Preloader logo

MAHKOTA SUNNAH (01): SHAHIH AL-BUKHARI (Bagian Ke-16)

Variasi Hasil Penghitungan

Berdasarkan data-data hadis yang dimuat dalam Kitab Bad al-Wahy (topik permulaan wahyu), sebagaimana telah ditampilkan pada edisi sebelumnya, dapat kita lacak akar perbedaan Ibn Hajar (dan kawan-kawan) di satu pihak dengan Ibn al-Shalah (dan kawan-kawan) di pihak yang lain.

Perbedaan Ibn Hajar (dan kawan-kawan) dengan Ibn al-Shalah (dan kawan-kawan), tampak jelas terutama menyangkut hadis Umar dan hadis Jabir. Menurut Ibn Hajar[1], seakan-akan hadis Umar tentang al-a’mal dan hadis Jabir tentang fatrah al-wahy tidak dihitung sebagai hadis (mandiri) oleh mereka (Ibn al-Shalah dan kawan-kawan).

Adapun perbedaan Ibn Hajar (dkk) dengan Tim Syirkah tampak jelas terutama menyangkut hadis Aisyah dan Jabir. Tim Syirkah menganggap hadis Jabir sebagai bagian dari hadis Aisyah, karena diriwayatkan melalui sanad yang sama, sehingga dihitung satu hadis, sedangkan Ibn Hajar (dan kawan-kawan) menganggap dua hadis, karena isi kedua hadis itu menjelaskan masalah yang berbeda.

Perbedaan Ibn Hajar di satu pihak, dengan Abd al-Baqi dan Dr. Daib di pihak lainnya, dimulai pada Kitab al-Iman. Ibn Hajar mengitung 51 hadis, sementara Abd al-Baqi dan Dr. Daib al-Bugha mengitung 50 hadis. Perbedaan ini tampak jelas terutama pada

بَاب حُبُّ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْإِيمَانِ

“Bab mencintai Rasul saw. bagian dari iman.”

Pada bab ini dicantumkan hadis sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ

Kata al-Bukhari, “Abu Al Yaman telah menceritakan kepada kami.’ Ia berkata, ‘Syu’aib telah mengabarkan kepada kami. Ia berkata, ‘Abu Az Zinad telah menceritakan kepada kami, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya’.

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِالْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Kata al-Bukhari, “Ya’qub bin Ibrahim Telah menceritakan kepada kami. Ia berkata, Ibnu ‘Ulayyah telah menceritakan kepada kami, dari Abdul ‘Aziz bin Shuhaib, dari Anas, dari Nabi saw. (Jalur lain) Kata al-Bukhari, “Dan telah menceritakan pula kepada kami Adam. Ia berkata, ‘Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dari Qotadah, dari Anas, ia berkata, ‘Nabi saw. bersabda, ‘Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya’.”

Ibn Hajar menghitung jumlah hadis di atas sebanyak 3 hadis. Hadis Anas, walaupun matannya sama, namun diriwayatkan melalui jalur berbeda (Ya’qub dan Adam), sehingga oleh Ibn Hajar dihitung sebagai dua hadis. Sementara Abd al-Baqi dan Dr. Daib menghitung jumlah hadis di atas sebanyak 2 hadis. Hadis Anas, meski diriwayatkan melalui jalur berbeda namun  matannya sama, sehingga dianggap sebagai satu hadis.

Perbedaan Abd al-Baqi dengan Dr. Daib, mulai terjadi pada Kitab al-Wudhu. Abd al-Baqi mengitung 112 hadis [No. 135 – 247], sementara Dr. Daib al-Bugha menghitung 109 hadis [No. 135 – 244]. Perbedaan ini tampak jelas terutama pada

بَاب خُرُوجِ النِّسَاءِ إِلَى الْبَرَازِ

“Bab wanita pergi ke tempat buang air”

dengan hadis sebagai berikut:

(*) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنَّ يَخْرُجْنَ بِاللَّيْلِ إِذَا تَبَرَّزْنَ إِلَى الْمَنَاصِعِ وَهُوَ صَعِيدٌ أَفْيَحُ فَكَانَ عُمَرُ يَقُولُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْجُبْ نِسَاءَكَ فَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ فَخَرَجَتْ سَوْدَةُ بِنْتُ زَمْعَةَ زَوْجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ اللَّيَالِي عِشَاءً وَكَانَتِ امْرَأَةً طَوِيلَةً فَنَادَاهَا عُمَرُ أَلَا قَدْ عَرَفْنَاكِ يَا سَوْدَةُ حِرْصًا عَلَى أَنْ يَنْزِلَ الْحِجَابُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ الْحِجَابِ

