Preloader logo

POTENSI POPULASI SYI’AH JAWA BARAT (Bagian ke-8)

Cermin Sekarang dan Ke Depan

Pada beberapa edisi sebelumnya telah disebutkan, bahwa dilihat dari data agregat perkecamatan di Kabupaten Bandung, perolehan suara Jalal di Kabupaten Bandung tersebar di 31 kecamatan. Dalam hal ini, kantong suara Jalal terbesar berada di kecamatan Rancaekek (3.718 orang). Sedangkan terkecil berada di kecamatan Rancabali (435 orang).

Dari data agregat perkecamatan itu potensi populasi Syi’ah di kabupaten Bandung dapat dibagi ke dalam tiga zona: Merah (1.500 – 4.000 orang), Kuning (1.000 – 1.500 orang), hijau (< 1.000 orang).

Sementara jika dilihat dari data agregat tiap desa di Kabupaten Bandung, perolehan suara Jalal di Kabupaten Bandung tersebar di 280 desa yang juga dapat dibagi ke dalam tiga zona: Merah (201 hingga 600 orang), Kuning (101 hingga 200 orang), hijau (< 100 orang).

Pembagian zona sedemikian itu sebagai indikator potensi perkembangan Syi’ah pada tiap kecamatan dan desa di kabupaten Bandung pada masa mendatang.

Kontribusi 31 kecamatan dan 280 desa di kabupaten Bandung, sebagaimana terurai di atas, terhadap perolehan suara Jalal tentu saja bukan suatu kebetulan dan tak cukup hanya mengandalkan “dua tangan” Jalal, melainkan tentu saja melibatkan “tangan-tangan” lain. Sigabah edisi ini akan menulusuri jejak “tangan-tangan” yang dimaksud. Namun, kajian ini kita awali dengan analisa terhadap:

A. Perilaku memilih dan Segmentase Pemilih Jalal

Perilaku memilih merupakan aktivitas warga negara dalam pemilihan umum berupa kegiatan membuat suatu keputusan untuk memilih ataupun tidak memilih, dan jika memilih akan memilih kandidat atau partai apa.

Dalam penelitian ini Tim Sigabah Waspada menggunakan analisis faktor (factor analysis), karena teknik analisa ini mampu menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Analisis faktor pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan (yang saling memiliki keterhubungan) yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat kabupaten Bandung terhadap Jalaluddin pada Pemilu Legislatif tahun 2014.

Berdasarkan temuan sampel kasus di beberapa desa maka diperoleh 4 faktor utama yang memberikan pengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat Kabupaten Bandung terhadap dedengkot Syi’ah yakni:

Pertama, memilih Jalal berdasarkan ketaatan dalam beragama (factor ideologis). Pemilih pada segmen ini adalah kader dan simpatisan Syi’ah.

Kedua, memilih berdasarkan popularitas caleg bersangkutan yang dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai tokoh agama dan atau cendekiawan muslim. Menurut hasil survey Lembaga Kajian Politik dan Advokasi Masyarakat Bandung (LKPAM), Jalal menempati posisi pertama caleg terpopuler di Dapil 1 Jabar (Kota Bandung dan Cimahi) dan Dapil 2 Jabar (Kabupaten Bandung dan Bandung Barat). Dengan demikian, pemilih pada segmen ini adalah masyarakat yang awam akan hakikat kebenaran agama Islam dalam bingkai Ahlus Sunnah atau tidak peduli terhadap ideologi seorang caleg.

Ketiga, memilih Jalal karena ia dipandang sebagai kader partai PDIP. Pemilih pada segmen ini adalah para kader partai yang loyalis-militan, meskipun jumlahnya tidak signifikan karena para kader partai lebih banyak yang memilih caleg PDIP “tulen”.

Keempat, memilih Jalal karena dirasakan peduli terhadap masyarakat kecil. Dalam obrolan orang Sunda: “Wios teu kahartos ge, nu penting asal karaos (Gak peduli siapa dia yang penting kiprahnya dirasakan bermanfaat).” Pemilih pada segmen ini adalah masyarakat pragmatis karena kebutuhan hidup sejahtera.

