Preloader logo

MAHKOTA SUNNAH (01): SHAHIH AL-BUKHARI (Bagian Ke-8)

hadith_forgiveness_75_318_nature_islamic-wallpaper-1366x768

Kriteria Penyeleksian Hadis: Tidak Syadz

 Pada pembahasan sebelumnya telah diterangkan tiga di antara lima kriteria untuk menentukan sahih dan tidaknya suatu hadis yang diriwayatkan: (1) diriwayatkan dengan sanad muttashil (bersambung), (2) dan (3) rawi-rawinya ‘adl dan dhabth. Selain itu, hadis tersebut harus bebas dari syadz dan ‘illat. Bagaimana kriteria syadz dan ‘illat menurut para ahli hadis ? Simak kupasannya pada edisi ini.

Kriteria Syadz

 Ulama hadis sepakat bahwa terhindar dari syudzudz dan terhindar dari ‘ilat (cacat) harus dipenuhi oleh suatu sanad dan matan yang berkualitas shahih. Artinya, kedua unsur itu harus menjadi acuan utama untuk meneliti sanda dan matan hadis.

Jika pada penelitian sanad hadis, unsur-unsur terindar dari syudzudz dan ilat dimasukkan sekedar berstatus kaidah minor (tidak utama, tambahan), yakni kaidah untuk periwayat yang dhabith (punya kapasitas intelektual), maka dalam penelitian matan unsur-unsur itu menjadi kaidah mayor (utama).

Ulama berbeda pendapat tentang pengertian syadz suatu hadis. Menurut Imam as-Syafi’i (150-204 H/767-820 M), hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (kredibel), tetapi riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang tsiqah.[1]

Mengacu kepada pendapat Imam asy-Syafi’I di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa sanad yang dikategorikan mengandung syudzudz itu dilihat dari periwayatnya yang tsiqah menyalahi banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah. Sedangkan matan yang dikategorikan mengandung syudzudz dilihat dari keterangan yang diriwayatkan dari orang tsiqah bertentangan dengan keterangan yang diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.

Namun jika mengacu pada pendapat Abu Ya’la al-Khalili, bahwa hadis syadz adalah hadis yang memiliki satu sanad (gharib), maka kaidah minor (tambahan) dari matan yang terhindar dari syudzudz adalah matan yang tidak hanya memiliki satu sanad (bukan gharib). Dengan demikian, kaidah minor bagi matan yang syudzudz adalah:

  • sanad matan bersangkutan mahfudz atau bukan gharib;
  • matan hadis bersangkutan tidak bertentangan atau menyalahiu hadis yang lebih kuat.

Dengan demikian, penelitian terhadap matan hadis yang mengandung syudzudz tidak lepas dari kualitas sanadnya.

Al-Hakim an-Naisaburi (w. 405 H/1014 M) mengajukan contoh matan hadis yang mengandung syudzudz, sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو الحَسَنَ أَحْمَدَ بْنِ سَيَّارٍ قَالَ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ العَبْدِى قَالَ ثَنَا سُفْيَانُ الثَوْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو الزُبَيْرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِى قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم في صلاَةِ الظُّهْرِ يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِذَا كَبَّرَ وَإِذَا رَكَعَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ.

Abu al-Hasan Ahmad bin Sayyar telah menceritakan kepada kami, katanya Muhammad bin Katsir al-‘Abdi telah menceritakan kepada kami, katanya Sufyan at-Tsawri telah menceritakan kepada kami, katanya, dari Abu Zubair telah menceritakan kepada saya, katanya dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, katanya, “Saya telah melihat Rasulullah saw. salat zuhur mengangkat kedua tangannya tatkala takbir, ruku, dan ketika bangun dari ruku.”[2]

Al-Hakim menilai bahwa hadis tersebut mengandung syadz pada sanad dan matannya, yakni Sufyan ats-Tsawri tidak menerima hadis dari Abu Zubair dan tidak disebutkan kalimat:

