Kelompok-kelompok (Firaq) keagamaan yang muncul di tengah-tengah kaum Muslimin, yang ada sejak ribuan tahun yang lalu, di antaranya Syiah Itsna Asyariyah atau Syiah Imamiyah. Kelompok ini mengaku sebagai kelompok yang paling dekat dengan Ali bin Abi Thalib dan ahlul bait, bahkan lebih dari sekedar menghormat, tetapi juga mengagungkan melebihi para sahabat lain, hingga Rasulullah Saw itu sendiri. Munculnya kelompok tersebut sebagai implikasi dari munculnya kelompok Khawarij yang mengecam peristiwa Shiffin dengan arbitrasi (hakam) antara Ali Ra dan Muawiyah Ra. Kaum Khawarij yang semula amat teguh dan membela Ali Ra, berubah menjadi memusuhi dan menganggap bahwa Ali, Muawiyah, dan sahabat-sahabat yang terlibat dalam peristiwa hakam itu, berdosa besar dan kafir maka harus dibunuh. Maka doktrin yang semula politik berubah menjadi teologi, pengkafiran itu membuat Ali Ra terbunuh. Para pengikut Ali yang selanjutnya disebut Syi’atu Aliyin, kelompok Ali Ra inilah yang dengan berbagai macam cara dan usaha membela dan mengangkat segala persoalan yang berkaitan dengannya, bahkan pada putra-putra, sampai ke cucu-cucunya yang selanjutnya disebut Ahlul Bait.
Ahlul Bait, sebagaimana dicitrakan oleh Syiah, ternyata menimbulkan perbedaan di kalangan mereka, sehingga bukan hanya Dua belas Imam, tetapi ada yang menganggap sebelumnya juga sudah selesai dan memunculkan Sabaiyah, Ismailiyah, Fathimiyah, Qaramithah, dan lain-lain yang akhirnya merupakan mazhab Syiah yang banyak itu dan terakhir, bukan paling akhir ada yang disebut Syiah Nushairiyah, sebagaimana yang menguasai Suriah sekarang yang sedang dalam konflik yang belum berhenti. Memang, penghormatan terhadap Ahlul Bait merupakan ajaran Islam, bahkan dalam ibadah selalu terbawa, ketika seseorang membaca Salawat dengan, “Allahumma Shalli Aala Muhammad wa ‘ala ‘Ali Muhammad”. Namun, tidak dibenarkan untuk melebihi yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Kemunculan yang satu pihak memusuhi Ali dan yang lain membelanya habis-habisan, maka muncullah kelompok yang moderat pada semuanya yang disebut dengan Ahlu Sunnah atau sering disebut dengan Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Hiruk pikuk aliran teologi saat itu ditambah dengan adanya kaum Murjiah, Jabariyah, dan Qadariyah atau selanjutnya memunculkan yang disebut Mu’tazilah.
Era politik dan teologi yang berkepanjangan sampai sekarang dengan pendapat-pendapat ulamanya yang amat banyak menyinggung Ahlu Sunnah karena fatwanya yang amat kontroversial, baik terhadap Allah, sebagai Khaliq, Al-Quran, Nabi Saw, Sahabat Ra, Ibadah pada Allah, Umat Islam, merendahkan para Nabi dan Malaikat, merendahkan Ali bin Abi Thalib, dan Al-Quran itu sendiri. Demikian paling tidak ungkapan dan kesimpulan Syaikh Ahmad bin Said Hamdan al-Ghamidi, Prof di Pasca Sarjana Ummul Qura dalam bukunya, “Bara’atu Ahlul Bait minar Riwayat” (Bebasnya Ahlu Bait dari riwayat-riwayat (dusta)). Buku yang terdiri atas 9 jilid kecil itu, mengungkapkan dengan jelas pendapat dan keyakinan para ulama Syiah terhadap Allah dan Rasulnya, Al-Quran, Sahabat, dan Ahlul Bait.