Penelitian aspek factor ini menjadi bagian penting untuk dikaji dalam identifikasi potensi populasi Syi’ah, karena memiliki peranan penting sebagai indikator laju pertumbuhan penganut Syi’ah dan zona penyebaran pahamnya di kbupaten Bandung.

B. Faktor “Kemenangan” Jalal

10 orang wakil rakyat asal daerah pemilihan 2 Jabar (Kab. Bandung dan KBB) untuk DPR RI, sudah lolos ke Senayan.

Memang, kebanyakan dari mereka sudah lama bergelut di dunia politik praktis. Ada pula yang sekian lama menjadi langganan mewakili dapil 2 Jabar ke Senayan. Di antara mereka yang lolos itu, Jalal dapat dikatakan sebagai anggota legislatif pendatang baru.

Tentu saja “suksesnya” Jalal tak cukup hanya berbekal “dua tangan” melainkan melibatkan “tangan-tangan” lain agar peluang “sukses” semakin terbuka lebar. Setidaknya “kesuksesan” Jalal dalam pencalegan bertumpu pada ‘Tiga Tangan’.

B.1. Tangan Pertama: Turun Tangan

Caleg yang ingin dikenal masyarakat, memang mesti turun tangan langsung bertemu mereka. Sebagian masyarakat saat ini sudah semakin cerdas dan tidak bisa lagi dibodoh-bodohi. Mereka tak lagi gampang terjebak pada praktik beli kucing dalam karung. Pertemuan Jalal dengan pemilih loyalis-ideologis dan loyalis-pragmatis telah dilakukan secara intens jauh-jauh hari sebelum masa kampanye dimulai, bahkan sebelum pencalegan. Pasalnya, kabupaten Bandung, khususnya beberapa kecamatan tertentu, bukanlah daerah yang asing bagi Jalal. Beberapa kecamatan itu telah “disatroni” Jalal sejak tahun 80-an. Sementara pertemuan Jalal dengan pemilih “mengambang” terjadi selama masa kampanye.

B.2. Tangan Kedua: Buah Tangan

Karena sudah semakin pintar, caleg yang hendak bertemu masyarakat, juga tak bisa Turun Tangan dengan Tangan Kosong. Sebelumnya kudu dipersiapkan pula Buah Tangan. Buah Tangan yang dimaksud berupa karya nyata yang dirasakan oleh sebagian masyarakat pemilihnya. Bagi pemilih loyalis-ideologis, karya nyata dapat berbentuk pencerahan spiritual-intelektual. Bagi pemilih loyalis-pragmatis, karya nyata dapat berbentuk “ikan” maupun “kail” dalam konteks pemberdayaan sosial-ekonomi, yang telah dilakukannya selama ini. Bagi pemilih mengambang-pragmatis, karya nyata dapat berbentuk “ikan” yang langsung dirasakan manfaatnya seketika pada saat-saat kampanye dilakukan.

Menurut hasil survey Tim Sigabah Waspada di beberapa desa ditemukan bukti perilaku memilih Jalal karena faktor “ikan” berupa bantuan pendidikan, kesehatan dan pelatihan wirausaha kepada masyarakat miskin, meski dilakukan melalui “Tangan Ketiga.”

B.3. Tangan Ketiga: Kaki Tangan

Agar interaksi dengan calon pemilih berjalan dengan efektif, tentu saja diperlukan keberadaan Kaki Tangan. Dalam hal ini, berupa tim sukses dan jaringan relawan internal serta eksternal Jalal.

