Persatuan Islam Istri (Persistri), sebagai sebuah organisasi wanita yang telah menapaki usia 79 tahun dalam kiprahnya di tanah air, sejatinya memiliki kontribusi besar dalam penciptaan “ruang kreasi” bagi wanita Sunda untuk menemukan peran yang lebih nyata dalam mendidik anak, keluarga, dan lingkungan, baik dengan nilai-nilai ajaran Islam, adat istiadat Sunda, maupun pendidikan modern.
Kontribusi demikian itu diungkap oleh sosiolog Universitas Pendidikan Indonesia, Siti Komariah, Ph.D, dalam konferensi UPI-UPSI yang digelar di Hotel Concorde Shah Alam Malaysia, dengan tema ”Peranan Wanita Sunda dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat: Studi pada Aktivitas Organisasi Persatuan Islam Istri di Bandung Jawa Barat Indonesia.”
Ia memaparkan bahwa pada di awal abad ke-21, peluang wanita Sunda—di Provinsi Jawa Barat, Indonesia—untuk aktif di pelbagai sektor didukung oleh sikap masyarakat Sunda yang berupaya menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, seperti terungkap dalam ungkapan Sunda: “ngindung ka waktu ngabapa ka zaman” (berfikir, bertindak, dan berwawasan sesuai dengan perkembangan masa). Peranan wanita Sunda saat ini sudah mengalami perubahan dibandingkan dengan dua puluh atau tiga puluh tahun lalu yang masih diwarnai oleh adat istiadat yang dapat menghambat aktivitas seorang wanita.
Di kalangan orang-orang tua (karuhun, kolot baheula) masyarakat Sunda, pandangan terhadap wanita didasarkan pada tradisi dan adat-istiadat masyarakat Sunda, yang terungkap dalam beberapa ungkapan seperti “awewe mah teu kudu sakola luhur-luhur teuing, da engke ge balik ka dapur deui” (wanita tidak usah bersekolah tinggi-tinggi sebab pada akhirnya akan kembali lagi ke dapur); “Awewe mah tara cai ka Batawi” (seorang isteri tidak usah bekerja keras karena ada suami); “Isteri mah dulang tinande” (isteri mesti mengikuti suaminya), dan “Awewe mah heureut lengkah” (wanita terbatas dalam melakukan aktivitas). Namun, saat ini telah mengalami banyak perubahan karena banyak wanita Sunda yang berpendidikan tinggi dan banyak pula yang bekerja di sektor publik.
Jika dulu wanita hanya berperan di lingkungan rumah saja, seperti dalam ungkapan ”tempat awewe mah di dapur, sumur, jeung kasur” (tempat perempuan di dapur, sumur, dan kasur); akan tetapi saat ini wanita berperan tidak hanya di dalam rumah saja tetapi juga di lingkungan pekerjaan di luar rumah atau pekerjaan formal. Peranan wanita Sunda sekarang tidak lagi mencakup tugas-tugas tradisional sebagai isteri dari suaminya atau ibu dari anak-anaknya, akan tetapi di samping berperan dalam tugas-tugas tradisionalnya, juga memegang karier atau bekerja di pelbagai bidang.
Saat ini, banyak wanita telah keluar dari suasana rumah dan keluarga, baik untuk merintis karier di dunia kerja maupun dalam memberi sumbangan yang berguna dan berarti dalam pembangunan masyarakat dan bangsanya. Dalam konteks peran gandanya sebagai ibu, isteri, dan profesional yang mempunyai pendapatan tetap, wanita telah menjadi sumber potensi di sekitarnya. Banyak kaum wanita Sunda yang menduduki kedudukan di lembaga birokrasi sebagai pegawai negeri, anggota parlemen, dan dunia usaha. Selain itu banyak wanita Sunda yang aktif pada pelbagai organisasi massa dan organisasi politik, serta banyak pula yang menjadi anggota tentara dan polisi.
Faktor-Faktor Pengubah Peranan Wanita Sunda
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan peranan wanita Sunda. Pendidikan telah mempengaruhi perubahan peranan wanita Sunda di Kota Bandung. Pendidikan telah memberikan kesempatan yang terbuka dan luas dalam mencapai kesetaraan dengan kaum lelaki. Pendidikan yang dicapai oleh wanita telah memberikan dampak pada wawasan ilmu yang lebih unggul serta kemampuan wanita untuk berperanan dalam lingkungan masyarakat.
