Kondisi nilai tukar rupiah terus melunglai hingga ke level Rp14.930 per dolar Amerika Serikat (AS), jauh dari level awal tahun ini yang masih di kisaran Rp13.353 per dolar AS.
Mengamati kurs rupiah, Ekonom Senior Kwik Kian Gie angkat bicara. Menurut dia, pelemahan rupiah saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis di pasar uang. Pelaku pasar mengamati pergerakan rupiah dan melakukan tindakan yang justru semakin melemahkan rupiah.
“Saat ini sebenarnya faktor (pelemahan rupiah) sudah diambil alih oleh faktor psikologis. Itu sudah susah, pasar sudah sulit mengontrol,” katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (4/9).
Kendati demikian, faktor psikologis bukan berarti tak ada batasnya. Dia mengungkapkan, ada saatnya pelaku pasar merasa bahwa level rupiah sudah terlalu lemah, sehingga akan berhenti dengan sendirinya atau kembali ke level wajar.
“Pemerintah jangan memamerkan kepanikannya. Selama ini, pernyataan Bank Indonesia (BI) seperti orang pesimis, walaupun kondisi sebenarnya seperti itu ,tapi jangan dipamerkan, maka pasar akan panik,” ujarnya.
Ia mengungkapkan ada dua faktor yang membuat kondisi ekonomi melemah. Pertama, penguasa dan para pembantunya tidak terlalu paham dengan praktik ekonomi, melainkan hanya fasih menjalankan teori.
Kedua, struktur kebijakan pemerintah saat ini terlalu liberal sehingga spekulasi di pasar keuangan sangat tinggi. Satu pihak berkomentar, kemudian pemerintah bereaksi dan menimbulkan sentimen yang tinggi di pasar keuangan.
“Penguasa tidak paham apa yang dirasakan oleh pelaku di lapangan seperti apa? Mereka mengatur orang di pasar, tapi tidak paham perilaku yang diatur seperti apa. dia mesti mengetahui, kalau urusan moneter, faktor psikologis itu penting,” jelasnya.
Intinya, pemerintah tidak pernah mampu menciptakan devisa. Pasalnya, aktivitas impor tak pernah mengalahkan ekspor. Tak hanya barang industri, tetapi juga bahan pangan.
sigabah.com | cnnindonesia.com