Kata al-Bukhari, “Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami. Ia berkata, ‘Al Laits telah menceritakan kepada kami. Ia berkata, ‘’Uqail telah menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari ‘Aisyah, bahwa jika isteri-isteri Nabi saw.ingin buang hajat, mereka keluar pada waktu malam menuju tempat buang hajat yang berupa tanah lapang dan terbuka. Umar pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Hijabilah isteri-isteri Tuan.” Namun Nabi saw.tidak melakukannya. Lalu pada suatu malam waktu Isya` Saudah binti Zam’ah, isteri Nabi saw., keluar (untuk buang hajat). Dan Saudah adalah seorang wanita yang berpostur tinggi. ‘Umar lalu berseru kepadanya, “Sungguh kami telah mengenalmu wahai Saudah! ‘ Umar ucapkan demikian karena sangat antusias agar ayat hijab diturunkan. Maka Allah kemudian menurunkan ayat hijab.”

(**) حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَدْ أُذِنَ أَنْ تَخْرُجْنَ فِي حَاجَتِكُنَّ قَالَ هِشَامٌ يَعْنِي الْبَرَازَ

Kata al-Bukhari, “Zakaria telah menceritakan kepada kami, ia berkata, ‘Abu Usamah telah menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari Bapaknya, dari ‘Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda, “Allah telah mengizinkan kalian (isteri-isteri Nabi) keluar untuk menunaikan hajat kalian.” Hisyam berkata, “Yakni buang air besar.”

Dr. Daib menganggap hadis di atas sebanyak satu hadis. Meskipun diriwayatkan melalui jalur berbeda, yakni Yahya bin Bukair (*) dan Zakaria (**), namun matannya dianggap satu, karena keduanya bersumber dari Aisyah serta menjelaskan masalah yang sama. Tampaknya Dr. Daib menganggap matan kedua sebagai ringkasan dari matan pertama. Sementara Abd al-Baqi menganggap dua hadis, karena meskipun dari sahabat yang sama, namun terdapat perbedaan redaksi di antara keduanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan jumlah hadis dalam Shahih al-Bukhari bukanlah perbedaan hakiki, yakni bukan karena terjadi penambahan atau pengurangan hadis, melainkan karena perbedaan kriteria penghitungan yang dipergunakan masing-masing. Hal ini tidak berbeda dengan penetapan jumlah ayat dalam Alquran.

 

Jumlah Hadis Shahih al-Bukhari

Meski berbeda pendapat dalam penetapan jumlah, para ulama sepakat bahwa jumlah itu diseleksi dari 600.000 hadis (marfu’, mauquf, maqthu’), sebagaimana dinyatakan Imam al-Bukhari:

صَنَّفْتُ كِتَابَ الصَّحِيْحِ لِسِتَّ عَشْرَةَ سَنَةً خَرَّجْتُهُ مِنْ سِتِّمِائَةِ أَلْفِ حَدِيْثٍ

“Aku menyusun kitab Shahih selama 16 tahun, aku menyeleksinya dari 600.000 hadis.[2]

Atau dari jumlah 300.000 hadis yang marfu’ (disandarkan kepada Nabi) saja, bila memperhatikan pernyataan al-Bukhari berikut ini:

أَحْفَظُ مِئَةَ أَلْفِ حَدِيْثٍ صَحِيْحٍ وَأَحْفَظُ مِئَتَي أَلْفِ حَدِيْثٍ غَيْرِ صَحِيْحٍ

“Aku hafal 100.000 hadis sahih, dan 200.000 hadis yang tidak sahih.[3]

Berdasarkan pernyataan al-Bukhari di atas, bila yang dijadikan acuan;

  1. hasil penghitungan Ibn al-Shalah, maka pada Shahih al-Bukhari hanya dimuat 2,425 % dari 300.000 hadis (sahih dan tidak sahih), atau 7,275 % dari 100.000 hadis sahih saja.
  2.  hasil penghitungan Ibn Hajar, maka pada Shahih al-Bukhari hanya dimuat 2,465 % dari 300.000 hadis (sahih dan tidak sahih), atau 7,397 % dari 100.000 hadis sahih saja.
  3. hasil penghitungan Abd al-Baqi, maka pada Shahih al-Bukhari hanya dimuat 2,521 % dari 300.000 hadis (sahih dan tidak sahih), atau 7,563 % dari 100.000 hadis sahih saja.
  4.  hasil penghitungan Dr. Daib, maka pada Shahih al-Bukhari hanya dimuat 2,3747 % dari 300.000 hadis (sahih dan tidak sahih), atau 7,124 % dari 100.000 hadis sahih saja.
  5. hasil penghitungan Tim Syirkah, maka pada Shahih al-Bukhari hanya dimuat 2,336 % dari 300.000 hadis (sahih dan tidak sahih), atau 7,008 % dari 100.000 hadis sahih saja.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kandungan hadis pada Shahih al-Bukhari secara keseluruhan tidak lebih dari 2,5 % dari 300.000 hadis (sahih dan tidak sahih) yang dikuasai al-Bukhari, atau hanya 7,5 % dari 100.000 hadis sahih saja.