Pengaruh pendidikan terhadap peranan wanita dalam keluarga dan pencarian nafkah diungkapkan Sajogyo (1983:14) bahwa dengan mendapat kesempatan yang sama bagi kaum lelaki dan wanita dalam bidang pendidikan, maka peranan wanita dalam pekerjaan dan pencarian nafkah akan terlihat nyata. Ester Boserup (1984:129) menyatakan bahwa pendidikan akan memperbaiki status, kemampuan, dan keahlian wanita. Di samping itu, pendidikan juga meningkatkan aspirasi dan harapan seorang wanita akan penghasilan dan kehidupan yang lebih baik, dan hal ini mendorongnya untuk masuk ke dalam angkatan kerja. Sejalan dengan itu, Mardikanto (1990:75) menyatakan bahwa wanita yang memiliki keunggulan (pendidikan, keterampilan, modal, relasi, dan lain-lain) merasa lebih efisien untuk meniti karir berbanding jika hanya melakukan pekerjaan rumah tangga.
Menurut Mardikanto (1990:89) ada pelbagai faktor yang mendorong wanita untuk melakukan pekerjaan di luar rumah, yaitu: Pertama, alasan ekonomi untuk menambah pendapatan keluarga (family income), terutama jika penghasilan suami relatif kecil, atau isteri memiliki keunggulan tertentu sehingga merasa lebih efisien jika separuh waktunya digunakan untuk berkarir daripada hanya melakukan pekerjaan rumah tangga; Kedua, untuk mengangkat status dirinya atau memperoleh kekuasaan lebih besar di dalam kehidupan rumah tangganya. Alasan ini didukung oleh pernyataan Galbraith (1973) yang mengungkapkan bahwa kekuasaan atau status seseorang di dalam rumah tangganya tergantung kepada besarnya sumbangan (ekonomi) yang diberikan bagi pendapatan keluarganya. Semakin besar sumbangan yang diberikan, maka status atau kekuasaannya di dalam hidup berumah tangga akan semakin besar pula; dan Ketiga, adanya motif intrinsik (yang datang dari dalam dirinya sendiri) untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia yang mampu berprestasi dan hidup mandiri baik dalam keluarga maupun di dalam kehidupan masyarakatnya (Robinson, 1978).
Killian (1971:29) mengemukakan beberapa alasan wanita bekerja, antara lain; (1) wanita memerlukan uang; (2) wanita ingin menambah penghasilan keluarga untuk meningkatkan taraf hidup; (3) wanita ingin mencari keamanan dan mendapat faedah; (4) wanita diperlukan sebagai sumber tenaga kerja; (5) wanita senang berjumpa dengan orang banyak dan merasa hidupnya lebih berfaedah; (6) wanita berharap mendapatkan suami; (7) wanita ingin menyumbangkan tenaganya untuk keperluan keluarga dan masyarakat; dan (8) wanita ingin menyatupadukan kerja dan kepentingan rumah tangga.
Kemajuan peranan wanita Sunda disokong pula adanya kebijakan Negara (Indonesia) terhadap peningkatan Sumber Daya Manusia seperti perbaikan derajat kesehatan, tingkat pengetahuan, dan keterampilan serta kemampuan daya beli masyarakat.
Peningkatan peranan wanita juga telah menjadi isu politik yang penting, terlebih pada masa pemerintahan Presiden Soeharto (1973-1997). Pada tahun 1978 Pemerintah Indonesia memasukkan kebijakan perempuan dalam GBHN yang populer dengan kebijakan ”peran ganda perempuan.” Kebijakan ini berdasarkan asumsi bahwa selama ini kaum perempuan karena hanya berperan sebagai isteri dan ibu, dianggap tidak mempunyai peranan atau tidak memberikan kontribusi apa pun dalam pembangunan. Karena itu kaum perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor publik dengan tetap menjalankan fungsinya sebagai isteri dan ibu (Katjasungkana, Hadiz, 1998; Poerwandari dan Hidayat, 2000:10-11).
