Preloader logo

MEMAHAMI PARENTING TANPA KEKELIRUAN

Kondisi dunia pola asuh atau pendidikan anak saat ini penuh tantangan yang harus di kaji dan diperhatikan secara seksama. Hal ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan jaman masa kini. Semakin majunya peradaban malah melahirkan masalah sosial yang lebih kompleks. Salah satunya tentang pola asuh, banyak orang tua yang merasa kewalahan dalam membimbing putra putri nya.

Disaat kondisi seperti itu munculah ilmu parenting. Ilmu populer yang mengulas tentang kiat pola pengasuhan anak yang baik dan benar. Dengan hadirnya ilmu parenting itu banyak orang tua yang merasa terbantu. Tetapi bila ditanya lebih jauh, pengetahuan kita tentang parenting sebagian besar hanya tahu sampai di sini saja. Tetapi apa itu tepatnya parenting, mungkin kita tidak banyak paham, selain mengenalnya sebagai bahasa Inggris.

Kata “Parenting” mempunyai kata dasar yaitu Parent yang dalam bahasa inggris berarti orang tua. Jika dalam kata dasar bahasa inggris dibelakangnya ditambah “Ing” maka orang itu sedang melakukan pekerjaaan. Contoh cooking yang berarti memasak dan kata dasarnya cook, berarti orang itu sedang melakukan pekerjaan atau aktivitas berupa memasak. Parenting pun sama, berarti sedang melakukan aktivitas berupa menjadi orang tua. Logikanya seperti itu. Berbeda dengan pekerjaan lainnya yang sementara, menjadi orangtua adalah sebuah pekerjaan seumur hidup.

Parenting adalah ilmu tentang mengasuh, mendidik dan membimbing anak dengan benar dan tepat. Dengan konsep dan sajian menarik dari dunia parenting, sehingga bisa membuat daya tarik yang luar biasa untuk kalangan orang tua khusuanya para orangtua muda. Dari mulai seminar, workshop hingga training, berlomba dalam berbagai pendekatan untuk menyampaikan ilmu parenting itu.

Kalau kita telusuri, sesungguhnya asal muasal konsep parenting itu sendiri berangkat dari pemikiran psikologi barat. Tentu saja yang ideologi nya bukan Islam. Terhadap hal ini kita mesti berhati-hati juga ketika kita mendapat ilmu parenting. Jangan dulu kita ambil tanpa mencerna dan mebuat filter terlebih dahulu atas semua ajarannya yang konon begini begitu. Kita harus jeli apakah konsep parenting itu sesuai atau tidak dengan konsep yang ada di dalam Al Quran & Sunnah.

Islam merupakan ajaran yang konferhensif, semua ilmu termasuk ilmu parenting sudah ada konsepnya di dalam Al Quran dan Sunnah. Pertanyaannya lantas mengapa orang tua muslim lebih tertarik pada konsep dari barat dibanding melihat dan mempelajari konsep yang sudah ada lebih dahulu dalam Al Quran dan Sunnah ?

Disini perlu sebuah perenungan. Bila kita cermati saat ini kondisi yang sedang terjadi adalah “krisis tauladan”. Anak-anak muslim kehilangan sosok yang harus di jadikan teladan. Orang tua yang seharusnya menjadi pendidik utama dan yang pertama di rumah, mengalami hal yang sama, merasa hampa dan kewalahan tidak mempunyai bekal ilmu sebagai pijakan untuk mengasuh buah hati mereka.

Oleh karenanya segala asupan tentang parenting diibaratkan sebuah penemuan ilmu baru yang menarik untuk dijadikan suatu rujukan, solusi. Begitu antusiasnya mereka para orang tua muslim lupa akan isi ajaran Islam. Mereka asyik melihat keluar hingga lupa betapa banyak didikan berharga yang Islam miliki. Bukan kah Allah sudah mengutus Rasul untuk menjadi teladan bagi umat nya.

Parenting yang Islami

Siapa bilang Islam tidak punya ajaran-ajaran parenting atau pola asuh yang luar biasa? Di dalam Islam parenting di sebut dengan TARBIYAH. Tarbiyah merupakan metode yang tepat dalam pembentukan individu. Karena itulah Rasulullah Saw benar benar memperketat tarbiyah para sahabat dan generasi pertama muslim. Beliau menyucikan dan mengarahkan perilaku mereka sehingga memiliki akhlak yang mendekati kesempurnaan.

Keberhasilan sebuah praktik tarbiyah dapat kita nilai dari perilaku nyata seseorang. Tak dapat dipungkiri jika dewasa ini kita menyaksikan pola tarbiyah yang benar-benar jauh dari hakikat tarbiyah seperti yang telah kita bahas. Katakanlah ilmu parenting barat itu sebagai sebuah tarbiyah ala dunia modern. Dari tarbiyah modern ini kita tidak menemukan kesempurnaan akhlak dan ruhani.

Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik dinamakan Murobi.

Etimologi Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg berbeda, yakni:

Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.

Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.

Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).

Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:

Proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah masyarakat.

Kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan).

Menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.

Tarbiyah terdiri atas (1) Tarbiyah Khalqiyyat, yakni pembinaan dan pengembangan jasad, akal,jiwa, potensi, perasaan dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyah diiniyyat tahdzibiyyat, pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa menurut pandangan Allah SWT.

Konsep tarbiyah di dalam Al Quran sudah di jelaskan dalam surat Luqman ayat 12-19. Inilah dasar pola pengasuhan yang harus menjadi titik tolak kita sebagai orangtua atau pendidik.

Namun kita tetap harus proporsional, tidak selamanya konsep-konsep parenting itu lantas menjadi buruk. Kita harus telaah apakah sejalan atau bertolak belakang dengan konsep dalam quran dan sunnah. Bilamana sejalan dengan Quran dan Sunnah, silahkan kita adaptasi. Bila bertolak belakang dengan Quran dan Sunnah tentu tidak kita terima. Kita harus menunjukkan jati diri keislaman kita pada generasi penerus kita. Janganlah terburu-buru terpesona dengan ajaran ala barat sebelum menggali lebih jauh pada ilmu dalam Islam. Sebab ternyata Islam sudah lebih dulu mengajarkannya pada kita, namun akibat terjangan informasi barat kita jadi tidak menyadarinya.

Sumber: Buletin Humaira, edisi perdana Maret 2015

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}