Preloader logo

KONSEP ILMU

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam, baik laki-laki atau perempuan. Banyak banget keterangan yang jelasin soal keutamaan ilmu. Salah satunya, Allah bakalan ngangkat derajat orang-orang yang berilmu. Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmu?

Kata ilmu sendiri, berasal dari bahasa Arab yaitu  alima, ya’lamu, ‘ilman, yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Jadi, kalau orang punya ilmu, dia bakal tau hakikat kebenaran tentang sesuatu.

Tapi anehnya, hari ini banyak kita temukan orang yang makin tinggi ilmunya, malah tambah bingung, bukan tambah yakin. Jauh-jauh sekolah ke luar negeri bahkan sampai S3, tapi malah engga tau kebenaran, hidupnya malah terus diliputi keraguan, dan akhirnya dia malah jadi orang yang masuk “Golbi” golongan bingung. “Manusia itu tempatnya salah dan khilaf. Jangan merasa diri paling benar. Hanya Tuhan yang tahu kebenaran” kurang lebih gitu deh, pemikiran orang-orang golbi.

Apakah kebenaran bisa dicapai melalui ilmu? Kalau bisa, kenapa ada orang yang makin tinggi ilmunya malah makin ragu? Makin jauh dari Allah swt? Apa yang salah? Inti permasalahan dari semuanya adalah, kegagalan dalam menempatkan hakikat ilmu pada tempatnya.

Problem pertama: Ilmu untuk tujuan pragmatis atau ekonomis

Karena tuntutan hidup yang makin tinggi, akhirnya hari ini banyak orang yang mempelajari ilmu cuma karena tuntutan hidup. Semua dinilai dari sudut pandang materialistik. “Daripada saya belajar ilmu hadis mending saya belajar akuntansi, kalau udah lulus prospek kerjanya jelas. Daripada saya belajar bahasa arab mending saya sekolah di pertambangan, kalau udah lulus kan pasti dapet gaji gede, hidup pasti mapan.Dan sebagainya” Titik berangkatnya bukan dari kesadaran untuk mengetahui hakikat kebenaran, tapi untuk tujuan ekonomis.

Problem kedua: kesalahan dalam klasifikasi ilmu

Problem kedua inilah, sebetulnya problem yang paling serius dan menimbulkan efek yang luas. Kita mengklasifikasikan ilmu mengikuti konsep Barat yang cenderung sekuler; yaitu memisahkan antara ilmu umum dan ilmu agama. Jadi kalau kamu mau belajar ilmu agama, maka kamu harus ke pesantren. Kalau kamu mau belajar ilmu umum, maka kamu harus ke sekolahan umum. Dalam kurikulum pendidikannya juga sama. Ketika kita bahas ilmu umum, maka ga boleh dikaitkan sama agama. Contoh gini, dalam pelajaran biologi soal evolusi manusia. Teori yang sampai sekarang dipake kan teorinya Darwin; bahwa manusia merupakan evolusi dari kera. Ketika kita sanggah, kenapa teori asal-usul manusia tidak kita rujuk Al-Qur’an saja? Kemudian dijawab; itu kan pelajaran agama. Ini pelajaran biologi.

Sementara dalam Islam engga gitu. Klasifikasi ilmu dalam Islam adalah yang fardhu ‘ain, fadhu kifayah, dan bukan fardhu. Dalam pandangan Islam, meskipun kita seorang dokter, ilmuwan, guru ataupun pejabat kita tetap wajib buat mempelajari ilmu agama, iya wajib! Soalnya gimana kita mau bisa mengamalkan syariat, kalau ilmunya aja kita engga tau?

Tapi sayangnya, hari ini banyak orang yang malah mengikuti konsep ilmu yang dari barat; konsep ilmu yang sudah dikacaukan dan tidak lagi berada pada tempatnya. Akhirnya muncul lah golongan bingung tadi. Makin dia memperdalam ilmunya, makin dia jauh dari Allah swt. karena upaya pencariannya engga disertai agama, melainkan hanya mengandalkan kemampuan nalar yang udah pasti penuh keterbatasan.

Hilang Adab

Dari kegagalan menempatkan hakikat ilmu pada tempatnya inilah, kemudian muncul yang oleh Prof. Al-Attas disebut hilang adab. Lihatlah orang-orang Barat, boleh saja mereka mengalami kemajuan pesat di bidang teknologi, boleh saja mereka maju dalam kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Tapi ada satu aspek dari mereka yang telah mengalami kemunduran bahkan hilang; yakni aspek moral. Mereka telah hilang adab. semakin jauh dari fitrah nya sebagai manusia. Dari hilang adab itu, akhirnya melahirkan pemimpin-pemimpin palsu dan menimbulkan kebingungan dan kekeliruan ilmu.

Maka disinilah tugas kita, khususnya sebagai seorang muslim untuk menempatkan kembali hakikat ilmu sesuai tempatnya. Kita harus bisa memutus mata rantai kekeliruan di atas. Sehingga tujuan ilmu yakni untuk mencari kebenaran bisa tercapai. Dengan ilmu kita bisa menjalani hidup sesuai dengan fithrah kemanusiaan, dan yang terpenting, kita mengenal dan semakin dengan Allah Swt.

By Azmi Fathul Umam

Editor: Amin Muchtar, sigabah.com/beta

There are 2 comments
  1. apem

    saya tertarik dengan Problem kedua inilah, sebetulnya problem yang paling serius dan menimbulkan efek yang luas. Kita mengklasifikasikan ilmu mengikuti konsep Barat yang cenderung sekuler

  2. subhanallh
    leengkap banget tulisannya min
    ini bisa menjadi dasar kita dalam menuntut ilmu

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}