Preloader logo

MISTERI “BUKU MISTERI” KANG JALAL (Bagian ke-10)

Masih (6 x) di Tabir (3) “Misteri 1”

Al-Hakim dinilai Syi’ah karena berpaling Dari Mu’awiyyah ???

Imam adz-Dzahabi berkata:

وَلَيْتَهُ لَمْ يُصَنِّفِ الْمُسْتَدْرَكَ فَإِنَّهُ غَضَّ مِنْ فَضَائِلِهِ بِسُوْءِ تَصَرُّفِهِ

Andai saja dia (Al-Hakim) tidak menyusun Mustadraknya, karena dia mengabaikan keutamaan-keutamaannya (Mu’awiyyah) dengan perlakuan yang buruk.” [1]

Dalam karyanya yang lain, adz-Dzahabi berkata:

مَا كَانَ الرَّجُلُ رَافِضِيًّا بَلْ كَانَ شِيْعِيًّا يَنَالُ مِنِ الَّذِيْنَ حَارَبُوْا عَلِيًّا رضي الله عنه وَنَحْنُ نَتَرَضَّى عَنْ الطَّائِفَتَيْنِ وَنُحِبُّ عَلِيًّا أَكْثَرَ مِنْ خُصُوْمِهِ

“Orang itu bukan rafidhiy, namun Syi’iy, ia mencaci orang-orang yang memerangi Ali Ra, sedangkan kita membenarkan kedua kelompok itu, dan kita lebih mencintai Ali ketimbang orang yang memusuhinya.” [2]

Kesimpulan adz-Dzahabi didasari asumsi terhadap sikap al-Hakim yang tidak memuat topik pembahasan tentang manaaqib (sifat-sifat terpuji) Mu’awiyyah dalam kitabnya al-Mustadrak. Sikap ini diartikan oleh adz-Dzahabi sebagai bentuk berpalingnya al-Hakim dari Mu’awiyyah.

Sebagaimana telah kita maklumi bahwa tidak ada penjelasan dari Al-Hakim sendiri tentang faktor penyebab beliau tidak memuat topik manaaqib Mu’awiyyah dalam Mustadrak-nya. Karena itu, faktor ini tidak serta merta menunjukkan bentuk keberpalingan Al-Hakim dari Mu’awiyyah. Jadi, kita dapat nyatakan bahwa adz-Dzahabi berasumsi, dan untuk menguji tingkat akurasi asumsi itu kita perlu melihat alasan yang menjadi dasar setiap asumsi yang ada.

Jika adz-Dzahabi menilai al-Hakim sebagai Syi’ah–sekali lagi, Syi’ah bukan Rafidhah—dengan alasan ia mencela Mu’awiyyah dan kelompoknya yang memerangi ‘Ali, maka alasan ini tentu saja gugur karena adz-Dzahabi sendiri mengetahui faktanya al-Hakim sendiri memuat manaqib para shahabat yang memerangi ‘Ali semisal Thalhah, Az-Zubair, dan ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhum. Misalnya, tentang az-Zubair, al-Hakim membuat judul bab sebagai berikut :

ذِكْرُ مَنَاقِبِ حَوَارِيِّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَابْنِ عَمَّتِهِ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ بْنِ خُوَيْلِدِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قُصَيٍّ

“Penyebutan Manaqib Hawariy (Pengikut Setia) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan putra bibi beliau, yaitu Az-Zubair bin Al-‘Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdil ‘Uzza bin Qushaiy.”

Pada judul ini dicantumkan sebanyak 42 hadis berkaitan dengan Az-Zubair bin Al-‘Awwam. [3]

Berkenaan dengan Thalhah, al-Hakim membuat judul bab sebagai berikut :

ذِكْرُ مَنَاقِبِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ التَّيْمِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

“Penyebutan Manaqib Thalhah bin ‘Ubaidillah At-Taimiy radhiyallaahu ‘anhu.”

