Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 61 H. Ayahnya Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam, salah satu gubernur terbaik pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah. Ibunya Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab. Jadi Umar bin Abdul Aziz adalah cicit dari Amirul Mu’minin Umar bin Khattab.
Silsilah keturunan Umar bin Abdul Aziz dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa yang terjadi pada masa kekuasaannya. Khalifah Umar bin Khattab terkenal dengan kegiatan “blusukan” pada malam hari tanpa pengawalan dari siapapun. Pada suatu malam beliau mendengar percakapan antara ibu penjual susu yang miskin dengan anak perempuannya :
Ibu: “ Wahai anakku, tambahkanlah air dalam susu ini supaya terlihat banyak.“
Anak perempuan: “Amirul Mukminin telah melarang kita berbuat seperti itu.“
Ibu: “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu.”
Anak perempuan: “Meskipun Amirul Mukminin tidak tahu, tentu Tuhan Amirul Mukminin mengetahuinya.”
Mendengar percakapan itu beliau menangis, betapa mulia hati anak gadis itu. Kemudian Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Ashim menikahi gadis tersebut tanpa melihat status sosialnya. Dari pernikahannya itu lahir seorang anak perempuan bernama Laila. Ketika dewasa Laila menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul Aziz. Selain Umar bin Abdul Aziz, Laila mempunyai anak bernama Ashim, sehingga dikenal dengan sebutan Ummu Ashim.
Ketika Ummu Ashim menyusul suaminya bertugas sebagai gubernur Mesir, Umar bin Abdul Aziz diminta tetap tinggal di Madinah bersama Abdullah bin Umar bin Khattab. Beliau adalah paman dari ibunya, seorang pembesar dari kalangan sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, ahli ibadah dan mempunyai kedudukan terhormat. Di bawah pengasuhannya, Umar bin Abdul Aziz memiliki keimanan kuat dan keilmuan yang tinggi seperti buyutnya Umar bin Khattab.
Setelah ayahnya meninggal dunia, Umar bin Abdul Aziz diasuh oleh paman dari pihak ayahnya, yaitu Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan di Damaskus. Kemudian Umar dinikahkan dengan putrinya, Fatimah binti Abdul Malik. Dari pengasuhan kedua inilah jiwa negarawan Umar bin Abdul Aziz terbentuk.
Pada tahun 87 H. Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai gubernur Madinah, di bawah kekhalifahan Walid bin Abdul Malik. Tahun 91 H., kota Thaif digabung dalam wilayah kepemimpinannya sehingga namanya berubah menjadi Hijaz. Inovasi yang paling penting dilakukan Umar bin Abdul Aziz adalah membentuk majelis permusyawaratan yang terdiri atas ulama-ulama fiqih yang jujur. Dengan melibatkan mereka, setiap masalah yang terjadi di Madinah dapat diselesaikan tanpa melibatkan pemerintahan pusat (Damaskus). Gaya kepemimpinan Walid bin Abdul Malik yang keras, tidak mengenal kompromi dan banyak dipengaruhi sebagian pejabatnya yang zalim, berujung pada pemecatan Umar bin Abdul Aziz.
Kepemimpinan Walid bin Abdul Malik dilanjutkan oleh saudaranya, yaitu Sulaiman bin Abdul Malik. Ia masih sepupu Umar bin Abdul Aziz. Gaya kepemimpinan Sulaiman bertolak belakang dengan Walid. Sulaiman sejalan dengan pemikiran dan pendapat Umar bin Abdul Aziz, sehingga di masa pemerintahannya dia dijadikan menteri dan penasehatnya.
Pada saat sakitnya bertambah parah, Sulaiman menunjuk Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah yang ke-8 dari Bani Umaiyyah. Sulaiman bin Abdul Malik wafat pada tahun 99 H. Pada zaman kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, dia berhasil menyempurnakan kepemimpinan Sulaiman, sehingga keadilan, kesejahteraan, dan keamanan sangat dirasakan oleh masyarakat saat itu. Umar bin Abdul Aziz mampu mengkondisikan negaranya seperti saat dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin. Kesederhanaan, kezuhudan, keadilan, dan keberaniannya menyamai Khulafaur Rasyidin, sehingga banyak yang menyebut Umar bin Abdul Aziz sebagai Khulafaur Rasyidin ke-5.
Selain prestasi tersebut, Umar bin Abdul Aziz mendukung kelestarian hadis. Dia sangat waspada dan sadar bahwa para penghafal hadis semakin sedikit karena meninggal dunia. Dia khawatir hadis-hadis tersebut akan lenyap bersama lenyapnya para penghafal. Umar bin Abdul Aziz berhasil merealisasikan ide dari buyutnya Umar bin Khattab untuk membukukan hadis Nabi dengan bantuan gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, meskipun upaya ini belum sempurna karena keburu wafat tahun 101 H., sebelum Abu Bakar sempat mengirimkan hasil pembukuan hadis kepadanya.
Masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, yang hanya sekitar 3 tahun, dipenuhi dengan kebijakan pembenahan dan reformasi yang dijalankan atas dasar ajaran kenabian. Maka sudah selayaknya seorang pemimpin yang ingin dicintai rakyatnya memiliki dua keutamaan sekaligus, yaitu (1) keutamaan iman dan ilmu, dan (2) keutamaan negarawan.
Sumber: Buletin Humaira, edisi 5, Agustus 2015