Pada 2 April 2015, Mizan, Nava & Smaradhana Productions merilis film baru berjudul Ada Surga di Rumahmu (ASDR). Film bergenre drama religi karya sutradara Aditya Gumay ini diangkat dari novel berjudul yang sama karya Oka Aurora. Novel best seller itu terinspirasi dari kisah nyata Ustaz Ahmad Al-Habsyi.
Film itu mengangkat kisah Ustadz Ahmad Al-Habsyi yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Dalam film tersebut diceritakan pula pentingnya sosok ayah yang harus bisa mengayomi anaknya. Oka yang juga penulis skenario berpendapat, film tersebut bakal membuat penasaran, mengingat banyak perbedaan dengan cerita di novelnya.
Plot Cerita
Cerita dimulai dengan adegan Ramadhan kecil (diperankan oleh Raihan Khan) yang diminta ceramah di hadapan teman-teman pengajiannya. Ramadhan yang bandel ternyata bisa menyampaikan kisah sahabat nabi, Uwais Al-Qarni, dengan baik sampai ke kutipan kedua, yang bisa jadi membuat sebagian penonton terharu.
Ramadhan yang bercita-cita menjadi penceramah terkenal, dikirim ke pesantren oleh Abuya/ayahnya (diperankan oleh Khairul Budi) dan Umi/ibunya (diperankan oleh Elma Theana). Mereka sedih saat melepas Ramadhan. Namun, Abuya memiliki tekad kuat agar kelak Ramadhan menjadi orang yang sukses dan sangat mengerti tentang agama. Dia pun serius menitipkan Ramadhan kepada Ustadz Athar (diperankan oleh Ustadz Al Habsyi).
Di pesantren, Ramadhan bertemu dengan dua temannya, yang akrab hingga dewasa. Selama belajar di pesantren, banyak adegan haru yang dapat membuat sebagian penonton tak kuat menahan air mata. Di sinilah tampaknya pesan film ini mulai terlihat. Betapa kita selama ini susah payah mencari jalan ke surga, padahal ada “surga” yang sangat dekat, yaitu ibu.
Cita-cita masa kecil Ramadhan untuk menjadi orang terkenal, semakin kuat ketika pesantren digunakan sebagai tempat syuting film. Di sini, Ramadhan yang sudah dewasa (diperankan oleh Husein Alatas) bertemu dengan Kirana (diperankan oleh Zeezee Shahab), yang menjadi salah satu pemeran di film tersebut. Tak disangka, Kirana memberi jalan kesuksesan bagi Ramadhan, untuk menjadi orang terkenal, namun dengan jalan yang berbeda.
Inti utama dari cerita ini hendak membuka mata penonton bahwa kita memiliki ibu, sebagai “lahan” yang mudah untuk mendapatkan surga. Juga, ada ayah yang telah bersusah payah mengusahakan agar kita menjadi “orang”. Cerita dibumbui dengan kisah cinta segitiga, antara Ramadhan, Kirana, dan Naila (diperankan oleh Nina Septiani). Meski cerita tentang kisah cinta segitiga ini tidak terlalu menonjol, namun bagi anak-anak yang mulai peka dalam “merekam jejak dan meniru” kisah ini dapat memberikan pendidikan tidak benar terhadap anak-anak muslim.
Selain cerita yang dipandang bagus dan penuh pesan, penonton juga bisa jadi menikmati setting film ini yang menyajikan keindahan Palembang. Sungai Musi, Jembatan Ampera, dan rumah panggung yang cantik, turut memperindah adegan-adegan dalam film ini. Akting para pemainnya juga dirasakan enak ditonton.
Benarkah Beraroma Syiah?
Tak lama setelah film itu dirilis, beredar rumor di media sosial dan siaran (broadcast) beberapa aplikasi percakapan bahwa film kisah hidup Ustad Ahmad Al Habsyi itu beraroma Syiah. Beberapa pihak berkeberatan dengan tudingan itu. Selain Ustad Ahmad Al Habsyi, Asma Nadia—penulis yang beberapa bukunya diterbitkan Mizan—angkat bicara menjawab rumor syiah itu di akun twitternya. Penulis yang bukunya kerap difilmkan itu menyayangkan aksi sebagian orang yang menyebarkan isu tanpa cek dan ricek terlebih dahulu. Asma sendiri telah menonton dan belum menemukan pesan Syiah di film itu. Selain menyoroti sisi konten, Asma pun mengulas soal produsen, Mizan Grup. Menurut Asma, selama menerbitkan buku di Mizan, ia belum menemukan penyelipan pesan syiah dalam buku-bukunya. “Soal Mizan yang kabarnya syiah, banyak buku saya diterbitkan Mizan dulu, nggak satu pun diacak-acak atau diselipi promo syiah,” tulisnya.
Saran Asma tersebut tampaknya sangat baik untuk direspon. Respon utama tentu saja cek dan ricek terhadap ulasan Asma sendiri. Dalam hal ini terdapat 3 aspek:
(1) Cek n Ricek
Benarkah setiap orang yang menyatakan film ASDR itu bermuatan Syiah tidak melakukan cek n ricek? Sudahkah Asma melakukan cek n ricek terhadap setiap orang yang menyatakan demikian?
(2) Muatan Film ASDR
Menurut Asma, ia telah menonton dan belum menemukan pesan Syiah di film itu. Sejauh mana pengetahuan Asma tentang Syiah? Dan pesan Syiah seperti apa yang Asma cari di film itu?
(3) Status Mizan Grup
Menurut Asma, “Soal Mizan yang kabarnya syiah, banyak buku saya diterbitkan Mizan dulu, nggak satu pun diacak-acak atau diselipi promo syiah.” Sejauh mana pengetahuan Asma tentang modus operandi gerakan Syiah di Indonesia dan afiliasi Mizan dengan Syiah?
Semoga tiga aspek di atas dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai “Syiah” pada suatu “produk” umumnya, film ASDR khususnya, sehingga dapat memenuhi harapan Asma Nadia dan berbagai pihak yang berkeberatan, yang telah menyatakan bahwa “Film ASDR bermuatan Syiah sebagai tuduhan tanpa proses tabayyun (cek n ricek).”
By Amin Muchtar, sigabah.com