Keadaan ini memberikan pengaruh yang cukup besar pada kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik di Indonesia pada masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Wanita yang menjadi sumber tenaga pembangunan, pada dasarnya harus dapat membebaskan diri dari inferioritas dan ketergantungannya terhadap orang-orang di sekitarnya. Adanya kenyataan ini berarti kaum wanita harus ikut berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wanita diberi kesempatan untuk mengambil lebih banyak tanggungjawab pembangunan bangsa atas kesadaran, kemauan, dan kemampuannya sendiri. Wanita tidak lagi hanya sekedar dipandang sebagai second class citizen (Salim, 1987) dan subordinasi daripada kekuasaan pria, tetapi wanita adalah rekan sejajar kaum pria di dalam memecahkan dan menyelesaikan pelbagai masalah pembangunan dewasa ini. Pemerintah Indonesia memberikan peranan yang besar kepada wanita dengan diangkatnya seorang menteri urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang mengkoordinasikan dan membina usaha-usaha bagi peningkatan peranan dan partisipasi wanita dalam segala bidang pembangunan (Yusuf, 2000:3).
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009, sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2004-2009 dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peranan wanita serta kesejahteraan dan perlindungan anak adalah: (1) terjaminnya keadilan gender dalam berbagai perundangan, program pembangunan, dan kebijakan publik; (2) menurunnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara wanita dan lelaki; (3) menurunnya tindak kekerasan terhadap wanita dan anak; serta (4) meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia mengenai prioritas dan arah kebijakan pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peranan wanita serta kesejahteraan dan perlindungan anak adalah:
(a) Meningkatkan keterlibatan wanita dalam proses politik dan jabatan publik; (b) Meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta bidang pembangunan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum wanita; (c) Meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap wanita dan anak; (d) Menyempurnakan perangkat hukum pidana yang lebih lengkap dalam melindungi setiap individu dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga; (e) Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak, dan (f) Memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di segala bidang, termasuk pemenuhan komitmen-komitmen internasional, penyediaan data dan statistik gender, serta peningkatan partisipasi masyarakat (Peraturan Presiden, No.7 tahun 2005).
Peningkatan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan dan anak dilanjutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 dengan prioritas pada:
- Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan; dan
- peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak (Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010).
Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan melalui penerapan strategis pengarusutamaan gender, termasuk mengintegrasikan persfektif gender ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran di seluruh kementrian dan lembaga. Fokus prioritas ini bertujuan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan peranan perempuan dalam pembangunan, serta peningkatan perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan. Sedangkan peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, diagendakan melalui:
- Penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak
- Peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak
- Peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak
- Peningkatan koordinasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak.
Fokus prioritas tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, serta meningkatkan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, pelaksanaan peningkatan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak didukung oleh: (a) peningkatan kualitas manajemen dan tata kelola pembangunan bidang kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; (b) sistem manajemen data dan informasi tentang gender dan anak; dan (c) peningkatan koordinasi dan kerjasama lintas bidang, lintas sektor, lintas program, lintas pelaku, dan lintas kementrian/lembaga.
Peran Persistri Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Meningkatnya aktivitas dan kemampuan wanita untuk terlibat dalam pembangunan di lingkungan masyarakat Sunda dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lainnya tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan Dewi Sartika sebagai pelopor wanita Sunda yang bergerak di bidang pendidikan. Dewi Sartika telah mengubah sejarah kaum wanita Sunda dengan mendirikan sekolah yang diberi nama Sakola Isteri. Pendirian Sakola Isteri ternyata membawa dampak yang positif bagi majunya wanita Sunda. Perubahan ini didukung pula oleh sikap masyarakat Sunda yang adaptif terhadap perubahan zaman seperti dalam ungkapan Sunda: “ngindung ka waktu ngabapa ka zaman” (berpikir, bertindak, dan berwawasan sesuai dengan zaman).
Salah satu organisasi yang mendorong perubahan peran wanita Sunda agar bergerak aktif dalam bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan adalah organisasi Persatuan Islam Istri (Persistri), sebuah organisasi wanita yang didirikan pada tanggal 11 Syawal 1355 H. bertepatan dengan 25 Desember 1936, kurang lebih 13 tahun setelah Persis (Persatuan Islam), sebagai organisasi induknya, berdiri. Organisasi ini mendedikasikan pada peranan wanita dalam pendidikan anak, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Berbagai aktivitas dilakukan, baik melalui ceramah keagamaan, diskusi publik, seminar, dan mendirikan sekolah taman kanak-kanak. Dalam organisasi inilah, wanita Sunda menemukan peran yang lebih nyata dalam mendidik anak, keluarga, dan lingkungan baik dengan nilai-nilai ajaran Islam, adat istiadat Sunda, maupun pendidikan modern.
