Preloader logo

POTENSI POPULASI SYI’AH JAWA BARAT (Bagian ke-5)

Poros Penggerak Syi’ah di Kab. Bandung: Bandung Selatan

Perkembangan Syi’ah di kabupaten Bandung umumnya, Bandung Selatan khususnya tidak terlepas dari keberadaan Kecamatan Pangalengan. Di kecamatan itulah beberapa aktivis Syiah kota Bandung generasi awal—yang sekarang menjadi tokoh Syiah nasional—banyak “bermalam”. Tepatnya di Kampung Sukamenak RT.03/RW. 03 Desa Margamukti, Pangalengan. Bahkan jauh sebelum poros “Syiah Rancaekek” bermetamorfosis (berubah kedudukan), Pangalengan dapat dikatakan sebagai basis Syiah terkuat di Kabupaten Bandung.

Poros Bandung Selatan: Kecamatan Pangalengan

sdsPenyebaran Syiah di Pangalengan tidak dapat dilepaskan dari  sosok pengagum Revolusi Syiah Iran bernama Iwan Achmad Setiawan, seorang pria kelahiran Serang, 06 Mei 1958.

Rasa penasaran Iwan tentang Syi’ah mulai dia seriusi setelah membaca buku “Dialog Sunnah-Syi’ah” (terjemahan kitab Syi’ah: al-Muraaja’at, karya Syarafuddin al-Musawi) terbitan Mizan pada 1983. Hadis pertama yang diingat Iwan berkenaan dengan Ali bin Abu Thalib: Ana Madinatul Ilmi wa ‘Aliyyun Babuha. Petikan sepotong hadis palsu rekaan Syiah.

Tak lama kemudian, ketika mengajar di Pengalengan karena tugas PNS, Iwan bertemu dengan seorang teman yang sudah menganut Syi’ah. Selanjutnya Iwan diajak menghadiri pengajian seorang tokoh di Bandung yang sudah mulai tertarik ajaran Syi’ah. Di sana Iwan bertemu dengan beberapa penganut Syi’ah.

Semangat menggebu-gebu untuk mengenalkan Syi’ah kepada masyarakat luas juga bersemayam dalam diri Iwan. Iwan banyak membeli buku dan disebarkan supaya orang-orang tertarik ajaran Syiah dengan kedok samaran Ahlulbait.

Sejak 84-an hingga 90-an, meski tidak ada orang yang berhasil digaetnya sebagai Syi’ah, namun buku-buku Iwan yang beredar dalam 5 tahunan secara perlahan telah mengubah seseorang menjadi pengikut Syi’ah.

 

Melembagakan Jamaah

Beberapa aktivis Syi’ah sudah mewacanakan perlunya yayasan atau wadah resmi untuk menaungi komunitas Syi’ah di Pengalengan. Sekitar tahun 1991, di Padasuka, berkumpullah beberapa aktivis Syi’ah Bandung berdiskusi tentang perlunya membentuk wadah resmi untuk menaungi komunitas Syi’ah di Pengalengan. Wadah resmi diperlukan untuk melegitimasi bahwa Syi’ah itu sah/legal dan komunitasnya juga berhak hidup dan membaur dengan masyarakat sekitarnya. Lagipula keberadaan wadah juga bisa dianggap mewakili semua.

Maka disepakatilah pembentukan lembaga itu dengan badan hukum Yayasan. Seorang aktivis Syi’ah bernama Ahmad Jubaeli menganjurkan nama 10 Muharram. Nama ini diambil untuk mengambil semangat Karbala, “Setiap hari adalah Asyura, setiap bumi adalah Karbala.”

Demi menjaga keharmonisan internal jamaah, pada aktivitas selanjutnya Iwan mengklaim tidak meminta bantuan dari siapa pun untuk menghidupi yayasan ini. Bahkan ketika membangun mesjid al-Amanah seluas 60 m2 yang terletak beberapa petak dari rumahnya. Mesjid yang resmi berdiri tahun 2004 itu rutin mengadakan majelis Doa Tawasul tiap Selasa malam dan Doa Kumayl setiap Kamis malam.