Memang kelompok ini amat eksklusif, yaitu jika khawarij sudah “selesai” dengan caci makiannya pada sahabat tertentu dan memunculkan kelompok yang moderat. Namun, ternyata cacian terhadap sahabat, orang beriman dari mazhab lain, cacian, hujatan, takfir (pengkafiran) makin lama makin berkembang, bahkan umat Islam selain mereka disebut Kaum Nashibi yang halal darahnya, sementara kaum khawarij yang ghulat (berlebihan) sudah amat sedikit, sebagaimana yang tinggal di kesultanan Oman, Zanzibar, dan beberapa negara Afrika Utara pun sudah banyak yang moderat. Mereka hanya mengkafirkan Ali, Muawiyah, dan sahabat yang telibat dalam peristiwa hakam (arbitrase itu). Kelompok yang disebut Syiah Imamiyah-Jafariyah—pengakuannya, sebagai Pembela Ahlul Bait, ternyata jauh dari ajaran Ahlul Bait itu sendiri dan ini pula memunculkan Mazhab Syiah yang amat banyak itu, menurut seorang ahli lebih dari tujuh puluh aliran atau firqah. Syiah Imamiyah bahkan amat menghina Allah dan Rasulnya, termasuk Quran, dan malaikat dengan alasan menggunakan Ali dan Ahlul Bait.
Inilah beberapa cacatan yang tercantum dalam kitab-kitab yang disusun oleh ulama mereka:
- Memutuskan hubungan dengan para Sahabat Nabi Saw.
Pernyataan ini tercantum Kitab al-Ikhtishash hal. 10, Biharul Anwar vol. 28., hal. 239, Qamusu ar-Rijal,vol, 10 hal. 228, dan lain-lain. Tuduhan pada para Sahabat sebagai berikut: Murtad orang-orang itu, kecuali tiga orang”. Selanjutnya antara lain dalam Al-Kafi vol. 8, hal. 245, Tafsir as-Shafi, vol. 1, hal. 389, yang katanya dari al-Baqir: “Adalah orang-orang itu murtad sesudah (wafat Nabi Saw) kecuali tiga orang; ketiga ditanyakan, yang dijawabnya, Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi”.
- Merendahkan para Nabi, Malaikat, dan Ali Ra.
- Pernyataan bahwa para Imam memiliki kedudukan dari para Nabi.
Pernyataan ini tercantum dalam kitab Mustathrafus Sara’ir hal. 575 dan Biharul Anwar, vol. 27, hal. 575: “Tidak ada seorang Nabi pun, tidak juga (keturunan) Adam, manusia, jin, dan tidak juga Malaikat yang ada di langit dan di bumi, kecuali kami adalah argumen-argumen buat mereka. Tidaklah Allah menciptakan suatu ciptaan kecuali telah ditampilkan wilayah kami kepadanya dan berargumen kepada kami atasnya. Maka ada yang percaya dan menolaknya sampai langit-langit dan bumi”.
- Pernyataan seluruh ciptaan tergantung pada Rasul Muhammad saw dan Ahlul Bait.
Pernyataan dalam muqaddimah kitab Tafsir Miratul Anwar wa Misykatul Asrar, hal. 31 pada bab 5 yang berjudul, Al-Fashul Khamis fi anna Rasulallah wal Aimmah illatu khalqi khalqi. Fasal lima bahwa Rasulullah saw dan para Imam adalah alasan (Allah) menciptakan makhluk”.
2. Pernyataan bahwa Ali bin Abi Thalib Ra, hafal seluruh kitab nabi waktu dilahirkan, lebih dari Nabi-nabi terdahulu.
Pernyataannya tercantum dalam kitab Raudhatul Waidin hal. 48, Biharul Anwar, vol. 35, hal. 22, dan Holayatul Abrar, vol. 2, hal. 58: “………….Kemudian, Ali membaca Taurat Nabi Musa, hingga seandainya Musa ada, pasti ia mengakui bahwa Ali lebih hafal daripadanya. Kemudian Ali membaca Zabur Nabi Dawud, hingga seandainya Dawud ada, pasti mengakui bahwasanya Ali lebih hafal daripadanya. Selanjutnya, dibaca pula Injil, hingga seandainya Isa ada Ali lebih hafal daripadanya. Lalu ia membaca al-Quran, aku temukan Ali—kata Nabi– hafal seperti hafalanku saat ini, dengan tidak terdengar ayat yang dibacanya”.