Persistri berperan dalam membantu Persis untuk mengembangkan bidang pembinaan perempuan terutama yang berusia di atas 35 tahun. Persistri dibina oleh organisasi induknya, yaitu Persatuan Islam (Persis) sebagai pelopor perjuangan dalam bidang keperempuanan dengan hak otonomi sebagaimana tertuang dalam Qanun (Anggaran Dasar) Persis.
Persistri didirikan untuk melaksanakan rencana jihad Persis dalam masalah pendidikan, dakwah, dan kemasyarakatan di kalangan perempuan. Peran ini sesuai dengan visi Persistri, yaitu “terciptanya masyarakat perempuan yang berpegang teguh pada Syariat Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.” serta misinya “syariat Islam tersebar merata dan diamalkan dalam segala aspek kehidupan seluruh anggota Persistri.” Anggota Persistri dibina dan diarahkan agar mampu memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara kaffah (sempurna) serta menjadi contoh teladan yang sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah dalam masalah ibadah, aqidah, muamalah, serta akhlak dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.
Sejak didirikan pada tahun 1936 hingga sekarang, Persistri telah dipimpin oleh 6 orang yang memimpin rencana jihadnya, yaitu Hj. E. Mariam Abdurrahman (1936-1956); Hj. Hodijah Muchtar (1957-1980); Hj. Euis Tasriyah Emam (1980-1990); Hj. E. Aisyah Wargadinata, Lc. (1990-2000); Hj. R. Rokayah Syarief (2000-2005); Dra. Titin Suprihatin, M.Hum (2005-2015) serta Dra. Lia Yuliani, M. Ag. (2015-2020)
Para pemimpin Persistri di seluruh jenjang organisasi dari tingkat pusat sampai ke cabang-cabang berusaha keras agar anggota Persistri memahami ajaran Islam melalui pendidikan, latihan, dan dakwah, serta berupaya keras untuk mempermudah aggota dalam melaksanakan ajaran Islam secara kaffah dengan berbagai macam upaya sebagaimana tertuang dalam nidzam jam’iyah Persistri.
Persistri memiliki Program Kerja yang disebut Program Jihad yang dievaluasi lima tahun sekali. Dalam Program Jihad Persistri tahun 2005-2010, ditetapkan empat landasan program utama, yaitu:
- Memberdayakan dan mengembangkan potensi jam’iyyah (organisasi) demi terwujudnya jam’iyyah sebagai miniatur kehidupan Islam;
- Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam di kalangan anggota khususnya dan muslimah umumnya, sehingga tercipta al-mar’atush shalihah;
- Meningkatkan kesadaran muslimat untuk bermu’amalat secara jama’i dalam segala aspek kehidupan;
- Melakukan penelitian dan pengkajian ilmiah keislaman dalam rangka memelihara dan mengembangkan ruhul jihad.
Keempat landasan program jihad itu, dijabarkan ke dalam beberapa bidang, mulai dari bidang kesekretariatan, bidang perbendaharaan, bidang jam’iyyah (organisasi), bidang tarbiyah (pendidikan), dan bidang maliyah (ekonomi dan sosial kemasyarakatan).
Secara khusus program pembinaan kaum wanita dalam meningkakan kualitas pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat diselenggarakan oleh Bidang Tarbiyah, dengan beberapa program utama antara lain:
- Menciptakan para pendakwah wanita (muballighat) yang profesional dan memiliki kompetensi melalui pembinaan intensif para muballighat di seluruh jenjang organisasi dengan materi-materi dakwah yang aktual seperti penangkalan pemikiran gerakan pemurtadan, sekularisasi, dan liberalisasi pemikiran;
- Pengembangan dakwah dan pembinaan kepada kaum perempuan dan masyarakat;
- Melakukan seminar, diskusi, pengkajian, dan penelitian ilmiah keislaman;
- Meningkatkan kuantitas dan kualitas Raudhatul Athfal(Taman Kanak-Kanak) dalam menanamkan kebiasaanakhlakul karimah (akhlak yang baik) dan pengembangan kemampuan dasar Pendidikan Agama Islam (PAI), bahasa asing, serta pengenalan sains sejak dini;
- Melakukan pelatihan dakwah, life skill, dan pelatihan keluarga sakinah menuju perempuan sholihah;
- Meningkatkan peran bidang konsultasi keluarga.
