Preloader logo

PENGOBATAN ALA RUQYAH (Bagian ke-5)

Ruqyah dan Fenomena Kesurupan Jin (3)

Pada edisi sebelumnya telah disampaikan satu pendapat bahwa Jin dapat merasuki tubuh manusia, disertai beberapa dalil yang menjadi landasan pendapat itu. Pada edisi kami tampilkan pendapat lain yang berbeda, disertai dengan tanggapan terhadap dalil-dalil yang dipergunakan pihak pertama.

 

Pendapat bahwa Jin tidak dapat merasuki Manusia

Jika merujuk kepada makna kesurupan yang telah disampaikan pada edisi sebelumnya, yakni roh halus, jin, dan lain sebagainya masuk ke dalam badan manusia, maka dalil-dalil pihak pertama tidak tepat dijadikan landasan hukum tentang kesurupan dalam makna Jin merasuki tubuh manusia, dengan alasan sebagai berikut:

Pertama, maksud firman Allah Swt.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang disentuh setan sehingga ia tak tahu arah disebabkan sentuhannya.”

Kata Ibnu Abbas, maksud firman Allah Swt. itu:

آكِلُ الرِّبَا يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُونًا يُخْنَقُ

Pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi tercekik.” HR. Ibnu Abu Hatim. [1]

Penjelasan senada disampaikan pula oleh pakar tafsir generasi tabi’in dan seterusnya, seperti ‘Awf bin Malik, Sa’id bin Jubair, as-Suddy, ar-Rabi’ bin Anas, dan Muqatil bin Hayyan. [2]

Berdasarkan penjelasan para ahli tafsir generasi sahabat dan seterusnya di atas, maka ayat ini tidak menunjukkan jin masuk ke dalam badan manusia. Bahkan, makna hakiki “menyentuh” dilakukan di luar, bukan di dalam.

Kedua, kalimat tatkhabbuth minal massi dalam firman Allah Swt.

كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“seperti berdirinya orang yang diganggu setan lantaran (tekanan) penyakit gila.”

Tidak tepat diartikan jin masuk ke dalam badan manusia, sebab kalimat itu secara makna hakiki “setan menimpakan sesuatu yang menyakitkan atau membahayakan”.  Saat menimpakan sesuatu yang menyakitkan atau membahayakan itu tidaklah berarti jin merasuk dalam tubuh manusia. Qatadah berkata, tentang maksud kalimat itu:

هُوَ التَّخْبِيْلُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْجُنُوْنِ

Yaitu kegilaaan yang ditimpakan oleh setan kepadanya.” [3]

 

Tanggapan atas Penafsiran Imam At Thabari

Pihak yang berpendapat jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia merujuk pada penafsiran Imam At Thabari terhadap ayat di atas. Di sini yang perlu ditanggapi bukan penafsiran Imam At Thabari-nya, melainkan cara pemahaman mereka terhadap maksud Imam At Thabari. Sebab kalimat Imam At Thabari yang sebenarnya, dalam menafsirkan ayat itu, sebagai berikut:

فَقَالَ جَلَّ ثناؤُهُ لِلَّذِينَ يُرْبُونَ الرِّبَا الَّذِي وَصَفْنَا صِفَتَهُ فِي الدُّنْيَا ، لاَ يَقُومُونَ فِي الآخِرَةِ مِنْ قُبُورِهِمْ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ؛ يَعْنِي بِذَلِكَ : يَتَخَبَّلُهُ الشَّيْطَانُ فِي الدُّنْيَا ، وَهُوَ الَّذِي يَخْنُقُهُ فَيَصْرَعُهُ مِنَ الْمَسِّ ، يَعْنِي مِنَ الْجُنُونِ

Maka, Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berfirman kepada orang-orang yang menyuburkan praktek riba yang telah kita terangkan ciri-cirinya di dunia, bahwa di hari kiamat kelak mereka akan dibangkitkan dari kubur seperti berdirinya orang yang disentuh setan. Maksudnya, mereka akan dibingungkan setan di dunia, yaitu dicekiknya lalu dibuatnya seperti orang gila.” [4]

Dengan demikian, Imam At Thabari tidak berpendapat bahwa ayat ini menunjukkan jin dapat merasuk dalam tubuh manusia.

 

Tanggapan atas Penafsiran Ibnu Katsir

Di sini yang perlu ditanggapi bukan penafsiran Ibnu Katsir-nya, melainkan cara pemahaman mereka terhadap maksud Ibnu Katsir. Sebab kalimat Ibnu Katsir yang sebenarnya, dalam menafsirkan ayat itu, sebagai berikut:

أَيْ لَا يَقُومُونَ مِنْ قُبُورهمْ يَوْم الْقِيَامَة إِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الْمَصْرُوْعُ حَالَ صَرْعِهِ وَتَخَبُّطُ الشَّيْطَانِ لَهُ وَذَلِكَ أَنَّهُ يَقُوْمُ قِيَامًا مُنْكَرًا

“Maksud ayat, pemakan riba tidak akan dibangkitkan dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti bangkitnya orang yang menderita penyakit gila dan dibingungkan setan. Karena dia berdiri dengan cara tidak benar.”[5]

Jadi, mereka keliru mengartikan kata mashru’ di atas dengan kesurupan. Sebab kata mashru’ itu berarti menderita penyakit gila. Demikian pula mengartikan kata takhabbuth dengan makna kerasukan, padahal makna sebenarnya takhabbul (dibingungkan).