 

Aktivitas komunitas Syiah di Pangalengan membuat kekhawatiran masyarakat setempat. Pasalnya, selain semakin berani menampakkan identitasnya, mereka juga pernah menggelar ritual Asyura dengan cara melukai tubuh. Kejadiannya tahun 2006. Mereka melakukannya di depan masjid mereka. Masyarakat merasa aneh dengan ritual itu, gemparlah warga Pangalengan. Diperkirakan sekitar 15 orang yang menjalani ritual Asyura itu. Karena meresahkan akhirnya mereka dipanggil oleh perangkat desa. Mereka berjanji tidak mengulanginya. Selain itu, komunitas Syiah Pangalengan juga sempat menggelar tablig akbar dengan pembicara ulama dari Iran. Setiap bulan Muharram, terdapat mobilisasi masyarakat oleh tokoh Syiah untuk diajak ke kota Bandung mengikuti perayaan Asyura dengan iming-iming uang dan sarana transportasi.

Kelompok Syiah berupaya menyusun kekuatan dan memperbanyak massanya di Pangalengan. Mereka membangun masjid, membangun dua rumah bertingkat yang berfungsi sebagai asrama dan satu gedung serbaguna yang diberi nama Huseiniyah dan diresmikan oleh salah seorang anggota Dewan Syuro ABI, Husein Alkaff, pada 15 Juni 2011.

Pada perkembangan selanjutnya, Iwan juga mendirikan yayasan lain bernama Husainiat. Kedua yayasan yang didirikan Iwan itu beralamat Jalan PTPN VIII Kertamanah, Kampung Sukamenak RT.04 RW.03, Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan.

Hingga tahun 2013, komunitas Syi’ah Pangalengan diperkirakan sebanyak 38 orang yang tersebar di empat titik desa, meliputi Desa Pangalengan, Margamulya, Margamukti, dan Sukamanah.

Paparan di atas tampak jelas menunjukkan bahwa Syiah di kecamatan Pangalengan berafiliasi dengan ormas Syi’ah Abi (Ahlu Bait Indonesia)

Pada tahun 2003, di Bandung Selatan berdiri pula Yayasan Syi’ah bernama Yayasan Pendidikan Islam Ar-Ridho dengan akte Notaris Sofianti Harris Kartasasmita, SH. No.1 tanggal 8 Mei 2003, dengan alamat: Kampung Sirahranca RT.06/RW.09, Desa Banjaran Wetan, Kecamatan Banjaran.

Yayasan itu menyelenggarakan pendidikan Diniyyah, Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TK-Q) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bernama Mahdina, dengan izin operasional Departemen Agama bernomor: 401.2.32.04.0469.  Tempat itu juga dipergunakan sebagai sekretariat DPD Ahlu Bait Indonesia (ABI), ormas Syi’ah di Kabupaten Bandung.

 

Potensi Syiah Bandung Selatan

Meskipun keberadaan leading sector atau poros penggerak penyebaran Syi’ah di Bandung selatan sudah lama diketahui, namun penyebaran penganutnya belum berhasil dipetakan secara lengkap dalam waktu hampir 10 tahun yang lalu, hingga akhirnya Allah membuka tabir semua itu melalui pencalegan dedengkot Syi’ah, Jalaluddin Rakhmat.

Sebagaimana telah disebutkan pada edisi sebelumnya, bahwa jika dilihat dari data agregat perkecamatan di Kabupaten Bandung, perolehan suara Jalal di Kabupaten Bandung tersebar di 31 kecamatan. Dalam hal ini, kontribusi Pangalengan sebesar 993 orang atau mencapai 0.72 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (136.462 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Pangalengan sebanyak 186 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Banjarsari dengan 14 orang, dan Desa Wanasuka dengan jumlah yang sama.

Adapun beberapa daerah “penyangga” yang menjadi target operasi “Syiah Pangalengan” meliputi Cimaung, Banjaran, Arjasari, Cangkuang, Pameungpeuk, Ciparay, Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Rancabali, Ciwidey, Pasirjambu, Soreang, Kutawaringin, Katapang, Margahayu, Margaasih.