Dalam menciptakan para pendakwah wanita (muballighat) yang profesional dan memiliki kompetensi, Persistri menyelenggarakan berbagai pelatihan dan pembinaan intensif bagi para muballighat. Pelatihan yang diselenggarakan antara lainTamhiedul Muballighat, berupa kursus singkat para pendakwah wanita sekitar tiga bulan. Materi-materi dakwah diberikan kepada para peserta kursus, tidak hanya materi Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga isu-isu aktual seperti penangkalan pemikiran gerakan pemurtadan, sekularisasi, dan liberalisasi pemikiran. Melalui kursus singkat yang diikuti oleh paramuballighat Persistri, mereka dapat mendakwahkan ajaran Islam yang tidak hanya bermanfaat bagi diri dan keluarganya tetapi juga masyarakat luas pada umumnya.
Melalui peran para muballighat Persistri yang berdakwah hingga ke pelosok-pelosok desa di Jawa Barat, kaum wanita Sunda mendapat pencerahan, pemahaman, dan perluasan informasi. Melalui peran para muballighat Persistri inilah kaum wanita Sunda yang semula tetap berpegang pada adat istiadat yang mengekang kebebasan kaum wanita, berubah menjadi lebih adaptif dan terbuka kesempatan untuk mengembangkan potensi diri, baik mengejar tingkat pendidikan setinggi mungkin juga berperan ganda sebagai pekerja di luar rumah.
Pengembangan dakwah dan pembinaan kepada kaum perempuan dan masyarakat menjadi program kerja berikutnya. Persistri sebagai organisasi perempuan yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah lebih mengarahkan perhatian dan program kerjanya di bidang pendidikan dan dakwah. Persistri juga seringkali melakukan seminar, diskusi, pengkajian, dan penelitian ilmiah keislaman. Berbagai topik seminar dan diskusi, terutama yang berkaitan dengan aktivitas perempuan, keluarga sakinah, dan masalah-masalah sosial, seringkali digelar untuk memberikan pencerahan dan pencerdasan kepada kaum perempuan. Dengan cara inilah, kaum wanita Sunda lebih tercerahkan pemahaman dan wawasannya.
Secara khusus, Persistri memberikan perhatian pada upaya meningkatkan kualitas dan kualitas Raudhatul Athfal atau Taman Kanak-Kanak. Persistri mengelola Raudhatul Athfal sebanyak 285 dan Taman Kanak-kanak sejumlah 28. Taman Kanak-Kanak yang dikelola Persistri lebih menekankan pada upaya menanamkan kebiasaan akhlakul karimah (akhlak yang baik) bagi anak-anak. Taman Kanak-Kanak yang dikelola ibu-ibu Persistri merupakan penyemaian awal nilai-nilai keIslaman kepada anak-anak usia dini. Penanaman akhlakul karimahpada anak-anak, merupakan bagian dari pengembangan kemampuan dasar Pendidikan Agama Islam (PAI).
Di lembaga ini diajarkan dan ditanamkan berbagai aturan seperti makan, minum, tidur, bermain, tatakrama dan sopan santun lepada orang tua atau kepada orang yang lebih tua, pengenalan Ibadan seperti berdoá, latihan shalat, dan diperkenalkan pula tata cara berbahasa yang halus. Untuk lebih meningkatkan kualiti lembanga pendidikan Taman Kanak-Kanak diberikan pula pengenalan bahasa asing, terutama bahasa Arab, serta pengenalan sains sejak dini. Karena ituRaudhatul Athfal atau Taman Kanak-Kanak merupakan lembaga yang ikut serta mendidik anak sehingga mempunyai landasan kepribadian yang baik sebagai bekal kelak menjadi anggota masyarakat.