Dengan demikian, Ibnu Katsir tidak berpendapat bahwa ayat ini menunjukkan jin dapat merasuk dalam tubuh manusia.

 

Tanggapan atas Penafsiran al-Qurthubi

Di sini yang perlu ditanggapi bukan penafsirannya, melainkan cara pemahaman mereka terhadap maksud al-Qurthubi. Sebab kalimat al-Qurthubi yang sebenarnya sebagai berikut:

فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى فَسَادِ إِنْكَارِ مَنْ أَنْكَرَ الصَّرْعَ مِنْ جِهَةِ الْجِنِّ

“Pada ayat ini terdapat dalil tidak benarnya pengingkaran orang terhadap penyakit gila yang ditimbulkan oleh jin.” [6]

Jadi, mereka keliru mengartikan perkataan al-Qurthubi:

مَنْ أَنْكَرَ الصَّرْعَ مِنْ جِهَةِ الْجِنِّ

Dengan arti: “pengingkaran orang terhadap fenomena kesurupan.”

Sebab kata shar’ itu berarti penyakit gila, bukan kesurupan.

Sebagai catatan bahwa berbagai penjelasan para ahli tafsir di atas hendak membantah penganut paham rasional, antara lain Muktazilah, yang menolak pemahaman hakiki terhadap ayat itu. Sebab mereka berpandangan bahwa penggunaan kalimat “sentuhan setan” dalam ayat ini hanyalah sebagai ilustrasi untuk mempermudah pemahaman bukan dalam arti sebenarnya. Pandangan ini jelas keliru, sebagaimana dinyatakan al-Qurthubi.

Untuk memperkuat argumentasi bahwa kata tatkhabbuth tidak tepat diartikan kesurupan (jin masuk ke dalam badan manusia), kita dapat bandingkan dengan penggunaan kata itu dalam doa Nabi saw.

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ، كَانَ يَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَدْمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَرَمِ وَالْغَرَقِ وَالْحَرَقِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ ، وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا ، أَوْ أَمُوتَ لَدِيغًا

Sesungguhnya Nabi saw. biasa berdoa, Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kehancuran, aku berlindung kepadamu dari kebinasaan. Aku berlindung kepadamu dari keterpurukan, kebakaran, dan kepikunan. Aku berlindung kepadamu dari setan yang berkuasa atasku ketika ajal tiba, dan mati berpaling dari engkau, atau mati karena sengatan binatang yang berbisa.” HR. Abu Dawud, an-Nasai, dan Ahmad[7]

Ketika menjelaskan maksud doa Nabi:

وَأَعُوذ بِك أَنْ يَتَخَبَّطنِي الشَّيْطَان عِنْد الْمَوْت

Imam Al-Khathabi berkata:

هُوَ أَنْ يَسْتَوْلِي عَلَيْهِ عِنْد مُفَارَقَة الدُّنْيَا فَيُضِلّهُ وَيَحُول بَيْنه وَبَيْن التَّوْبَة

“Yaitu setan menguasai beliau ketika meninggal dunia, lalu menyesatkannya dan menghalangi antara beliau dan taubat.” [8]

Dengan demikian, jika merujuk kepada doa Nabi dan penjelasan yang sebenarnya dari para ahli tafsir di atas maka dapat disimpulkan bahwa ayat di atas (QS. Al-Baqarah: 275) tidak tepat dijadikan dalil bahwa jin merasuk dalam tubuh manusia, lalu menimbulkan gangguan kejiwaan atau yang lazim disebut kesurupan. Sebab gangguan jin semacam itu dapat dia lakukan “dari luar” tidak mesti “dia masuk ke dalam tubuh seseorang”, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ # الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ # مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

“Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. dari (golongan) jin dan manusia.” QS. An-Nas: 4-6

 

By Amin Muchtar, sigabah.com

[1]Lihat, Tafsir Ibnu Abu Hatim, Juz 2, hlm. 341.

[2]Ibid.

[3]Lihat, Tafsir Ash-Shan’ani, Juz 1, hlm. 110

[4]Lihat, Tafsir At Thabari, Juz 5, hlm. 38.

[5]Lihat, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 2, hlm. 483-484.

[6]Lihat, Tafsir Al-Qurthubi, Juz 3, hlm. 355.

[7]Lihat Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 2, hlm. 92, No. hadis 1552; an-Nasai, As-Sunan al-Kubra,  Juz 4, hlm. 467, No. hadis 7973; Ahmad, Musnad Ahmad, Juz 3, hlm. 427, No. hadis 15.562.

[8]Lihat, Hasyiah as-Suyuthi ‘ala an-Nasai, Juz 7, hlm. 171.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}