- Memutuskan hubungan dengan al-Quran
Alquran yang sekarang ada dinilai tidak orisinal karena hasil persekongkolan sahabat-sahabat Rasulullah saw, seperti Abu Bakar, Umar, Abdullah bin Amr, dan lain-lain, sehingga banyak lafal-lafal yang dibuang, dan juga surat-surat dihilangkan seperti surat an- Nuraian, surat al-Wilayah, surat al-Khala’, dan surat al-Hafd. Tuduhan penghilangan ini tercantum pada kitab-kitab, seperti Tadzkiratul Aimmah, hal. 19, dan Tadzkiratul Fuqaha. Dan pada itu ada yang lebih parah dari pernyataan ini yang menyatakan bahwa al-Quran yang asli yang riwayatnya dinisbahkan pada Imam al-Shadiq, “Sesungguhnya al-Quran yang dibawa oleh Jibril pada Muhammad Saw adalah 17.000 ayat dan ada yang meyebut 18.000 ayat. Pernyataan ini, yang pertama tercantum dalam al-Kafi—kitab hadis mereka yang amat dibanggakan—vol. 2, hal. 634 dan kedua Kitab Sulaim bin Qais, hal. 146.
Ini hanyalah contoh kecil yang tercantum dalam kitab-kitab mereka sebagaimana diambil dalam tulisan Prof. Dr. Ahmad bin Said Hamdan al-Ghamidi, Guru Besar Univ. Ummul Qurra, yang penulis kutip yang dalam catatannya disebutkan, Bara’atu Ahlu Bait minar-Riwayat”, Bebasnya Ahlu Bait dari riwayat-riwayat (dusta) . Oleh karena itu dengan telah disusunnya buku, “Hitam di Balik Putih: Bantahan Terhadap Buku Putih Mazhab Syiah” akan makin terungkaplah kebohongan-kebohongan Syi’ah Rafidhah ini, termasuk yang ada dan berkembang di Indonesia saat ini yang dalam ormasnya disebut IJABI.
Untuk itu buku karya al-Akh Ustadz Amin Muchtar, dapat menjadi rujukan dalam membendung ajaran Syiah ar-Rafidhah ad-dhalalah dari bumi NKRI Ahlu Sunnah wal Jama’ah ini. Persatuan dan kesatuan umat dengan Ahlu sunnah wal Jamaah NKRI akan tetap terpelihara. Namun, dengan Syiah yang menganggap kaum Nashibi kepada Sunni yang dihalalkan darahnya akan menimbulkan konflik berkepanjangan dan NKRI akan dipecah-belah dan penuh konflik, seperti kasus Suriah saat ini. Basyr al-Asad Syiah Nushairah, pecahan Syiah Rafidhah, Itsna Asyriyah, sudah membunuh warganya yang Sunni yang amat banyak. Konflik intern umat akan terjadi dengan berkembangnya para pencaci para Sahabat Nabi, mertua Rasul, istri-istrinya, dan Ahlu Sunnah itu, sebagaimana peristiwa SAMPANG.
Mudah-mudahan pula buku pertama ini menjadi inspirasi juga bagi para muballig Ahlu Sunnah wal Jamaah untuk terus memagari bangsa ini dari segala ajaran dan aliran yang bertentangan dengan ajaran al-Quran dan Sunnah, termasuk aliran sesat Ahmadiyah.
Allahummahfizhna fi dinina ya Rabbana ya Karim wa Allahu yakhudzu bi aidina ila ma fihi khairun lil Islam wal Muslimin.
By Prof. Dr. M.Abdurrahman, MA., (Ketua Umum PP Persis Masa Jihad 2010-2015), dalam Kata Pengantar Buku Hitam dibalik Putih, Bantahan Terhadap Buku Putih Madzhab Syiah, hlm. 17-22