رَفْعُ الْيَدَيْنِ أَنَّهُ فِى صَلاَةِ الظُّهْرِ أَوْ غَيْرِهِ

Artinya: “Menggkat kedua tangan dalam salat zuhur ataupun yang lainnya.” [3]

 

Dari beberapa hadis yang berkaitan dengan mengangkat tangan tatkala takbir, ruku, dan bangun dari ruku, tidak satu pun hadis yang menyebut kalimat:

فِى صَلاَةِ الظُّهْرِ

Misalnya, hadis riwayat an-Nasai, berbunyi:

أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَاصِمٍ اللَّيْثِيِّ عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِذَا كَبَّرَ وَإِذَا رَكَعَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ حَتَّى بَلَغَتَا فُرُوعَ أُذُنَيْهِ.

Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami, katanya, Ismail telah memberitakan kepada kami, (katanya) dari Sa’id dari Qatadah dari Nashr bin ‘Ashim al-Laisi dari Malik bin al-Huwairits, katanya: “Saya telah melihat Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya tatkala takbir (al-Ihram), ruku dan bangun dari ruku’ hingga kedua tangannya menyentuh kedua daun telinganya.” [4]

Kelemahan hadis riwayat Jabir bin Abdillah tersebut disebabkan oleh adanya kalimat:

فِى صَلاَةِ الظُّهْرِ

yang berkedudukan sebagai idraj (sisipan). Idraj secara bahasa berarti “memasukan atau menghimpunkan”. Menurut istilah ilmu hadis, idraj berarti memasukan pernyataan yang berasal dari periwayat ke dalam suatu matan hadis yang diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan itu berasal dari Nabi karena tidak adanya penjelasan dalam matan hadis itu. [5]

Namun, jika dicermati lebih mendalam, maka matan hadis tersebut dapat dikatagorikan sebagai tanawwu’.[6] Boleh jadi, matan hadis itu disampaikan oleh orang yang menyaksikan Nabi ketika salat zuhur mengangkat tangan di saat takbir, ruku, dan bangkit dari ruku pada peristiwa tertentu dan pada peristiwa yang lain banyak sahabat yang menyaksikan Nabi salat yang tidak hanya ketika beliau salat zuhur. Akan tetapi, karena sanad hadis tersebut menurut penelitian al-Hakim, juga mengandung syadz, yakni at-Tsawri tidak pernah menerima hadis tersebut dari Abu Zubair.[7] Dengan dasar ini, maka hadis tersebut tidak terhindar dari sydzudz atau tidak memenuhi kriteria hadis shahih.

 

Kriteria ‘Illat

Kata ‘illat secara bahasa berarti cacat, kesalahan baca, penyakit, dan keburukan.[8] Menurut istilah ilmu hadis, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Shalah (w. 643 H) dan an-Nawawi (w. 676 H), ‘illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi tidak shahih.[9]

Pengertian illat di sini bukanlah dalam pengertian umum tentang sebab kecacatan hadis, misalnya rawi pendusta atau tidak kuat hapalan. Karena cacat umum seperti ini dalam ilmu hadis disebut dengan istilah tha’n atau jarh.

Adapun ‘illat hadis, selain terjadi pada sanad atau matan, juga terjadi pada sanad dan matan sekaligus. Secara umum ‘illat hadis dapat ditemukan dalam bentuk:

  1. sanad yang tampak muttasil (bersambung) dan marfu (bersumber dari Nabi), tetapi kenyataannya mauquf (bersumber dari shahabat).
  2. sanad yang tampak muttasil dan marfu, tetapi kenyataannya mursal (terputus)
  3. terjadi kekeliruan penyebutan nama rawi dalam sanad yang memiliki kemiripan atau kesamaan dengan rawi lain yang kualitasnya berbeda.
  4. terjadi kerancuan makna karena matan hadis itu bercampur dengan matan hadis lainnya.
  5. terdapat az-ziyadah (tambahan kalimat) dan atau al-idraj (sisipan lafal) pada matan.

