Preloader logo

SIAPAKAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH? (Bagian ke-1)

Mukadimah

Segala puji bagi Allah Rab semesta alam yang telah menunjuki kita semua kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan Allah swt.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam”. Q.s. Ali Imran:102

Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
“Ya Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau memberi kami hidayah.” Q.s.Ali Imran:8

Inilah penjelasan tentang Ahlul Haq yang dalam kenyataan hidup masa kini “diperebutkan” oleh umat Islam sehingga mereka terpecah-belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da’wah) kontemporer dan jama’ah yang berbeda-beda. Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama’ah mana dia harus ikut bergabung agar dapat dikategorikan Ahlul Haq itu. Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus didengar dan dibacanya? yakni ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan sunah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya. Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam: “Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri”, yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya karena Allah telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” Q.s. Al-Hijr:9.

Hal ini tentu merupakan jaminan bahwa senantiasa akan ada segolongan kaum muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana difirmankan Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela …”. Q.s.al-Maidah:54

Dan firman Allah:
هَاأَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمْ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
“Ingatlah kamu ini, orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang bakhil, barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkan- Nya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” Q.s.Muhammad:38

Golongan atau jama’ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw.
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta’la), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian.” H.r. Al-Bukhari dan Muslim( Lihat, Shahih Al- Bukhari, IV:3641, No. hadis 7460; Shahih Muslim Syarah Imam Nawawy, juz XIII, hal. 65-67)

Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin mengenal Islam beserta pemeluknya yang setia harus mengenal Ahlul Haq yang diberkahi itu. Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan ini agar kita bisa mengambil contoh dan berjalan pada jalan mereka dan agar orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.

Sejarah Penamaan dan Gerakan Ahlul Haq

Pada masa kepemimpinan Rasulullah saw. kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana difirmankan Allah swt:
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِي
“Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku.” Q.s. Al-Anbiya:92

Kemudian telah beberapa kali kaum Yahudi dan munafik berusaha memecah-belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah saw., namun mereka belum pernah berhasil. Telah berkata kaum munafiq:
لَا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنْفَضُّوا
“Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar.” Q.s. Al-Munafiqun:7

Yang kemudian dibantah langsung oleh Allah (pada lanjutan ayat yang sama):
وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ
“Padahal milik Allah-lah perbandaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami.” Q.s. Al-Munafiqun:7

Demikian pula, kaum Yahudi pun berusaha memecah-belah dan memurtadkan mereka dari agama Islam.
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنْزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya), ‘(pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada kekafiran’.” Q.s. Ali Imran:72

Walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah berhasil karena Allah menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka. Kemudian mereka kembali berusaha untuk kedua kalinya dalam upaya memecah-belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengibas-ngibas kaum Anshar tentang permusuhan di antara mereka sebelum datangnya Islam dan perang sya’ir diantara mereka. Allah membongkar makar tersebut dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman.” Q.s.Ali Imran:100.

Sampai pada firman Allah:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
“Pada hari yang diwaktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram …..” Q.s. Ali-Imran:106

Kemudian Nabi saw. mendatangi kaum Anshar, menasehati, dan mengingatkan mereka akan nikmat Islam yang mempersatukan mereka, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. (Lihat, Tafsir Ibnu Katsir, I:397 dan Asbabun Nuzul karya Imam al-Wahidy, hal. 149-150)

Dengan demikian gagal pula makar Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan. Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas al-Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firman-Nya:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas …” Q.s. Ali Imran:105

Dan firman-Nya pula:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah ….” Q.s. Ali Imran:103

Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah, seperti dalam salat, shaum, menunaikan haji, dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad saw. pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِيْ
“Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku dan sunnah al-Khulafa ar-Rasyidun yang mendapat petunjuk setelah Aku.” H.r. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. (Lihat, Musnad Imam Ahmad, IV:126-127; Sunan Abu Dawud, V:4607, Sunan at-Tirmidzi, V: 2676, Sunan Ibnu Majah, I:43)

Dan sabdanya pula:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ
“Demi Allah, niscaya umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Satu golongan di surga dan 72 golongan di neraka” Ditanyakan, “Siapa mereka wahai Rasulullah saw?” Rasulullah saw. menjawab, “Al-Jama’ah.” H.r. Ibnu Majah dari Auf bin Malik.

Dalam riwayat at-Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash menggunakan redaksi
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي – رواه الترمذي –
“Yang mengikuti jejak langkahku dan para sahabatku.” H.r. At-Tirmidzi (Sunan at-Tirmidzi, V:26, No. hadis 2641)

Sebagai catatan, hadis terpecahnya umat menjadi 73 golongan diriwayatkan oleh sekitar 10 ahli hadis dari 14 sahabat Rasul, antara lain Abu Huraerah dan Auf bin Malik, dengan sedikit perbedaan redaksi seperti versi Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, II:1322, No. hadis 3992) dan at-Tirmidzi di atas

Setelah Rasulullah saw. wafat, wasiat Rasul itu dipegang teguh oleh para sahabatnya dengan cara memberikan perhatian terhadap sunah-sunah Nabi dan berusaha keras untuk memperolehnya sebagaimana sikap mereka terhadap Alquran. Mereka menghafalkan lafaz-lafaz hadis atau maknanya, memahami dan mengetahui maksud tujuannya berdasarkan petunjuk-petunjuk dari Rasul yang mereka dengar, perbuatan dan persetujuannya yang mereka saksikan, dan berdasarkan pengetahuan mereka mengenai situasi dan kondisi yang melatarbelakangi diucapkannya hadis-hadis itu. Dan, hadis-hadis yang sulit dipahami atau tidak diketahui maksudnya, mereka tanyakan langsung kepada sahabat yang lebih kompeten di bidang itu.