Dalam membentuk Tim sukses tentu saja Jalal memilih pribadi-pribadi yang dianggapnya loyal, antusias, selalu berjuang dalam motivasi yang tinggi, dan yang mau bekerja keras untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab. Di antara barisan tim sukses utama Jalal tersebutlah Miftah Fauzi Rahmat, anaknya. Sementara jaringan relawan selain jamaah pengajian Ahad Masjid al-Munawarroh, juga ditopang oleh “pasukan organic” di lembaga-lembaga sayap yang telah didirikan Jalal sejak lama, meliputi IJABI, Yayasan Muthahari dan unit-unitnya, Yayasan Al Mukarramah dan unit-unitnya serta lembaga sosial Lisaana Shidqin.

Sementara jaringan eksternal selain PDIP, juga didukung oleh ormas dan yayasan Syi’ah koleganya di kabupaten Bandung, yaitu ABI (Ahlu Bait Indonesia), Yayasan Babus Salam, Yayasan 10 Muharram, Yayasan Ar-Ridho, juga oknum aparat pemerintahan.

Selain melibatkan tiga tangan (sumber daya manusia) di atas, kesuksesan Jalal tidak mungkin tanpa melibatkan sumber daya dana. Karena seluruh komponen operasional pemenangan Pemilu bergantung kepada jumlah dana yang tersedia. Semua strategi disusun berdasarkan kapasitas dana. Masalahnya bukan banyak atau sedikit, tetapi berapa jumlah yang optimal untuk pemenangan sebuah Pemilu.

Dalam laporan dana kampanye Periode I (24 Desember 2013) yang diserahkan ke KPU, Ahad, 29 Desember 2013, partai politik (parpol) tempat bernaung Jalal mengumpulkan dana sebesar Rp. 130.842.436.120. Rincian sumbangan tersebut berasal dari parpol itu sendiri berupa uang sebesar Rp. 26.640.250.373, dan dari caleg berupa jasa senilai Rp. 103.047.185.747. Pada periode ini Jalal tercatat menyumbang ke partai berupa jasa senilai Rp. 144.150.000.

Sementara dalam laporan Periode II (1 Desember 2013 – 20 Pebruari 2014), partai itu mengumpulkan dana sebesar Rp. 90.639.653.205. Pada periode ini Jalal tercatat menyumbang berupa jasa senilai Rp. 206.500.000. Jadi, total jasa yang disumbangkan Jalal ke partainya senilai Rp. 350.650.000. Meski demikian, tidak terdapat keterangan rinci tentang kategori jasa yang dimaksud dan sumber perolehan dana, baik pribadi maupun dari pihak lain. Jika dihitung dengan dana operasional Tim Sukses dan relawan jaringan yang tidak diikutkan dalam laporan dana kampanye partai politik, tentu saja jumlahnya akan jauh lebih besar.

C. Strategi Penggalan Dukungan

Berkaitan dengan strategi penggalangan dukungan atas pencalegan Jalal kita dapatkan beberapa pola, antara lain secara organik berupa instruksi dari “atasan kepada bawahan”, dalam hal ini PP IJABI (ormas Syiah) mengeluarkan surat dengan judul: “SERUAN BERKHIDMAT!

Seruan ini ditujukan kepada setiap orang yang mencintai Jalal, yang mereka sebut dengan “Maha Guru”, dan ingin menjadi bagian dari sejarah perjuangan politik gerakan Ahlulbait di Indonesia yang dipimpin Jalal.

Seruan berisi menggalang dukungan (full support) pada perjuangan Jalal dalam berbagai bentuk, antara lain :

Pertama, dukungan finansial

Setiap PW, PD dan PC IJABI se-Indonesia mengajak setiap anggota dan simpatisan IJABI di daerah masing-masing untuk ikut berpartisipasi dalam penggalangan dana. Dana yang terkumpul digunakan untuk membantu proses sosialisasi Jalal di Dapil 2 (Kabupaten Bandung dan KBB). Bantuan finansial ditransfer langsung ke rekening yang ditunjuk (Nama bank, No. Rek, dan nama emilik rekening tercatat secara lengkap)

Kedua, gerakan sejuta shalawat untuk Jalal

Setiap anggota IJABI di seluruh Indonesia diserukan untuk ‘menghadiahkan’ (minimal) 100 shalawat setiap hari mulai hari ini sampai hari H Pemilu, sebagai do’a dan dukungan atas ikhtiar politik Jalal “Menuju Parlemen”.

