Preloader logo

KRITERIA DAN FUNGSI ZAKAT

Kata zakat secara bahasa berarti tumbuh, mensucikan atau memperbaiki. Kata itu mengacu pada kesucian diri yang diperoleh setelah pembayaran zakat dilaksanakan. Itulah kebaikan hati yang dimiliki seseorang manakala ia tidak bersifat kikir dan tidak mencintai harta kekayaannya semata-mata demi harta itu sendiri.

 

Harta kekayaan memang disukai oleh setiap orang dan setiap orang mencintai kekayaannya serta sumber-sumber kekayaan lainnya, akan tetapi orang yang menafkahkan harta kekayaan ini untuk orang lain akan memperoleh kebajikan dan kesucian. Inilah pertumbuhan dan kebaikan yang sejati, yang ia peroleh dengan membayar sumbangan wajib yang dipungut atas kekayaannya dalam bentuk zakat. Aspek spiritual inilah yang menyebabkan zakat tidak diberlakukan atas orang kafir. Sebab mereka tidak boleh dipaksa untuk melaksanakan tindakan ibadah apa pun yang diperintahkan oleh Islam. Aspek ini digambarkan di dalam Al-Quran:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah sedekah dari harta mereka untuk membersihkan dan mensucikan mereka” QS. al-Taubah:103

 

Penerimaan zakat oleh Nabi dari penduduk yang dibicarakan di sini merupakan suatu tindakan pensucian dari dosa yang terkandung dalam harta kekayaan. Kata zakat itu sendiri menunjukkan bahwa harta kekayaan yang tidak dibelanjakan dengan cara bijaksana atas diri seseorang atau orang lain akan melahirkan kejahatan, yakni dengan mendorong industri-industri yang tidak produktif, bermewah-mewah serta menciptakan persaingan dan pertarungan antar kelas dalam masyarakat. Hanya apabila harta kekayaan dibelanjakan untuk hal-hal yang baiklah, maka ia dapat menumbuhkan dan mensucikan masyarakat dari kejahatan-kejahatannya, yaitu dengan mendorong pengembangan industri yang sehat, bermanfaat dan produktif.

 

Dalam Al-Quran dinyatakan:

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” QS. al-Baqarah:265

 

Dapat dikatakan di sini bahwa Alquran telah mempergunakan kata-kata sadaqat, infaq, dan zakat, sebagai pemberian pada orang lain. Sesungguhnya ketiganya merupakan aspek dari satu hal yang sama; tujuan sesungguhnya adalah melatih moral serta mensucikan jiwa manusia. Dua aspek yang pertama, yaitu sedekah dan infaq, bersifat bebas pilih, akan tetapi yang terakhir yaitu zakat adalah wajib bagi setiap Muslim. Dalam ayat tersebut dijelaskan tentang perumpamaan orang yang berhasil memanen buah dari pengorbanan-pengorbanan yang mereka lakukan demi kebaikan masyarakat.

 

Tindakan mereka menafkahkan hartanya untuk kebaikan telah ditunjukkan dalam ayat Alquran di atas sebagai menafkahkan harta kekayaan demi memperoleh keridlaan Allah dan untuk memperkuat jiwa mereka. Ini dengan jelas memberikan indikasi bahwa harta yang dinafkahkan demi kebaikan orang banyak tanpa mengharapkan suatu imbalan apa pun, mempunyai arti yang sangat signifikan.

 

Sesungguhnya, zakat dinamakan demikian karena ia dapat membantu mensucikan jiwa manusia (dari sifat keakuan, kekikiran, dan cinta akan harta). Dengan demikian berarti membuka jalan untuk pengembangan dan perbaikan yang selanjutnya (melalui pengeluaran bagi orang lain). Zakat bukan semata-mata amal, akan tetapi suatu langkah yang perlu bagi kemajuan manusia. Orang kaya, dengan membantu anggota masyarakat miskin sesungguhnya telah menolong diri mereka sendiri. Mereka enggan untuk membantu membangun umat manusia. Dengan kata lain, mereka meninggalkan jalan utama kemajuan manusia dan tersesat pada jalan-jalan kecil yang tidak terhitung jumlahnya yang buntu serta sia-sia. Mereka tidak menghendaki jiwa mereka disucikan dari kejahatan yang terkandung dalam kemewahan. Pembayaran zakat merupakan ketaatan yang sejati pada Allah dan hasilnya akan tampak dalam karakter dan relasi orang-orang yang melakukan pemberian seperti itu.