Penghitungan ini menunjukkan tiga hal;  Pertama, al-Bukhari sangat ketat dalam menyeleksi hadis yang layak dimuat pada Shahih al-Bukhari. Kedua, kualitas hadis-hadis al-Bukhari yang dimuat pada kitab lainnya, belum tentu mencapai derajat sahih menurut kriteria al-Bukhari. Ketiga, hadis-hadis al-Bukhari yang tidak dimuat pada Shahih-nya, jumlahnya jauh lebih banyak sekitar 97,5 % (292.500 hadis) dari 300.000 (hadis marfu’) yang dikuasai al-Bukhari.

Inilah salah satu maksud yang dapat dipahami dari penyataan al-Bukhari:

مَا أَوْرَدْتُ فِي كِتَابِيْ هذَا إِلاَّ مَا صَحَّ وَلَقَدْ تَرَكْتُ كَثِيْرًا مِنَ الصِّحَاحِ

Tidak aku muat dalam kitab ini kecuali yang sahih, tetapi hadis sahih yang aku biarkan (tidak dimuat pada kitab itu) lebih banyak lagi.”[4]

Jumlah sebanyak itu (7,5 % dari 100.000 hadis sahih) tersebar pada karya al-Bukhari lainnya, seperti Al-Adab al-Mufrad dan Raf’ al-Yadain fi al-Shalah maupun pada karya ulama lainnya, seperti kitab jenis mustadrak dan mustakhraj[5], antara lain al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, karya al-Hakim[6] (W. 405 H/1014 M) dan al-Mustakhraj ‘ala al-Bukhari, karya al-Isma’ili[7] (W. 371 H/981 M).  Pada kitab-nya, al-Hakim meneliti ulang berbagai hadis al-Bukhari dan Muslim yang tidak dimuat pada al-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim).

Sehubungan dengan itu, pengutipan hadis riwayat al-Bukhari di luar kitab Shahih-nya perlu disertai keterangan tentang sumber atau rujukan, agar tidak diasumsikan oleh umat bahwa hadis itu dimuat pada Shahih al-Bukhari dan dijamin kesahihannya, seperti:

رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي الأَدَبِ

(hadis riwayat al-Bukhari pada kitab Al-Adab al-Mufrad)

Berbagai keterangan yang telah disampaikan dalam beberapa edisi ini kiranya dapat mengantarkan kita kepada satu pemahaman bahwa dengan berbagai keunggulan itu pantas kiranya bila Shahih al-Bukhari telah mendapatkan perhatian besar dari para ulama pada berbagai generasi.

 

By Amin Muchtar, sigabah.com

 

[1]Lihat, Hady al-Sari, op.cit., hal 489

[2]Lihat, Al-Nawawi, Tahdzib al-Asma wa al-Lugat, op.cit., I:91

[3]Lihat, Al-Dzahabi, Siyar A’lam Al-Nubala, op.cit, XII: 415

[4]Lihat, Al-Maqdisi, op.cit. hal. 47

[5]Al-Mustadrak adalah himpunan hadis-hadis yang memenuhi kriteria kesahihan kitab tertentu, namun tidak dimuat pada kitab itu. Sedangkan al-mustakhraj adalah himpunan hadis-hadis yang bersumber dari kitab seseorang (kitab asal) dengan sanad yang berbeda dari orang itu. kemudian bersambung keduanya di tengah sanad atau pada guru penyusun kitab asal. (Lihat, Muhamad bin Ja’far al-Kitani, al-Risalah al-Mustathrafah, Dar al-Basyair al-Islamiyyah, Beirut, 1986, hal. 26-31; Thahan, op.cit., hal. 114-117; Ibnu Muchtar, dkk, Majalah al Qudwah, No. 09, Nopember 2000, hal. 35-36)

[6]Lihat No. 99.

[7]Namanya Ahmad bin Ibrahim bin Ismail al-Jurjani. Nisbah kepada Jurjan, salah satu kota di Iran. Selain al-Mustakhraj, ia menyusun pula karya lainnya, yaitu al-Mu’jam dan al-Musnad al-Kabir. (Lihat, Al-Kitani, op.cit., hal. 26)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}