Untuk meningkatkan kualitas kaum wanita Sunda, maka Persistri memberikan ruang selain melakukan pelatihan dakwah, juga diberikan life skil, dan pelatihan keluarga sakinah menuju perempuan sholihah. Dalam kaitan ini, peran lembaga konsultasi keluarga menjadi penting dan menjadi salah satu ujung tombak bidang tarbiyah.
Melalui organisasi Persistri, wanita Sunda secara sadar mengakui nilai-nilai Islam sangat penting dan memiliki peranan yang strategis dalam menanamkan nilai moral, etika, norma, serta spiritual etnis Sunda khususnya di kota Bandung. Masyarakat Sunda pada umumnya adalah masyarakat yang religius, di mana agama menjadi ageman atau petunjuk hidup yang membimbing dan mengatur perilaku masyarakat, sehingga agama mesti diamalkan dalam kehidupan darigama (kehidupan sehari-hari). Karena itu wanita berperan penting dalam meningkatkan kualitas ketaqwaan dan sumber daya manusia di lingkungan keluarga, sebab keluarga sebagai penghubung anak dengan Tuhannya sekaligus kehidupan dan norma-norma sosial sehingga anak menjadi pribadi yang taat beribadah, berperilaku baik, dan siap menjadi anggota masyarakat yang bermartabat.
Pendidikan di lingkungan keluarga Sunda telah dimulai sejak dini, dengan menggunakan wejangan, cerita, baik lisan, maupun tulisan, peribahasa, pepatah, perintah; prosedurnya menggunakan imitasi (peniruan) dan identifikasi (kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan fihak lain). Pada masyarakat Sunda yang mayoritas beragama Islam beranggapan bahwa kepribadian anak mulai terbentuk ketika dalam kandungan ibunya, bahkan sebelum nikah seseorang dalam mencari pasangan hidupnya sudah mulai menentukan bakal kepribadian anak yang diinginkan, yaitu anak yang bisa menyelaraskan diri dengan standar, nilai, kebiasaan, sehingga dapat bertingkah laku sesuai dengan pengharapan masyarakatnya.
Di antara pengharapan orang tua terhadap anak, merupakan suatu pola kepribadian yang tersirat dalam kata-kata simbolik di antaranya “cageur, bageur, bener, pinter”, yaitu anak yang sehat, jujur, benar, dan pandai membawa diri di dalam hidup bermasyarakat. Perkembangan zaman membawa akibat betapa pentingnya pendidikan bagi masyarakat Sunda. Oleh sebab itu, orang Sunda menekankan pentingnya pendidikan bagi anak, seperti terungkap dalam ucapan orang tua kepada anak-anaknya, “nuntut elmu teh wajib hukumna” (menuntut ilmu itu wajib hukumnya); “tuntut elmu sanajan ka nagri Cina” (tuntutlah elmu sekalipun ke negeri Cina); dan “diajar sing junun da elmu mah moal ridu mamawa” (belajarlah dengan rajin karena memiliki ilmu pengetahuan tidak akan susah membawanya). Masyarakat Sunda pun mengakui pentingnya ilmu untuk kehidupan di dunia dan akhirat, seperti dalam ungkapan “ilmu tuntut dunya siar” (carilah ilmu, dan perolehlah dunia).
Pendidikan yang dilakukan di lingkungan keluarga berupa perilaku bergantung pada kemampuan diri (self reliance); perilaku bertanggung jawab (responsibility); perilaku yang bersifat patuh pada orang tua; dan perilaku ramah dalam pergaulan (sociability); Sejak kecil, anak-anak diajarkan belajar makan dan minum sendiri agar tidak terlalu bergantung pada ibunya, di samping memulai membiasakan anak untuk mandiri.
Penanaman aturan atau norma kedisiplinan tentang cara makan yang baik dilakukan oleh ibu waktu menyuapi makan atau menemani makan, ibu akan memberitahukan, mengingatkan, dan memberi contoh cara makan yang baik menurut aturan agama dan adat istiadat, yaitu sebelum makan, tangan harus dicuci dahulu, sebelum makan membaca doa atau mengucapkan bismillah, makan dengan tangan kanan, sesudah makan membaca doa atau mengucapkanalhamdulillah, mencuci tangan sesudah makan, makan atau minum tidak berdiri, mengunyah makanan tidak boleh mengeluarkan bunyi (ceplak), remeh-remeh (nasi) yang dimakan tidak boleh berceceran, makanan yang diambil harus dihabiskan, dan makan yang berkuah harus memakai sendok.