 

Kata zakat, seperti telah dijelaskan di atas, memainkan dua fungsi penting. Pertama, ia mensucikan hati atau jiwa si pemberi dari kejahatan-kejahatan sifat kikir dan sebagai gantinya mendorong pemberian sedekah dan mengeluarkan barang atau harta yang baik. Orang yang betul-betul mengerti arti penting zakat akan bersifat sangat rendah hati dan takwa. Mereka akan melaksanakan segala hal yang baik di dunia ini hanya untuk menyenangkan Tuhan dan tidak akan pernah merasa tinggi hati lantaran perbuatan-perbuatan baiknya. Semuanya ini tercakup dalam perkataan zakat.

 

Kedua, ia akan mengantarkan suatu komunitas menuju perkembangan yang sehat. Zakat dapat mencegah segala pengaruh yang bersifat penghalang dan mendorong orang untuk ikut membantu mencapai kemajuan dalam bidang ekonomi. Dengan menjadikan zakat sebagai suatu kewajiban bagi setiap Muslim yang kaya agar menzakati harta kekayaannya, barang-barang komersial dan lain-lain, maka zakat sebenarnya sekaligus menjadi suatu rangsangan yang sangat kuat pada orang-orang untuk menginvestasikan modal mereka agar dapat berkembang dan dengan demikian akan meningkat seluruh kekayaan masyarakat. Kedua tujuan ini, pensucian jiwa dan pertumbuhan ekonomi, tercakup dalam kata zakat.

 

Selanjutnya, apabila perkataan zakat mengacu pada pensucian, maka ia mengandung dua pengertian, pertama, kata tersebut mengacu pada harta yang dinafkahkan untuk mendapatkan atau mencapai kesucian dan keutamaan jiwa. Kedua, ia menunjuk pada tindakan aktual pensucian. Orang yang membayar zakat sesungguhnya melaksanakan tindakan pensucian. Dalam arti ini, tindakan pensucian tidaklah terbatas hanya pada pembayaran zakat materi, tetapi juga mencakup pensucian jiwa, pensucian karakter, pensucian kehidupan, pensucian harta kekayaan dan sesungguhnya pensucian seluruh aspek kehidupan manusia.

Lagi pula, zakat tidaklah terbatas pada pensucian kehidupan diri seseorang, tetapi meluas di segala lingkup dan mencakup kehidupan seseorang yang berhubungan dengannya. Dengan kata lain, itu berarti bahwa orang yang membayar zakat adalah orang yang sesungguhnya melakukan pekerjaan pensucian.

 

Pertama, mereka mensucikan diri mereka sendiri, dan kemudian mereka membantu orang-orang lain untuk mencapai kesucian. Dengan demikian, mereka menumbuhkan kualitas kemanusiaan yang benar di dalam diri mereka dan kemudian berusaha membantu kualitas tersebut tumbuh dalam diri orang lain. Fungsi zakat ini digambarkan di beberapa tempat dalam Alquran al-Qur’an. Pada surat al-A’la:14, ditunjukkan sebagai berikut:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى

“Sesungguhnya menanglah orang yang suci (hati)”

 

Sedangkan pada surat al-Syams:9-10 dikatakan:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا # وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Sesungguhnya telah menanglah orang yang membersihkan (jiwanya). Dan merugilah orang yang mengotorinya”

 

Zakat berarti membuat sesuatu meningkat dan berkembang. Sementara dassa ha berarti menyembunyikan atau “menguburnya” dan tidak tidak membiarkannya berkembang. Dengan demikian, yang pertama mensucikan dan membantu proses pertumbuhan, sementara yang kedua mencegah pertumbuhan tersebut dan menyebabkan sesuatu terhenti dan rusak.

 

Penggunaan kedua kata tersebut benar-benar menunjukkan bahwa indera yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan, pengembangan dan penyempurnaan dianugerahkan pada setiap orang; sebagian orang membuatnya tumbuh dan berkembang melalui pemanfaatan dan pengembangan yang layak, sementara yang lainnya membuatnya terhenti dan layu dengan membiarkannya tetap digunakan, tidak berkembang dan terkubur, sebab tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk kepentingan mereka.

 

Sedangkan secara istilah para ulama fikih telah menjelaskan pengertian zakat sebagai berikut:

الزَّكَاةُ : إِعْطَاءُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوْصٍ بِوَضْعٍ مَخْصُوْصٍ لِمُسْتَحِقِّهِ

“Zakat adalah mengeluarkan bagian yang khusus dari harta yang khusus dengan ketentuan yang khusus bagi mustahiqnya.”