Ziyadah menurut bahasa berarti “tambahan”. Menurut istilah ilmu hadis, ziyadah pada matan ialah tambahan kata ataupun kalimat (pernyataan) yang terdapat pada matan. Tambahan itu dikemukakan oleh periwayat tertentu, sedang periwayat tertentu lainnya tidak mengemukakan. Menurut Ibnu as-Salah, ziyadah ada tiga macam:

  • ziyadah berasal dari rawi tsiqah (kredibel) yang isinya bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang bersifat tsiqah Ziyadah seperti itu sama dengan ziyadah syadz. Ziyadah dalam kategori ini statusnya ditolak.

 

  • ziyadah berasal dari rawi yang tsiqah yang isinya tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang bersifat tsiqah juga. Ziyadah dalam kategori ini statusnya diterima. Kata al-Baghdadi, pendapat tersebut merupakan kesepakatan para ulama.
  • ziyadah berasal dari periwayat yang tsiqah berupa sebuah lafaz yang mengandung arti tertentu, sedangkan para periwayat lainnya yang bersifat tsiqah tidak mengemukakannya. Ibnu Salah tidak mengemukakan tentang bagaimana kedudukan ziyadah model ketiga ini. [10]

 

Dalam kategori ziyadah pertama dinyatakan, jika tambahan dan atau sisipan itu bertentangan dengan matan hadis yang lebih kuat, maka matan hadis itu sekaligus mengandung syadz (kejanggalan).

Penekanan pada matan hadis yang mengandung syadz terletak pada pertentangan dengan hadis yang lebih kuat dan kesendirian (fard) sanad, sedangkan penekanan pada matan yang mengandung ‘illat terletak pada adanya kecacatan, baik berupa tambahan, atau sisipan, dan ataupun yang lainnya.

Sebagai contoh hadis yang mengandung ‘illat adalah hadis yang dikutip ‘Ajjaj al-Khatib dari Abi Hatim al-Razi sebagai berikut.

Hadis riwayat Ibrahim bin Tuhman dari Hisyam bin Hisan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah berbunyi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَغْسِلْ كَفَّيْهِ ثَلاَثَةَ مَرَّتٍ قَبْلَ أَنْ يَجْعَلَهُمَا فِي الإِنَاءِ، فَإِنَّهُ لاَيَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدَهُ، ثُمَّ لِيَغْتَرِفَ بِيَمِنِهِ مِنْ إِنَائِهِ، لِيَصُبَّ عَلَى شِمَالِهِ، فَلْيَغْسِلْ مَقْعَدَتَهُ.

Dari Abu Hurairah, katanya, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kamu bangun tidur, maka cucilah kedua telapak tanganmu tiga kali sebelum mencelupkan ke bejana, karena kamu tidak mengetahui di mana kedua tanganmu bermalam. Kemudian tangan kanan menceduk (air) dari bejana, kemudian menyiramkan ke tangan kiri, lalu ia beristinja.” [11]

 Menurut Abu Hatim al-Razi, kalimat      ثمَّ لِيَغْتَرِفَ بِيَمِنِهِ sampai akhir matan hadis itu adalah perkataan Ibrahim bin Thuhman.[12] Dengan demikian, matan hadis itu mengandung ziyadah (tambahan) dari salah seorang periwayatnya.

Contoh lain, hadis riwayat al-Baihaqi dari Yunus, dari al-Zuhri, dari Salim, dari Ibnu Umar, berbunyi:

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ الْجُمْعَةِ وَغَيْرِهَا فَقَدْ أَدْرَكَ

“Siapa yang sempat menunaikan satu raka’at salat Jum’at dan selainnya, maka ia telah menunaikan (salat tersebut).”

Menurut Abu Hatim ar-Razi, hadis tersebut memiliki kesalahan pada sanad dan matan, karena berdasarkan periwayatan az-Zuhri dari Abu salamah, dari Abu Hurairah (bukan dari Salim dari Ibnu Umar). Hadis itu berbunyi:

مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصَّلاَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَهَا

“Siapa yang sempat menunaikan satu raka’at salat, maka ia telah menunaikan (salat tersebut).”

