamzah bin Usaid, dari Khalaf bin ar-Rabi’, dari Anas bin Malik. Dengan demikian, hadis di atas dikategorikan sebagai hadis gharib mutlaq (benar-benar tunggal).

Menurut para ahli hadis, dadis di atas sangat dhaif dengan sebab kedaifan dua rawi:

Pertama, Amr bin Hamzah. Dia didaifkan oleh para ahli hadis, antara lain Al-Bukhari dan al-‘Uqili berkata, “Hadisnya tidak memiliki penguat (Laa yutaaba’u fii hadiitsihi).” Ibnu ‘Adi berkata, “Ukuran hadis yang diriwayatkannya tidak terpelihara (Miqdaar maa yarwiihi ghair mahfuuzh).”[2]

Kedua, Khalaf Abu ar-Rabi’ Imam masjid Sa’id bin Abu ‘Arubah. Dia dinyatakan majhul (tidak dikenal) oleh para ahli hadis, antara lain Ibnu Khuzaimah berkata, “Jika benar kabar itu, sungguh saya tidak mengenal Khalaf Abu ar-rabi’.” [3] Al-Haitsami berkata, “Pada sanad hadis ini terdapat rawi Abu ar-Rabi, saya tidak mendapatkan orang yang meriwayatkan baginya selain Amr bin Hamzah sebagaimana disebutkan Ibnu Abu Hatim.”[4]

Karena demikian kondisinya sangat tepat bila Syekh al-Albani menilai hadis ini sebagai hadis dh’aif (munkar). [5]

Dengan demikian, hadis ini tidak dapat dijadikan hujjah untuk keyakinan adanya pengampunan dari Allah terhadap setiap muslim pada awal malam bulan Ramadhan’. Karena pengampunan itu tergantung kesanggupan masing-masing individu muslim dalam memenuhi syarat dan ketentuan pengampunan yang telah ditetapkan Allah, yaitu kesadaran tingkat tinggi (iman) dan orientasi tingkat tinggi pula (Ihtisab).

Harapan Ramadhan terjadi sepanjang Tahun

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَاتَ يَوْمٍ وَقَدْ أَهَلَّ رَمَضَانُ: لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا رَمَضَانُ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُونَ السَّنَةَ كُلَّهَا ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ خُزَاعَةَ : يَا نَبِيَّ اللَّهِ ، حَدِّثْنَا ، فَقَالَ : إِنَّ الْجَنَّةَ لَتَزَيَّنُ لِرَمَضَانَ مِنْ رَأْسِ الْحَوْلِ إِلَى الْحَوْلِ ، فَإِذَا كَانَ أَوَّلُ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ هَبَّتْ رِيحٌ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ ، فَصَفَقَتْ وَرَقَ الْجَنَّةِ ، فَتَنْظُرُ الْحُورُ الْعِينُ إِلَى ذَلِكَ ، فَيَقُلْنَ : يَا رَبِّ اجْعَلْ لَنَا مِنْ عِبَادِكَ فِي هَذَا الشَّهْرِ أَزْوَاجًا تُقِرُّ أَعْيُنَنَا بِهِمْ ، وَتُقِرُّ أَعْيُنَهُمْ بِنَا قَالَ : فَمَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ إِلاَّ زُوِّجَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ فِي خَيْمَةٍ مِنْ دُرَّةٍ مِمَّا نَعَتَ اللَّهُ : {حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ} [الرحمن] عَلَى كُلِّ امْرَأَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً ، لَيْسَ مِنْهَا حُلَّةٌ عَلَى لَوْنِ الأُخْرَى ، تُعْطَى سَبْعُونَ لَوْنًا مِنَ الطِّيبِ ، لَيْسَ مِنْهُ لَوْنٌ عَلَى رِيحِ الآخَرِ ، لِكُلِّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ سَبْعُونَ أَلْفَ وَصِيفَةٍ لِحَاجَتِهَا ، وَسَبْعُونَ أَلْفَ وَصِيفٍ…

Dari Abu Ma’sud, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda pada suatu hari dan hilal bulan Ramadhan telah terlihat, ‘Sekiranya para hamba mengetahui apa Ramadhan itu niscaya umatku berharap bulan Ramadhan sepanjang tahun.” Maka seorang laki-laki dari Khuza’ah berkata, ‘Wahai Nabi Allah, ceritakanlah kepada kami.’ Maka Nabi bersabda, “Sesungguhnya surga itu pasti berhias untuk bulan Ramadhan dari penghujung tahun hingga tahun. Apabila pada hari pertama bulan Ramadhan angin berhembus dari bawah Arsy, lalu daun surga bergoyang, maka mata yang jelita memandang kepada hal itu. Lalu ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, jadikanlah bagi kami di antara hamba-hamba-Mu pada bulan ini pasangan yang menyejukan mata kami dan mata mereka.’ Nabi bersabda, “Maka tidak ada seorang hamba pun yang shaum satu hari di bulan Ramadhan kecuali ia diberi pasangan yang bermata jelita (dipingit) di dalam rumah yang terbuat dari mutiara sebagaimana disebutkan sifatnya Allah: ‘(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.  (QS. Ar-Rahman:72) Setiap perempuan mengenakan 70 pakaian yang berbeda-beda warna dan aromanya dan setiap perempuan memiliki 1000 dayang (gadis pelayan) dan 70.000 bujang yang melayani kebutuhannya…” HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Baihaqi. [6]