Pada judul ini dicantumkan sebanyak 21 hadis berkaitan dengan Thalhah bin ‘Ubaidillah. [4]

Mengenai Aisyah, al-Hakim membuat judul bab sebagai berikut :

ذِكْرُ الصَّحَابِيَّاتِ مِنْ أَزْوَاجِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِنَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُنَّ ، فَأَوَّلُ مَنْ نَبْدَأُ بِهِنَّ الصِّدِّيقَةَ بِنْتَ الصِّدِّيقِ عَائِشَةَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

“Penyebutan shahaabiyyaat (shahabat-shahabat dari kalangan wanita) dari istri-istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan selain mereka radhiyallaahu Ta’aalaa ‘anhunna. Pertama-tama yang akan kami mulai dengan (penyebutan) mereka adalah Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq ‘Aisyah binti Abi Bakr radhiyallaahu ‘anhumaa.”

Pada judul ini dicantumkan sebanyak 35 hadis berkaitan dengan Aisyah. [5]

Merujuk kepada fakta di atas, tentu saja tidak masuk akal untuk dikatakan bahwa Al-Hakim tidak menyebutkan manaaqib Mu’awiyyah dengan asumsi Al-Hakim berpaling darinya karena Mu’awiyyah memerangi Ali, sementara para sahabat Nabi lainnya yang dipandang memerangi Ali justru disebutkan manaaqibnya oleh al-Hakim. Jadi, jika diasumsikan al-Hakim berpaling dari Mu’awiyyah karena Mu’awiyyah memerangi Ali, tentu saja al-Hakim juga tidak akan menyebutkan semua manaaqib para shahabat yang memerangi Ali.

Jadi, tentu ada alasan lain yang begitu kuat menurut Al-Hakim sehingga tidak menyebutkan manaqib Mu’awiyyah. Alasan yang dapat diterima karena al-Hakim tidak mendapatkan hadis shahih, menurut standar shahihnya, yang menunjukkan keutamaan Mu’awiyyah. Alasan yang sama dapat kita cermati pula pada sikap An-Nasa’i terhadap riwayat keutamaan Mu’awiyyah. Hal ini tidak berarti an-Nasai, sebagaimana juga al-Hakim, berpaling dari Mu’awiyyah.

Hal itu diperkuat dengan bukti lain bahwa meski Al-Hakim tidak meriwayatkan hadis tentang keutamaan Mu’awiyyah dalam topik Manaaqib, namun dalam Mustadrak-nya beliau tetap meriwayatkan sekitar 20 hadis yang bersumber dari Mu’awiyyah seraya menshahihkannya, antara lain sebagai berikut:

Pertama, Al-Hakim meriwayatkan melalui sanad Abu Abdillah hingga Muawiyah, dengan teks lengkap sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الْحَافِظُ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ، أَنْبَأَ يَعْلَى بْنُ عُبَيْدٍ، ثنا طَلْحَةُ بْنُ يَحْيَى، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ مُعَاوِيَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ فِي جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلَّا كَفَّرَ عَنْهُ مِنْ سَيِّئَاتِهِ» هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ

“…dari Mu’awiyyah, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda…(hingga akhir hadis). (Lalu Al-Hakim berkata) “Ini hadis shahih menurut kriteria dua Syekh (al-Bukhari-Muslim), dan keduanya tidak meriwayatkan hadis itu.” [6]

Kedua, Al-Hakim meriwayatkan melalui sanad Ali bin Hamsyad al-‘Adl hingga Muawiyah, dengan teks lengkap sebagai berikut:

حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حَمْشَاذٍ الْعَدْلُ، ثنا بِشْرُ بْنُ مُوسَى، ثنا الْحُمَيْدِيُّ، ثنا سُفْيَانُ، ثنا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، قَالَ سَمِعْتُ وَهْبَ بْنَ مُنَبِّهٍ، فِي دَارِهِ بِصَنْعَاءَ وَأَطْعَمَنِي خَزِيرَةً فِي دَارِهِ، يُحَدِّثُ عَنْ أَخِيهِ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا تُلْحِفُوا فِي الْمَسْأَلَةِ، فَوَاللَّهِ لَا يَسْأَلُنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا، فَتُخْرِجُهُ لَهُ مِنِّي الْمَسْأَلَةُ، فَأُعْطِيهِ إِيَّاهُ، وَأَنَا كَارِهٌ، فَيُبَارَكُ لَهُ فِي الَّذِي أُعْطِيهِ» هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ بِهَذِهِ السِّيَاقَةِ

“… dari Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda…..(hingga akhir hadis). (Lalu al-Hakim berkata) “Ini hadis shahih menurut kriteria dua Syekh (al-Bukhari-Muslim), dan keduanya tidak meriwayatkan hadis itu dengan susunan redaksi (siyaq) ini.[7]

Ketiga, Al-Hakim meriwayatkan melalui sanad Abul Abbas hingga Muawiyah, dengan teks lengkap sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثَنَا بَكَّارُ بْنُ قُتَيْبَةَ الْقَاضِي، ثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، ثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، وَكَانَ قَلِيلَ الْحَدِيثِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إِلَّا رَجُلٌ يَمُوتُ كَافِرًا أَوِ الرَّجُلُ يَقْتُلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا» هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ “

“…dari Abu Idris Al-Khaulaniy, ia berkata, “Aku mendengar Mu’awiyyah bin Abi Sufyan, beliau sedikit periwayatan hadisnya, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda…(hingga akhir hadis). (Lalu al-Hakim berkata) “Ini hadis shahih menurut kriteria dua Syekh (al-Bukhari-Muslim), dan keduanya tidak meriwayatkan hadis itu.[8]

Keempat, Al-Hakim meriwayatkan melalui sanad Al-Hasan bin Ya’qub hingga Muawiyah, dengan teks lengkap sebagai berikut:

فَحَدَّثْنَاهُ الْحَسَنُ بْنُ يَعْقُوبَ، الْعَدْلُ ثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي طَالِبٍ، ثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، أَنْبَأَ سَعِيدٌ عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ، عَنْ ذَكْوَانَ أَبِي صَالِحٍ وَأَثْنَى عَلَيْهِ خَيْرًا عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنْ شَرِبُوا الْخَمْرَ فَاجْلِدُوهُمْ، ثُمَّ إِنْ شَرِبُوا فَاجْلِدُوهُمْ، ثُمَّ إِنْ شَرِبُوا فَاجْلِدُوهُمْ، ثُمَّ إِنْ شَرِبُوا الرَّابِعَةَ فَاقْتُلُوهُمْ»

“… dari Mu’awiyyah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda…(hingga akhir hadiss).” [9]

Berdasarkan fakta periwayatan di atas dapat dikatakan bahwa al-Hakim dinilai Syi’I, bukan rafidhiy, dengan asumsi al-Hakim berpaling dari Mu’awiyyah karena Mu’awiyyah memerangi Ali atau alasan lainnya, jika memang ada, merupakan asumsi yang rapuh. Sebab apabila Mu’awiyyah tercela (majruh) dalam pandangan Al-Hakim niscaya al-Hakim tidak akan meriwayatkan hadis Mu’awiyyah dalam Mustadrak-nya, apalagi hadis-hadis Mu’awiyah itu dinilainya sebagai hadis shahih.

Meski demikian terang benderang fakta tentang al-Hakim, namun “kasus menarik” al-Hakim ini tidak menarik perhatian kang Jalal, untuk tidak menyebut: “sengaja diabaikan.” Tampaknya nasehat ulama besar Syiah, Al-Hasan bin Zainuddin al-‘Amili (w. 1011 H), layak saya titipkan buat Kang Jalal, sebagai berikut:

وَطَالِبُ الْحَقِّ الْمُنْصِفِ تَكْفِيْهِ الإِشَارَةُ وَالْمُكَابِرُ الْمُتَعَسِّفُ لاَ يَنْتَفِعُ وَلَوْ بِأَلْفِ عِبَارَةٍ.