 

Status Hukum Zakat

 

Zakat adalah ibadah mahdhah yang status hukumnya sama dengan salat. Hal ini berdasar kepada ayat-ayat yang senantiasa menggandengkan zakat dengan salat pada ayat yang sama, tanpa pemisahan hukumnya, seperti:

وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dirikanlah oleh kalian salat dan keluarkanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”. Q.s. Al-Baqarah : 43

 

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

“Dan kami jadikan mereka ketua-ketua yang memimpin manusia dengan perintah kami, dan kami wahyukan kepada mereka perbuatan-perbuatan baik yang mendirikan salat dan mengerluarkan zakat dan mereka orang-orang yang beribadah kepada kami”. Q.s. Al-Anbiya : 73

 

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ ‎وَأَوْصَانِي بِالصَّلاَةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا

“Dan ia jadikan aku orang berbakti dimana saja aku berada dan ia wajibkan aku sembahyang dan zakat selama aku hidup”. Q.s. Maryam : 31

 

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاَةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا

“Dan ia menyuruh ahlinya mendirikan salat dan mengelurkan zakat dan adalah ia seorang yang diridhai tuhannya”. Q.s. Maryam : 55

 

Dan masih banyak ayat-ayat lainnya, selain dalam Al-Quran status zakat juga dinyatakan dalam hadis-hadis, antara lain sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَالَ تَعْبُدُ اللهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا فَلَمَّا وَلَّى قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا- رواه البخارى-

“Dari Abi Hurairah ra. sesungguhnya orang Arab kampung datang kepada Nabi saw. lalu dia bertanya: tunjukanlah kepadaku atas amal yang apabila aku mengamalkannya aku masuk surga, Rasulullah menjawab: engkau beribadah kepada Allah, tidak menyekutukannya sedikitpun dan engkau mendirikan salat makhtubah dan engkau tunaikan zakat mafrudhah dan engkau melaksanakan shaum Ramadhan, ia berkata: demi Allah, aku tidak akan menambah ini, dan ketika ia berlalu, Nabi saw. berkata: siapa yang menggembirakan melihat seorang laki-laki dari ahli surga, lihatlah laki-laki ini.” H.r. Al-Bukhari

 

Dalam hadis lain dari Abu Hurairah disebutkan:

لَمَّا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ وَكَفَرَ مَنْ كَفَرَ مِنَ الْعَرَبِ فَقَالَ عُمَرُ كَيْفَ تُقَاتِلُ النَّاسَ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ فَمَنْ قَالَهَا فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ فَقَالَ وَاللهِ لَأُقَاتِلَنَّ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ فَإِنَّ الزَّكَاةَ حَقُّ الْمَالِ وَاللهِ لَوْ مَنَعُونِي عَنَاقًا كَانُوا يُؤَدُّونَهَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَى مَنْعِهَا قَالَ عُمَرُ فَوَاللهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ قَدْ شَرَحَ اللهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ فَعَرَفْتُ أَنَّهُ الْحَقُّ

“Ketika wafat Rasululah saw. dan adalah Abu Bakar, lalu kufurlah orang-orang yang kufur dari kalangan Arab, Umar berkata: bagaimana kau menerangi orang, padahal Rasulullah telah mengatakan, aku diperintah untuk menerangi orang-orang sampai mereka mengatakan: Laa ilaaha Illallah, barang siapa yang mengatakannya, maka ia telah terpelihara dariku hartanya dan jiwanya, kecuali dengan haqnya, sedang hisabnya tanggungan Allah, maka Abu Bakar berkata: demi Allah, pasti akan aku perangi orang yang memisahkan antara salat dan zakat, karena sesungguhnya zakat itu karena sesungguhnya zakat itu hak harta, demi Allah kalaulah mereka tidak mau menyerahkannya kepada Rasulullah saw., pasti aku akan memerangi mereka atas penolakannya itu’, Umar berkata, “Demi Allah, hal itu bukanlah kecuali Allah telah membuat terang pada Abu Bakar ra. lalu aku mengetahuinya bahwa dia itu benar.” H.r. Al-Bukhari

 

Berdasarkan ayat-ayat dan hadis-hadis di atas jelaslah bahwa zakat adalah ibadah mahdhah yang sederajat dengan salat dan tidak bisa dipisahkan.

 

By Amin Muchtar, sigabah.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}