Preloader logo

“Tepuk Anak Sholeh” Dipermasalahkan, Pushami: Ini Pelanggaran HAM

BANUNG (sigabah.com)—Baru beberapa hari mengantar anak bersekolah, Ketua Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (Pushami), Muhammad Hariyadi Nasution, dikagetkan dengan larangan lagu “Tepuk Anak Sholeh”.

Lagu Anak Sholeh yang kerap dinyanyikan anak-anak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Islam sambil bertepuk tangan dipersoalkan oleh Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) Banyumas, Khasanatul Mufidah.

Mufidah saat rakor pokja program pendidikan keluarga di Gedung Ki Hajar Dewantara Kompleks Dinas Pendidikan Banyumas, Jawa Tengah, menilai, “Tepuk Anak Sholeh” yang diakhiri ‘Islam Yes, Kafir No’, akan mendidik anak-anak menjadi bersikap tidak toleran, Jumat (28/7/2017).

“Itu gak ada hubungannya dengan anti keberagaman, nggak ada korelasinya. Yang ada ini Islampobhia, justru saya mensinyalir ada tudingan radikalisme pada anak-anak. Islam-Islam yes, kafir-kafir no, itu diajarkan di al-Quran,” kata Ombat sapaan M. Hariyadi Nasution, Selasa (2/8/2017).

Pelarangan tersebut menurut Ombat sebagai upaya menstigmakan radikalisme pada anak Islam. Pengertian radikal dalam kamus bahasa adalah mendalam. Ombat menilai pernyataan tersebut ingin menjauhkan dari ajaran yang benar.

“Ini sebetulnya wujud kecintaan pada negara kita, ekspresi anak-anak yang gemas menyanyikan itu. Ini bukan masalah toleransi, justru arahnya sejak dini jangan sampai pikirannya radikal menurut mereka. Radikal kan artinya mendalam, jadi maksud mereka jangan Islam secara mendalam, kulitnya saja lah,” ujarnya.

Tepuk anak sholeh bentuk pembelajaran menjadi anak sholeh sesuai ajaran Islam. Ombat menegaskan bahwa pondasi Islam adalah tahuid yang mengajarkan keimanan dan menjauhkan diri dari kekafiran. Islam yes kafir no, kata dia, hak setiap muslim, jika dilarang jelas pelanggaran HAM.

“Ini sangat melanggar hak asasi,” pungkasnya.

panjimas.com | sigabah.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}