Di dalam hadis tersebut tidak tercantum kalimat : مِنَ الصَّلاَةِ الْجُمْعَةِ [13]. Itu berarti matan hadis itu mendapatkan sisipan (idraj) dari salah satu periwayatnya.

Untuk mengetahui ‘illat hadis diperlukan penelitian yang lebih cermat, sebab hadis yang bersangkutan tampak berkualitas shahih. Cara menelitinya antara lain dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna. Ibnul Madini (w.234 H/849 M) dan al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H/1072 M) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meneliti ‘ilat hadis adalah:

  • menghimpun seluruh sanad hadis yang semakna (bila memiliki mutabi’ dan atau syahid);
  • meneliti seluruh periwayat dalam berbagai sanad itu berdasarkan kriteria jarh wat ta’dil (cacat dan bagusnya kualitas pribadi rawi) yang telah dikemukakan oleh para kritikus hadis;
  • kemudian membandingkan sanad yang satu dengan yang lain. [14]

Ulama ahli hadis pada umumnya mengakui bahwa meneliti syudzudz dan ilat tidak mudah. Sebagian ulama menyatakan penelitian tentang syudzudz dan ilat hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mendalam pengetahuan hadis mereka dan telah terbiasa melakukan penelitian hadis, bahkan penelitian terhadap syudzudz hadis lebih sulit dari pada penelitian ‘ilat hadis.

By Amin Muchtar, sigabah.com

 

[1] Lihat, Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, hlm. 347; al-Hakim, Ma’rifah Ulum al-Hadits, hlm. 119.

[2]Lihat, Al-Hakim, Ma’rifah, hlm. 121. Bandingkan dengan riwayat yang lain, misalnya al-Bukhari, al-Jami’ al-Shahih, Juz I, hlm. 135; an-Nasa’i, Sunan an-Nasa’i, Juz 2, hlm. 122-123.

[3]Lihat, Al-Hakim, Ma’rifah, hlm. 121

[4] Sunan an-Nasa’i, Juz 7, hlm. 247-248 dan 251-252.

[5]Lihat, ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, hlm. 370-371; at-Tahhan, Taisir al-Musthalah, hlm. 102; Ahmad Muhammad Syakir, al-Ba’its al-Hatsits, hlm. 42.

[6] Istilah tanawwu’ dalam wacana ilmu hadis digunakan untuk menunjukkan beberapa hadis yang memiliki matan yang sama atau hampir sama karena adanya peristiwa hadis yang berbeda dan bukan karena adanya periwayatan makna.

[7] Lihat, Al-Hakim, Ma’rifat, hlm. 121.

[8] Lihat, Ibn Manzhur, Lisan al-‘Arab, Juz 13, hlm. 498.

[9] Lihat, Ibnu Shalah, ‘Ulum al-Hadits, hlm. 8; an-Nawawi, at-Taqrib, hlm. 10.

[10] Lihat, Ibnu Shalah, ‘Ulum al-Hadits, hlm. 77; at-Thahan, Taisir Mushthalah, hlm. 137; Nur ad-Din ‘Itr, Manhaj an-Naqd, hlm. 425-427.

[11] Lihat, Ibnu Abi Hatim, ‘illal al-hadits, Juz 1, hlm. 65. Bandingkan dengan riwayat yang lain, misalnya al-Bukhari, al-Jami’ as-Shahih, Juz 1, hlm. 42; Muslim, Shahih Muslim, Juz 1, hlm. 233; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 1, hlm. 36; dan at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Juz 1, hlm. 19-20.

[12] Lihat, Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, hlm. 294; Ibnu Abi Hatim, ‘Illal al-Hadits, Juz 1, hlm. 65

[13]  Lihat, Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, hlm. 295; Ibnu Abi Hatim, ‘illal al-Hadits , Juz 1, hlm. 172.

[14]  Ibnu Shalah, Ulum al-Hadits, hlm. 82; Nur an-Din ‘Itr, Manhaj an-Naqd, hlm. 450-452.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}