Demikian tinggi perhatian dan kesungguhan mereka untuk menerima sunah Nabi saw. hingga mereka bergiliran mendatangi sesama sahabat. Sikap para sahabat yang demikian itu didasari oleh keyakinan bahwa:
1. Rasul tidak mengucapkan sesuatu atas dasar hawa nafsu atau kemauannya sendiri, tetapi yang diucapkannya itu wahyu yang diwahyukan kepadanya,
2. mencintai Rasul harus melebihi kecintaan mereka kepada diri sendiri,
3. mempelajari sunnahnya akan mendapatkan kenikmatan rohani dan kepuasan batin. Di samping itu, mereka memperoleh jamuan keimanan dan bekal ketakwaan, dan mereka memandang bahwa hal tersebut merupakan jalan menuju surga.

Karena itu tidaklah mengherankan bila kita dapatkan para sahabat sangat serius dan memberikan perhatian penuh untuk mendapatkan dan mendengarkan hadis. Dan, kenyataan demikian itu merupakan aksioma yang tak terbantahkan. Demikian juga mereka berusaha sungguh-sungguh untuk mengajarkan sunah yang mereka terima, karena mereka yakin bahwa sunah itu merupakan (ajaran) agama yang wajib disampaikan kepada tiap generasi.

Untuk itu mereka tidak henti-hentinya melakukan upaya kaderisasi, sebagaimana telah diwasiatkan oleh Rasulullah saw. untuk menyambut thulab al-‘ilm (para santri) dengan baik. Abu Harun al-‘Abdi meriwayatkan, “Apabila kami mendatangi Abu Sa’id al-Khudriyi, beliau senantiasa menyambut kami dengan ucapan, ‘Marhaban bi washiyyatir Rasulillah (selamat datang wasiat Rasul)’ Kami bertanya, ‘Apa wasiat Rasul itu’ Kata Abu Said, ‘Rasul bersabda kepada kami, ‘Setelah aku meninggal akan datang kepada kalian suatu generasi yang hendak mempelajari hadis. Karena itu apabila mereka datang hendaklah kalian bersikap lemah lembut dan ajarkanlah hadis kepada mereka’.” (Lihat, Al-Muhaddits Al-Fashil, hlm.176)

Dalam riwayat at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan redaksi:
وَإِنَّهُمْ سَيَأْتُونَكُمْ مِنْ أَقْطَارِ الْأَرْضِ يَتَفَقَّهُونَ فِي الدِّينِ فَإِذَا جَاءُوكُمْ فَاسْتَوْصُوا بِهِمْ خَيْرًا
Sesungguhnya mereka akan datang kepada kalian dari berbagai penjuru bumi untuk bertafaquhh fid din (memperdalam agama). Karena itu apabila mereka mendatangi kalian hendaklah kalian menyambut mereka dengan baik. (Lihat, Sunan at-Tirmidzi, V:30; Sunan Ibnu Majah, I:91)

Dalam proses tahdziib (memelihara) wasiat Rasul itu, para sahabat mengembangkan berbagai cara, sistem, dan pola pemberdayaan yang beragam. Misalnya Jabir mempunyai halaqah (majelis ilmu) di mesjid Nabawi, di sana ia mendiktekan hadis pada murid-muridnya. Muhamad bin al-Hanafiyyah (W. 80 H/699 M), Muhamad bin Ali al-Baqir (W. 114 H/732 M), Wahab bin Munabbih (W. 114 H/732 M), termasuk murid Jabir yang banyak belajar hadis darinya. Atau Abu Bakar yang senantiasa berupaya mensuplai bahan makanan bagi ashabus suffah (para santri penghuni asrama masjid Nabawi). (Lihat, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, hlm. 26-27)

Itulah kadar perhatian para sahabat terhadap washiyah Rasul. Mereka berani serta ikhlas mewakafkan dan mehibahkan waktu, tenaga, pikiran, dan harta guna tahdzib washiyah Rasul, yakni mempersiapkan para kader ulama sebagai generasi penyambung dan pelanjut perjuangan Rasul, sehingga kaum muslimin tidak kekurangan ahli sebagai pembimbing mereka dalam mengikuti jejak langkah Rasul.

Karena sikap yang mulia itulah lahir penamaan Ahlus Sunnah bagi kaum muslimin yang berpegang teguh pada sunnah Rasul.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}