“Pencari kebenaran yang objektif cukup dengan isyarat, sementara orang yang mengingkari lagi serampangan tidak akan bermanfaat meski dengan 1000 keterangan.”[10]

Alaa kulli haal, al-Hakim selain tidak tepat dikatakan sebagai Rafidhiy, tidak tepat pula disebut sebagai Syi’i jika penyebutan itu didasarkan pada asumsi sikap berpaling al-Hakim dari Mu’awiyyah.

By Amin Muchtar, sigabah.com/beta

 

 

Lampiran Teks Asli periwayatan al-Hakim (1)

 1

 

Bukti Scan Kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 3, hlm. 440-451, No. hadis 5607-5649, terbitan Dar al-Haramain, Cet. I 1417 H/1997 M, dengan pentahqiq Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’iy.

 

Lampiran Teks Asli periwayatan al-Hakim (2)

2

Bukti Scan Kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 3, hlm. 451-459, No. hadis 5650-5671.

 

Lampiran Teks Asli periwayatan al-Hakim (3)

3

Bukti Scan Kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 4, hlm. 84-95, No. hadis 6793-6827.

 

 

Lampiran Teks Asli periwayatan al-Hakim (4)

 4

Bukti Scan Kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 1, hlm. 492, No. hadis 1286

 

Lampiran Teks Asli periwayatan al-Hakim (5)

5

Bukti Scan Kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 2, hlm. 79, No. hadis 2419

 

Lampiran Teks Asli periwayatan al-Hakim (6)

6

Bukti Scan Kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 4, hlm. 501, No. hadis 8112

 

Lampiran Teks Asli periwayatan al-Hakim (7)

7

Bukti Scan Kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 4, hlm. 525, No. hadis 8199

 

Lampiran “kutipan” Kang Jalal (1)

8

Bukti scan Disertasi doktor Kang Jalal: Asal Usul Sunnah ShahabatStudi Historiografis atas Tarikh Tasyri, hlm. V.


9

Bukti scan Disertasi doktor Kang Jalal: Asal Usul Sunnah ShahabatStudi Historiografis atas Tarikh Tasyri, hlm. V.

Lampiran “kutipan” Kang Jalal (2)

10

Bukti scan Buku kang Jalal: Misteri Wasiat Nabi, hlm. 5.

 

[1]Lihat, Tadzkirah al-Huffazh, 3, hlm. 1045

[2]Lihat, Al-Mu’jam al-Mukhtashsh bi al-Muhadditsin, hlm. 150

[3]Lihat, al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Juz 3, hlm. 440-451, No. hadis 5607-5649, terbitan Dar al-Haramain, Cet. I 1417 H/1997 M, dengan pentahqiq Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’iy.

[4]Ibid, Juz 3, hlm. 451-459, No. hadis 5650-5671.

[5]Ibid, Juz 4, hlm. 84-95, No. hadis 6793-6827.

[6]Ibid, Juz 1, hlm. 492, No. hadis 1286, ditempatkan pada kitaab al-Janaiz, No. Topik 13.

[7]Ibid, Juz 2, hlm. 79, No. hadis 2419, ditempatkan pada kitaab al-Buyu’, No. Topik 19.

[8]Ibid, Juz 4, hlm. 501, No. hadis 8112, ditempatkan pada kitaab al-Huduud, No. Topik 46.

[9]Ibid, Juz 4, hlm. 525, No. hadis 8199, ditempatkan pada kitaab al-Huduud, No. Topik 46.

[10] Lihat, Muntaqa al-Juman, Juz 1, hal. 10.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}