Aturan lain yang diajarkan pada anak berhubungan dengan perilaku tidur, yaitu harus mencuci kaki sebelum tidur, menggosok gigi sebelum tidur, kencing sebelum tidur, harus berdoá sebelum tidur dan bangun tidur, harus mencuci muka sesudah bangun tidur dan sebagainya.
Aturan yang berhubungan dengan norma masyarakat, sopan santun dalam berucap dan bertindak ditanamkan pula kepada anak sejak dini. Norma-norma dan etika umum yang ditanamkan orang tua kepada anak diwarnai oleh ajaran Islam, di antaranya: harus hormat dan taat kepada orang tua atau orang yang lebih tua dan harus menyayangi adik atau anak yang lebih kecil. Hal ini seperti terungkap dalam ucapan “surga ada di telapak kaki ibu”, “kudu nurut kana piwulang sepuh ngarah salamet” (artinya harus taat kepada nasehat orang tua agar selamat), “ulah ngarempak larangan sepuh bisi tideuha” (jangan melanggar larangan orang tua akan berdosa), “sing bageur ari ka kolot ngarah gede darajat” (artinya harus sayang kepada orang tua supaya mulia kehidupannya). Berbuat baik kepada orang tua dalam etnis Sunda diharuskan karena “indung nu ngandung, bapak nu ngayuga” (ibu yang mengandung, bapak yang memelihara).
Penanaman saling hormat menghormati terhadap sesama, sopan santun seperti terungkap dalam ungkapan “silih asah, silih asuh, silih asih” (artinya saling mengingatkan, mengayomi, dan mengasihi agar tercipta suasana kehidupan yang diwarnai keakraban, kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan), “dulur jeung dulur mah kudu siga gula jeung peueut” (seperti gula dengan nira matang, artinya hidup rukun saling menyayangi, tak pernah berselisih); “harus bersikap baik terhadap orang lain” (ka saha wae urang kudu akur tapi ulah campur teuing sok aya mamalana, artinya kepada siapa saja kita harus baik, harus ramah bersahabat, tetapi jangan terlalu rapat bergaul karena suka berakhir dengan hal yang tidak diinginkan).
Contoh lain, dengan siapa saja jangan mudah berselisih (ulah kawas seuneu jeung injuk), jangan mencari bibit permusuhan (ulah nyieun pucuk ti girang), jangan mengajak orang lain untuk melakukan permusuhan (ulah neundeun piheuleut neda picela), jangan membangkitkan bibit kemarahan (ulah ngadu-ngadu raja wisuna), jangan mengeluarkan perkara yang dapat menimbulkan keburukan (ulah ngaliarkeun taleus ateul); harus dibiasakan mengucapkan salam (assalamuálaikum) bila masuk rumah atau bertamu, menegur terlebih dahulu bila anak berpapasan dengan orang tua, permisi (punten) apabila melewati orang, atau bertamu ke rumah orang lain, harus mengucapkan nuhun atau hatur nuhun, artinya terima kasih jika menerima pemberian atau pertolongan dari orang lain, jika menerima pemberian dari orang lain dengan tangan kanan ataupanangan sae,
Dalam hal etika kekerabatan, orang tua mengajarkan anak untuk memanggil ibu, bapak kepada kedua orang tuanya, sebutan Aa kepada kakak laki-laki, sebutan Teteh kepada kakak perempuan, sebutan Uwa kepada kakak kedua orang tua, sebutan Bibi kepada adik wanita kedua orang tua, sebutan Emang atau paman kepada adik lelaki kedua orang tua, sebutan Nenek atau Nini kepada ibunya kedua orang tua, sebutan kakek atau Aki kepada bapaknya kedua orang tua.
