Kamis, 13 September 2018 dunia dakwah berduka. Pada hari yang bertepatan dengan 3 Muharram 1440 H ini Ustadz Bendi meninggal dunia. Da’i Persatuan Islam (Persis) di Karang tengah tersebut kini telah beralih ke Akhirat. Persis Garut kehilangan sosok yang sangat karismatik. Umat sangat kehilangan da’i yang sangat pemberani itu.
Ustadz Bendi atau pa Beni merupakan nama yang sangat masyhur di Kabupaten Garut sebelah timur dan Persis secara umum. Gambaran fisik sebenarnya tidak ada yang menarik dari pria kelahiran 1942 ini. Badannya pendek dan kecil. Kulitnya sawo matang. Berat badannya tidak akan melewati 70 kg. Begitupula dalam urusan keduniaan tiada yang dapat dibanggakan dari suami ibu Odah ini. Namun nama Ustadz Bendi sangat terkenal dan disegani. Orang menyebutnya Ustadz Beni, pa Beni atau kolonel Bendi. Ayah dari 11 anak ini malang melintang dalam dakwah di Persatuan Islam.
Dakwah al-Qur`an dan al-Sunnah yang digulirkan Persis memasuki Garut sekitar tahun 1940-an. Melalui pengajian kajian, perdebatan, dan pendidikan Persis bergelora di Garut sejak tahun 1970-an. Kabupaten Garut kala itu jumlah kecamatan dan penduduknya masih sedikit. Di sebelah timur dakwah Persis berpusat di Wanaraja. Di kecamatan yang kini mengalami pemekaran itu terdapat tokoh karismatik yaitu Muallim Ansor dan Ustadz Asep Barhoya. Kepada kedua ustadz tersebut pa Bendi mendalami Persis. Pendalaman itu sebagai tindak lanjut dari penerimaan dakwah al-Qur`an dan al-Sunnah selama beliau berjualan di Bandung. Hal ini ditopang oleh dakwah di Kabupaten Garut yang digelorakan oleh Ustadz Zaenudin, Ustadz Komarudin, Ustadz Jamaludin, Ustadz Syehabudin, Ibu Aminah, dan Ustadz Aceng Zakaria.
Gerakan Persis berdakwah al-Qur`an dan al-Sunnah telah memberi perubahan yang signifikan di Indonesia secara umum dan Garut secara khusus. Namun, tidak semua kalangan dapat menerima kiprah kembali kepada al-Qur`an dan al-Sunnah tersebut. Posisi penolakan kadang berlangsung lama bahkan ada yang sampai akhir pun tetap tidak menerima. Hal ini pula yang dialami oleh Ustadz Bendi dan teman-temannya di Karang tengah. Ajakan kembali kepada tuntunan Sunnah sering disikapi dengan keliru. Ucapan, tindakan, dan sikap dari yang diajak lebih banyak kontranya. Mendakwahkan al-Qur`an dan al-Sunnah ala Persis tersebut sering ditanggapi dengan negatif dan antipati. Namun keadaan demikian tidak menyurutkan langkah dakwah pa Bendi.
Di usia sekitar 40 tahun pa Bendi bergabung dengan Persis. Perkenalan akan al-Qur`an dan al-Sunnah di Persis ini membangkitkan pa Bendi untuk menyampaikannya kepada yang lain. Apa yang diketahui dan diyakininya tersebut ingin dibagi kepada yang ditemui. Setelah ada beberapa orang yang menyambut dakwahnya maka pa Bendi mendirikan masjid. Di kampung Legok nangka ini berdiri masjid Darusyifa. Dari kampung halamannya tersebut ustadz Bendi membangun kekuatan dakwah. Di sebelah utara mesjid didirikan madrasah. Bangunan dua lokal ini digunakan untuk membina anak-anak dalam pengetahuan dan pengamalan agama. Bangunan tersebut didirikan sekitar tahun 1975. Pada tahun 2004 dibuka tingkat Tsanawiyah. Pada tahun 2008 dibuka juga jenjang Muallimin. Kedua jenjang ini didirikan di kampung Panyingkiran menggunakan tanah yang diwakafkan dr.H. Asep Hidayat. Adapun di Legok nangka di samping Madrasah Diniyyah kini telah dibuka juga Pendidikan Anaka Usia Dini.
Keberhasilan dakwah al-Qur`an dan al-Sunnah pa Bendi di Karang tengah tentu tidak mudah. Masyarakat yang masih asing dengan dakwah al-Qur`an dan al-Sunnah pasti sangat sulit untuk menerima. Dalam melakukan dakwah diperlukan berbagai kemampuan memadai. Da’i harus memahami apa yang didakwahkan. Ia pun harus meyakini dan mempertahankannya. Keberanian dan kesabaran merupakan kunci yang tidak dapat ditinggalkan. Istikomah adalah panduan yang akan mengawal dakwah dengan benar dan berlanjut. Berbagai hal yang diperlukan ini terdapat dalam diri pa Bendi.