 

Perolehan suara Jalal di masing-masing kecamatan yang menjadi target operasi “Syiah Pangalengan” itu dapat dipetakan sebagai berikut:

  1. Kecamatan Cimaung

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Cimaung sebesar 893 atau mencapai 1.24 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (71.955 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Cimaung sebanyak 171 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Mekarsari dengan 40 orang.

  1. Kecamatan Banjaran

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Banjaran sebesar 1.215 atau mencapai 1 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (118.247 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Banjaran Wetan sebanyak 247 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Pasirmulya dengan 71 orang.

  1. Kecamatan Arjasari

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Arjasari sebesar 1.384 atau mencapai 1,4 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (98.920 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Batukarut sebanyak 239 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Ancol Mekar dengan 23 orang.

  1. Kecamatan Cangkuang

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Cangkuang sebesar 752 atau mencapai 0.66 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (112.990 jiwa). Basis suara terbanyak dan paling sedikit belum terpetakan.

  1. Kecamatan Pameungpeuk

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Pameungpeuk sebesar 698 atau mencapai 0.99 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (70.012 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Rancamulya sebanyak 147 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Rancatungku dengan 77 orang.

  1. Kecamatan Ciparay

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Ciparay sebesar 1.428 atau mencapai 0.91 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (155.594 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Pakutandang sebanyak 227 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Babakan dengan 24 orang.

  1. Kecamatan Baleendah

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Baleendah sebesar 2.195 atau mencapai 1 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (215.852 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Baleendah sebanyak 528 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Malakasari dengan 105 orang.

  1. Kecamatan Dayeuhkolot

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Dayeuhkolot sebesar 990 atau mencapai 0.87 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (112.967 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Cangkuang Kulon sebanyak 410 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Sukapura dengan 94 orang.

  1. Kecamatan Bojongsoang

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Bojongsoang sebesar 1.397 atau mencapai 1.23 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (112.990 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Bojongsari sebanyak 505 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Lengkong dengan 123 orang.

  1. Kecamatan Rancabali

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Rancabali sebesar 435 atau mencapai 0.89 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (48.731 jiwa). Basis suara terbanyak dan paling sedikit belum terpetakan.

  1. Kecamatan Ciwidey

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Ciwidey sebesar 1.342 atau mencapai 1.82 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (73.723 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Ciwidey sebanyak 462 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Rawabogo dengan 58 orang.

  1. Kecamatan Pasirjambu

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Pasir Jambu sebesar 1.394 atau mencapai 1.70 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (81.858 jiwa). Basis suara terbanyak dan paling sedikit belum terpetakan.

  1. Kecamatan Soreang

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Soreang sebesar 1.025 atau mencapai 0.83 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (122.911 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Soreang sebanyak 207 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Sukajadi dengan 48 orang.

  1. Kecamatan Kutawaringin

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Kutawaringin sebesar 848 atau mencapai 0.90 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (93.197 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Jelegong sebanyak 168 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Kutawaringin dengan 32 orang.

  1. Kecamatan Katapang

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Katapang sebesar 1.305 atau mencapai 1.11 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (117.113 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Sangkanhurip sebanyak 313 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Gandasari dengan 130 orang.

  1. Kecamatan Margahayu

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Margahayu sebesar 1.501 atau mencapai 1.25 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (119.948 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Margahayu Selatan sebanyak 492 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Sulaiman dengan 24 orang.

  1. Kecamatan Margaasih

Perolehan suara Jalaluddin di kecamatan Margaasih sebesar 1.430 atau mencapai 1 % dari seluruh jumlah penduduk di kecamatan itu (141.876 jiwa). Basis suara terbanyak terdapat di Desa Mekarrahayu sebanyak 513 orang. Sementara paling sedikit terdapat di Desa Cigondewah Hilir dengan 129 orang.

Kontribusi poros Bandung Selatan: Pangalengan dan beberapa kecamatan penyangganya terhadap perolehan suara Jalal tentu saja bukan suatu kebetulan dan tak cukup hanya mengandalkan “dua tangan” Jalal melainkan melibatkan “tangan-tangan” lain, sebagaimana akan dijelaskan pada beberapa edisi selanjutnya.

 

By Tim Sigabah Waspada, sigabah.com

There is 1 comment
  1. In awe of that anrwes! Really cool!

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}