Pendidikan anak dilakukan pula dengan membelajarkan dan mendidik anak dengan ajaran agama dan pelaksanaan ibadahnya seperti pengucapan lafadz adzan, pembacaan doa-doa sebelum dan sesudah makan, doa sebelum dan bangun tidur, doa masuk dan ke luar kamar kecil, doa masuk dan keluar rumah, doa memakai dan melepas baju, doa belajar, doa anak soleh, dan sebagainya. Selain itu pembacaan Al-Qurán, penghapalan surat-surat pendek Al-Qurán dan dibaca dalam sholat, pembelajaran sholat, shaum, shadaqah dalam menyantuni orang-orang yang tidak mampu, dan sebagainya.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tersebut, Ketua Program Pendidikan Sosiologi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial itu, mengambil kesimpulan bahwa perubahan peranan wanita Sunda didukung oleh sikap masyarakat Sunda yang adaptif seperti dalam ungkapan “ngindung ka waktu ngabapa ka zaman” (berfikir, bertindak, dan berwawasan sesuai dengan perkembangan masa). Jika dulu wanita hanya berperan di lingkungan rumah saja, seperti dalam ungkapan ”tempat awewe mah di dapur, sumur, jeung kasur” (tempat perempuan di dapur, sumur, dan kasur); akan tetapi saat ini wanita berperan tidak hanya di dalam rumah saja tetapi juga di lingkungan pekerjaan di luar rumah atau pekerjaan formal.
Lalu ternyata peranan wanita Sunda sekarang tidak lagi mencakup tugas-tugas tradisional sebagai isteri dari suaminya atau ibu dari anak-anaknya; akan tetapi di samping berperan dalam tugas-tugas tradisionalnya, juga memegang karier atau bekerja di pelbagai bidang. Saat ini banyak wanita Sunda yang berpendidikan tinggi dan banyak pula yang bekerja di sektor publik dan memiliki pendapatan tetap. Kemudian meningkatnya aktivitas dan kemampuan wanita untuk terlibat dalam pembangunan di lingkungan masyarakat Sunda dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lainnya tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan Dewi Sartika sebagai pelopor wanita Sunda yang bergerak di bidang pendidikan. Dewi Sartika telah mengubah sejarah kaum wanita Sunda dengan mendirikan sekolah yang diberi nama Sakola Isteri
Secara khusus, organisasi Persatuan Islam (Persistri) salah satu organisasi perempuan Islam tertua di Jawa Barat, merupakan wadah tempat kaum wanita beraktivitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat dengan cara mensosialisasikan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai budaya Sunda secara dini baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sehingga terbina masyarakat yang mengamalkan ajaran Islam serta arif terhadap nilai-nilai kearifan lokal etnisnya. Secara organisasi, dalam meningkatkan kualitas pendidikan diselenggarakan oleh Bidang Tarbiyah, dengan beberapa program utama antara lain: (1) menciptakan para pendakwah wanita (muballighat) yang profesional dan memiliki kompetensi melalui pembinaan intensif paramuballighat di seluruh jenjang organisasi dengan materi-materi dakwah yang aktual seperti penangkalan pemikiran gerakan pemurtadan, sekularisasi, dan liberalisasi pemikiran; (2) pengembangan dakwah dan pembinaan kepada kaum perempuan dan masyarakat; (3) melakukan seminar, diskusi, pengkajian, dan penelitian ilmiah keislaman; (4) meningkatkan kuantitas dan kualitas Raudhatul Athfal (Taman Kanak-Kanak) dalam menanamkan kebiasaan akhlakul karimah (akhlak yang baik) dan pengembangan kemampuan dasar Pendidikan Agama Islam (PAI), bahasa asing, serta pengenalan sains sejak dini; (5) melakukan pelatihan dakwah, life skill, dan pelatihan keluarga sakinah menuju perempuan sholihah; dan (6) meningkatkan peran bidang konsultasi keluarga. “Aktivitas organisasi Persatuan Islam Istri (Persistri) di Kota Bandung Jawa Barat selama lebih dari 75 tahun telah ikut meningkatkan kualitas pendidikan wanita Sunda baik di lingkungan keluarga dan masyarakat Sunda.”
Diadaptasi dengan perubahan dari reportase Dewi Turgarini, S.S. M.Si.
Editor: Amin Muchtar, Anggota Dewan Hisbah PP Persis Masa Jihad 2015-2020, sigabah.com/beta
Bismillah.. Ustadz, seandainya bisa d share lewat medsos LINE sepertinya dakwah dari sigabah.com bisa lebih maksimal penyebarannya. Brhububg rekan saya lbh senang mnggunakan medsos yg lain. Barakallah ustadz. Jazakallah khair..
Terima kasih atas komentarnya, Insyaa Allah akan kami usahakan pak.