Ketiga, mobilisasi ‘suara’

Menginstruksikan kepada setiap anggota IJABI yg dapat menggunakan hak pilihnya di Dapil Jawa Barat II untuk memilih Jalal. Sedangkan anggota IJABI yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya di Dapil Jawa Barat 2 diinstruksikan untuk mengkoordinir jaringan/keluarga/kerabat yg berada di Dapil tersebut untuk memilih Jalal.

Kepada para anggota IJABI yang aktif di jejaring sosial, diminta untuk menyosialisasikan Jalal secara massif dan terus menerus hingga hari H Pemilu. Bahan sosialisasi diambil dari akun FB atas nama Jalaluddin Rakhmat.

Adapun bentuk perkhidmatan dan bantuan yang lain dikoordinasikan dengan tim kerja Jalal melalui kontak person yang ditunjuk (No. kontak tercatat secara lengkap)

SERUAN BERKHIDMAT! ” itu diakhiri dengan kalimat pengharapan sebagai berikut:

“Semoga ikhtiar ini menjadi persembahan sederhana dan perkhidmatan yg tulus kita pada perjuangan dan misi besar Maha Guru kita Ustadz Jalaluddin Rakhmat dalam perjuangan politik gerakan Ahlulbait di Indonesia. Semoga Allah swt. senantiasa menjaga dan melindungi beliau dengan sebaik-baik penjagaan dan perlindunganNya.”

Pada surat itu tercantum nama Syamsuddin Baharuddin sebagai Ketua Umum PP IJABI.

Selanjutnya, pada hari Rabu 8 April 2014, PP IJABI kembali menyampaikan seruan berisi:Malam ini, seluruh ijabiyyun se-Indonesia mengadakan majlis do’a mendoakan Pemilu aman & jujur, dan Ustadz Jalal insya Allah terpilih DPR RI.”

Kemudian, pada hari Jumat 1 Mei 2014, PP IJABI menyampaikan pernyataan: “Jalaluddin Rakhmat akan Perjuangkan UU Perlindungan Warga Negara.”

D. Manuver Pasca Kemenangan

Jalal punya cita-citanya membangun pluralisme. Dia yakin cita-citanya membangun pluralisme bisa dicapai melalui PDIP. Dia mengaku tak bisa menemukan wadah lain. Dia memilih PDIP karena dua hal. Yang pertama, idiologi partai yang nasionalis dan Pancasila.  Kedua, karena kemungkinan menangnya besar. Kata Jalal, “Saya bisa saja gabung ke Nasdem karena mereka juga nasional. Tapi saya harus pilih partai yang bakal menang. Ini bukan kampanye, ini fakta karena sesuai dengan hasil survei.”

Dia berprinsip, seorang caleg dan ketika nanti terpilih menjadi anggota parlemen harus mendukung pluralisme. Mestinya ini ditetapkan dalam undang-undang, setiap caleg harus pluralis. (Sumber: www.portalkbr)

Saat wawancara di Radio Green 89.2 FM Jakarta, 30 April 2014, Jalal mengatakan, “Di negara yang menganut kekuatan sipil, mereka yang melakukan kekerasan kepada penganut kepercayaan lain dihukum oleh Negara.”

Dalam wawancara yang bertajuk “Tokoh Syiah Melenggang ke Senayan” mengatakan, terpilihnya dirinya ke senayan akan digunakan untuk membela kaum minoritas melalui jalur regulasi. “Saya akan memperjuangkan lahirnya undang-undang perlindungan negara,” ujarnya.

Menurutnya dengan keberadaan dirinya di parlemen, ia bisa leluasa memperjuangkan kelompok minoritas yang menjadi sasaran persekusi kaum intoleran yang selama ini dibiarkan oleh pemerintah. Akibatnya, kaum intoleran semakin merasa kebal hukum.