Ustadz Bendi orang yang pintar, berani, sederhana dan visioner. Meski hanya mesantren dua tahun di Keresek Limbangan tapi semangat dan keilmuannya sangat dalam. Ceramah yang disampaikannya berkualitas. Walau tidak mengenyam bangku pendidikan tinggi namun informasi yang dimilikinya senantiasa up to date. Ketika penulis temui sewaktu dirawat di Rumah sakit swasta di Garut beliau mengajak dialog informasi terkini. Apa yang diketahui dan didalami di Persis ia pertahankan dengan kuat. Keberanian yang ful menjadikan dakwah yang dilakukannya seakan tak beresiko. Setelah mendirikan masjid beliau pun menyelenggarakan jumatan perdana. Reaksi yang tidak menerima menyebabkan ustadz Bendi ditahan di desa selama satu minggu. Namun, berbagai tindakan penyiksaan tidak menyurutkan semangat dan keyakinan pa Bendi.
Di suatu kesempatan pa Bendi beserta seorang temannya dihadang oleh ahli silat yang disuruh untuk mengganggu. Pa Bendi dengan keberaniannya dapat menghadapinya dengan selamat. Sementara temannya dilempar ke sawah dengan keras. Akibatnya teman tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan Persis. Halangan dan hambatan kerap ditemui pa Beni, namun kakek 51 cucu ini tidak mundur walau selangkah. Berbagai rintangan tak menghentikan kiprahnya dalam dakwah.
Di tahun 2000 penulis ditakdirkan Allah berjumpa dengan beliau. Melalui Program Latihan Khidmat Jam’iyyah (PLKJ) penulis berkenalan dengan sosok pemberani ini. Program Pesantren Persis jenjang Mu’allimin di Pimpinan Daerah (PD) Persis Garut waktu itu digabungkan. Beberapa pesantren mengikutkan santri kelas 3 Muallimin untuk PLKJ gabungan. Dalam satu kelompok yang berjumlah 15 orang itu terdapat utusan dari 3 sampai 4 pesantren. Saya bersama 14 lainnya tergabung dalam kelompok 20. Kelompok yang dibimbing almarhum Ustadz Dadan Munawwar ini ditempatkan di kampung Legok nangka desa Cihanja. Sejak saat itu penulis mengetahui sepak terjang ustadz Bendi berdakwah melalui Persis.
Sewaktu PLKJ penulis di Legok nangka lembaga pendidikan yang ada hanya Madrasah Diniyyah. Namun kini sudah dilengkapi Tsnawaiyah, Mu’allimin dan PAUD. Pesantren Persatuan Islam (PPI) 213 Darusyifa merupakan pesantren yang dibidani oleh pa Bendi. Meski beliau tidak lama menuntut ilmu di pesantren namun kemauannya kuat untuk mendirikan pesantren. Setiap hari Jumat pa Bendi beserta jamaah mengangkut batu dari sungai Ragadiem ke Panyingkiran. Kondisi jalan yang sangat terjal bukan penghalang kegiatan pengumpulan material tersebut yang kemudian digunakan untuk fondasi dan pengecoran. Di samping itu ustadz bendi pun tidak lelah mengajak para agniya untuk berkontribusi dalam pembangunan pesantren. Jenjang Tsanawiyah dibuka tahun 2004 maka Mu’allimin diselenggarakan tahun 2008. Bila dahulu belajar di Babakan loa Wanaraja kini wasilah pa Bendi anak-anak dapat belajar di Darusyifa dengan jarak yang dekat.
Waktu berlalu nyaris tak terasa. Setelah PLKJ di tahun 2000 penulis sempat berjumpa dengan beliau beberapa kali. Secara khusus teman-teman PLKJ 20 pernah sengaja bersilaturahmi. Yang terakhir dilaksanakan ialah pada tanggal 11 Maret 2018. Ketika di bulan Juli 2018 ustadz Bendi dirawat kami perwakilan kelompok Alhamdulillah sempat menjenguk. Di pembaringan sakit pun beliau masih semangat untuk menggali informasi dan juga sekaligus menasehati. Kami yang hadir seolah-olah sedang berbicara dengan yang sehat. Selepas menjenguk pun kami oftimis bahwa pa Bendi akan kembali sehat. Namun rupanya Allah mentakdirkan kondisinya semakin menurun.
Semenjak kepulangannya dari rumah sakit beliau hanya mampu khutbah Jum’at satu kali. Meski demikian, semangat dan nasehatnya tetap membara. Kepada keluarga dan yang menjenguk ustadz Bendi senantiasa menyampaikan pesan-pesan al-Qur`an dan al-Sunnah. Ustadz Bendi berpesan kepada anak dan keluarganya agar tidak meninggalkan al-Qur`an dan al-Sunnah, harus tetap di Persis sampai meninggal dunia, dan supaya menjaga pesantren. Rupanya tiga hal ini menjadi wasiat terakhir yang didengar keluarga satu hari sebelum beliau meninggal. Di pagi menjelang siang hari Kamis itu keluarga masih sempat mendengar bacaan al-Qur`an dan kalimah thayyibah dari bibirnya. Namun kemudian beberapa saat terhenti. Keluarga pun mendekat. Rupanya malaikat maut sedang menjemput. Keluarga pun mentalkinkan dengan La Ilaha Illa Allah hingga hembusan nafas akhir. In sya Allah husnul khatimah.
Semoga seluruh dosa beliau diampuni, semoga amal salehnya diterima dengan sebaik-baiknya, dan mudah-mudahan keluarga dan muridnya dapat melanjutkan perjuangan-Nya. Amin! (Yusri)
terimakasih telah membgaikan page ini