Hadis di atas diriwayatkan pula oleh Abu Ya’la, al-Mundziri, Ibnu al-Jauzi, dan Abu Sa’id as-Syasyi, namun tercatat bersumber dari sahabat Ibnu Mas’ud, bukan Abu Mas’ud. [7]

Kedudukan Hadis

Meski diriwayatkan oleh beberapa mukharrij (pencatat dan periwayat hadis) namun semua jalur periwayatan hadis itu melalui rawi-rawi yang sama, yaitu Jarir bin Ayyub al-Bajali, dari Asy-Sya’bi, dari Nafi bin Burdah, dari Abu Mas’ud al-Ghifari (atau Ibnu Mas’ud versi riwayat lainnya). Dengan demikian, hadis di atas dikategorikan sebagai hadis gharib mutlaq (benar-benar tunggal).

Hadis di atas sangat dhaif dengan sebab kedaifan rawi Jarir bin Ayyub al-Bajali. Dia didaifkan oleh para ahli hadis, antara lain Al-Bukhari berkata, “Munkar al-Hadits.” Abu Nu’aim, “Kaana yadha’ul hadits (dia memalsukan hadis).” An-Nasai berkata, “Matruk.” [8]

Penilaian Para ulama Terhadap Hadis di atas

Al-Haitsami berkata:

رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى، وَفِيهِ جَرِيرُ بْنُ أَيُّوبَ، وَهُوَ ضَعِيفٌ

“Hadisnya diriwayatkan oleh Abu Ya’la, dan pada sanadnya terdapat rawi Jarir bin Ayyub, dan dia dhaif.” [9]

Ibnul Jawzi berkata:

هذا حديث موضوع على رسول الله صلى الله عليه وسلم، والمتهم به جرير ابن أيوب.

“Ini adalah hadis palsu atas nama Rasulullah saw., dan rawi yang tertuduh dengan pemalsuan itu adalah Jarir Ibnu Ayyub.” [10]

Penilaian yang sama disampaikan pula oleh as-Suyuthi, Asy-Syawkani, dan Syekh al-Albani. [11]

Kesimpulan

Hadis yang berkaitan dengan harapan bahwa Ramadhan terjadi selama setahun karena terdapat berbagai keutamaan seperti disebutkan di atas kedudukannya sangat dhaif, bahkan cenderung palsu, dan tidak dapat dijadikan hujjah untuk keyakinan adanya keutamaan seperti itu.

By Amin Muchtar, sigabah.com/beta

[1] Lihat, HR. Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, III:189, No. 1885, Adh-Dhiya al-Maqdisi, al-Ahadits al-Mukhtarah, VI: 118, No. 2113, ath-Thabrani, al-Mu’jam al-Awsath, V: 158, No. 4935, al-‘Uqaili, adh-Dhu’afa al-Kabir, III:265, No. rawi 1272 (Amr bin Hamzah al-Qaysi), Abu Ya’la, sebagaimana dikutip Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyyah bi Zawaa’id al-Masanid ats-Tsamaniyyah, VI: 37, No. 1008 dan Ithaf al-Maharah bi al-Fawa’id al-Mubtakarah Min Athraf al-‘Asyrah, III: 403, No. 2964

[2] Lihat, At-Tarikh al-Kabir, VI: 325; Ad-Dhu’afa al-Kabir, III:984; al-Kamil fii Dhu’afa ar-Rijal, V: 143.

[3] Lihat, Shahih Ibnu Khuzaimah, III:189.

[4] Lihat, Majma’ az-Zawa’id wa Manba’ul Fawa’id, VII:279.

[5] Lihat, Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wa al-Mawdhu’ah, X:305.

[6] Lihat, HR. Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, III:190-191, No. 1886; Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, V:239, No. 3362.

[7] Lihat, Abu Ya’la, Musnad Abu Ya’la, V:125, No. 5273; al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib, II:355, No. 1765; Ibnu al-Jauzi, Al-Mawdhu’at, II:188-189; Abu Sa’id as-Syasyi, al-Musnad as-Syasyi, II:410, No. 787.

[8] Lihat, Mizan al-I’tidal, II:116.

[9] Lihat, Majma’ az-Zawa’id, III:141.

[10] Lihat, Al-Mawdhu’at, II:188.

[11] Lihat, as-Suyuthi, al-La’ali al-Mashnu’ah fi al-ahadits al-Mawdhu’ah, II:85; Asy-Syawkani, al-Fawa’id al-Majmu’ah fi al-Ahadits al-Mawdhu’ah, hlm. 88; Syekh al-Albani, Dha’if at-Targhib wa at-Tarhib, I:149.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}