Menurut Jalal, konvensi PBB telah mengatur tentang perlindungan warga negara. Banyak negara yang telah meratifikasinya. Sejauh ini Indonesia belum meratifikasi konvensi PBB tentang perlindungan warga negara itu. Ia mengaku akan memperjuangkan agar Indonesia meratifikasi konvensi PBB itu.

Wawancara Jalal pasca “kemenangan” dapat diakses di merdeka.com yang dirilis Jumat, 16 Mei 2014, pukul 07:00.

Kesimpulan

Kemenangan dalam momentum pertarungan politik 2014 dilatari oleh banyak faktor, politisi–politisi yang memenuhi “mahar”nya akan terpilih. Logikanya laksana sebuah buku, ada kertas, ada tinta, ada penulis, ada editor, ada penerbit, dan lain–lainnya sampai sebuah karya tiba ditangan untuk di konsumsi. Kelengkapan seluruh unsur–unsurnya menghasilkan suatu kenyataan yang memiliki “legalitas”.

Di tengah–tengah berbagai upaya para ulama dan tokoh ormas Islam dalam edukasi dan advokasi umat di Indonesia tentang bahaya Syi’ah, baik dari aspek ajaran maupun gerakan, Jalal melangkah untuk tampil di panggung politik nasional sebagai pengejewantahan meniti jalan manifesto politiknya. Kemenangannya merupakan suatu kerja panjang yang pernah di gelutinya dari jauh–jauh hari. Meski kita menyayangkan, bahkan geram dengan kemenangannya itu, namun kenyataan bahwa politisi Syi’ah itu melenggang ke senayan melalui kendaraan partai PDIP.

Sehubungan dengan itu, terdapat beberapa saran yang ingin kami sampaikan kepada para tokoh, alim ulama, dan ormas-ormas Islam yang setia mengawal kemurnian akidah umat, dalam menyikapi “musibah” ini:

Pertama, meskipun “bermodalkan” suara lokal (Kabupaten Bandung dan Bandung Barat) namun lolosnya Jalal sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019 akan berdampak secara nasional karena dia akan suarakan aspirasi Syi’ah di parlemen secara keseluruhan bukan hanya Syi’ah Bandung.

Kedua, potensi populasi Syi’ah saat ini meski hanya 1.24 % dari jumlah penduduk Kabupaten Bandung dan Bandung Barat atau 1.27 % dari jumlah penduduk Kabupaten Bandung, namun akan menjadi “bom waktu” di kemudian hari dengan laju pertumbuhan yang relative cepat.

Ketiga, lolosnya Jalal sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019 merupakan bahan evaluasi tentang pola edukasi dan sosialisasi Ahlu Sunnah ke masyarakat awam (grass root), khususnya di kabupaten Bandung dan Bandung Barat.

Keempat, optimalisasi gerakan dakwah dalam format yang lebih variatif, selain bersifat oral (lisan) perlu ditingkatkan pula peran dakwah kitabah (tulisan) dan haal (aksi social-ekonomi) dalam upaya advokasi umat dari “aksi simpatik” misionaris Syi’ah yang berkaitan dengan kebutuhan hidup.

Kelima, perlu ditingkatkan akselerasi kaderisasi ulama dan mujahid dakwah pada umumnya, ulama dan tim mujahid yang concern terhadap persoalan Syi’ah pada khususnya, melalui lembaga-lembaga yang khusus didirikan untuk memenuhi tuntutan itu, terutama di Jawa Barat yang berpontensi menjadi basis Syiah terbesar di Indonesia.

 

By Tim Sigabah Waspada, sigabah.com/beta

 

There are 2 comments
  1. Bagaimana potensi syiah di Jabar?

    • Sigabah Interaksi

      Terima kasih atas komentarnya. Ikuti terus artikel-artikel Sigabah tentang Syiah, untuk lebih mengetahui detail tentang perkembangan mereka di Jabar. 🙂

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}