Preloader logo

FIQIH DUIT (Bagian Ke-6)

Jenis-jenis Uang

Kepentingan pemerintah maupun masyarakat akan mempengaruhi jumlah peredaran uang. Pemerintah dengan segala kepentingan dan kebutuhannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Demikian pula lembaga-lembaga kredit seperti Bank dan lembaga keuangan lainnya juga akan mempengaruhi jumlah peredaran uang. Karena itulah dalam masyarakat terdapat berbagai macam jenis  uang beredar sejak dahulu hingga sekarang. Dari perkembangan penggunaan uang pada masa lalu dan pada masa sekarang, kita dapat melihat beberapa macam atau jenis uang yang beredar di masyarakat dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut:

I. Bahan Pembuatan

Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.

Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai. Uang logam memiliki tiga macam nilai:

Pertama, Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang.

Kedua, Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata uang. Misalnya seratus rupiah (Rp. 100) atau lima ratus rupiah (Rp. 500).

Ketiga, Nilai tukar, yaitu kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 10.000 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso.

Ketika pertama kali digunakan, uang emas dan uang perak dinilai berdasarkan nilai intrinsiknya, yaitu kadar dan berat logam yang terkandung di dalamnya. Semakin besar kandungan emas atau perak di dalamnya, semakin tinggi nilainya. Tapi saat ini, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum atau tertulis di mata uang tersebut.

Sementara itu, yang dimaksud dengan “uang kertas” adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).

II. Nilai Uang

Menurut nilainya, uang dibedakan menjadi uang penuh (full bodied money) dan uang tanda (token money)

Nilai uang dikatakan sebagai uang penuh apabila nilai yang tertera di atas uang tersebut sama nilainya dengan bahan yang digunakan. Dengan kata lain, nilai nominal yang tercantum sama dengan nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut. Jika uang itu terbuat dari emas, maka nilai uang itu sama dengan nilai emas yang dikandungnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan uang tanda adalah apabila nilai yang tertera di atas uang lebih tinggi dari nilai bahan yang digunakan untuk membuat uang. Dengan perkataan lain, nilai nominal lebih besar dari nilai intrinsik uang tersebut. Misalnya, untuk membuat uang Rp. 1.000 pemerintah mengeluarkan biaya Rp. 750.

III. Kebutuhan Perdagangan

Uang yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.

Sebagai bahan pijakan analisa syariat Islam, beberapa istilah jenis uang di atas perlu diuraikan lebih mendalam sebagai berikut:

A. Full Bodied Money

Bila kita mempelajari sejarah pemakaian uang, tampak jelas bahwa bahwa mata uang yang umum dipergunakan—setelah tidak dipergunakan lagi uang barang seperti kerang, batu-batu dan lain-lain—adalah uang logam, terutama emas dan perak. Jadi menurut sejarah penggunaan mata uang, commodity money digantikan kedudukannya oleh metalic money. Tentu saja ada factor penyebab, mengapa justru logam mulia tersebut menjadi mata uang.

Pada umumnya logam mulia dijadikan sebagai alat tukar, karena alasan-alasan sebagai berikut:

  • Dalam zaman dahulu logam mulia merupakan bahan kerajinan yang amat penting.
  • Logam mulia relatif jarang, sehingga dengan stock terbatas logam tersebut bernilai amat besar.
  • Logam mulia dapat dibagi-bagi menjadi kesatuan-kesatuan kecil dengan tidak mengurangi nilai keseluruhannya.
  • Satu kesatuan kecil logam mulia yang sama beratnya bernilai sama.
  • Logam mulia tidak mudah rusak.
  • Karena supply logam mulia tidak terlalu banyak mengalami perobahan, maka harga-harga logam muliapun relatif stabil dalam jangka waktu yang agak lama.
  • Logam mulia—karena factor-faktor tersebut di atas—mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Mata uang logam berbahan dasar emas atau perak pada umumnya termasuk full bodied money (uang penuh). Full bodied money itu adalah mata uang yang nilai materinya sama dengan nilai yang tertulis pada mata uangnya. Hal ini hanya mungkin terdapat pada mata uang yang terbuat dari logam mulia dan jika dalam masyarakat tersebut dipenuhi dua syarat sebagai berikut :

  • Ada kebebasan masing-masing orang untuk menempa mata uang, meleburnya, menjualnya atau memakainya.
  • Tiap orang mempunyai hak yang tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.

Adanya kedua syarat tersebut di atas, menyebabkan dapat terjadi kesamaan kedua nilai tersebut. Jika nilai materi mata uang lebih tinggi daripada nilai nominalnya, maka orang cenderung melebur mata uang. Ini berakibat berkurang jumlah uang di dalam peredaran yang berakibat cenderung turunnya harga logam di pasar. Jika nilai materi mata uang lebih rendah daripada nilai nominalnya, maka cenderung orang menempa logam-logam mulia menjadi mata uang. Hal ini berakibat naiknya harga logam mulia di pasar. Demikianlah terus-menerus, jika kedua syarat tersebut di atas dapat dijamin, maka akan selalu ada kecenderungan tercapainya keseimbangan nilai materi mata uang dengan nilai nominalnya.

Kedua syarat tersebut di atas harus terwujud agar terdapat full bodied money. Jika salah satu syarat tersebut tidak ada, maka mata uang yang kita sebut full bodied money tidak akan kita jumpai. Jadi bila hak masyarakat untuk menempa mata uang telah dicabut, maka nilai nominal mata uang tersebut akan cenderung melebihi nilai logamnya sendiri. Karenanya mata uang tersebut bukan lagi sebagai full bodied money.

Persamaan nilai kedua tadi, yakni nilai nominal mata uang dengan nilai logam mata uang, menjadi ciri dari full bodied money. Mata uang logam hanya boleh dikatakan sebagai full bodied money, bila nilai nominal mata uang tersebut sama dengan nilai logamnya sendiri.

Di negara-negara yang mata uangnya terbuat dari kertas, kita tidak menjumpai adanya full bodied money. Materi uang kertas itu pada hakekatnya tidak mempunyai nilai. Jadi jelas bahwa nilai nominal mata uang kertas selalu lebih besar dari nilai materinya sendiri. Sesuai dengan uraian di atas di mana nilai nominal mata uang lebih tingggi dari nilai bahannya, maka mata uang tersebut tidak dapat dinamai sebagai full bodied money.

Full bodied money umum dijumpai pada zaman dahulu ketika negara-negara atau kerajaan-kerajaan membuat mata uangnya dari logam-logam murni seperti emas dan perak. Pada zaman sekarang hampir tidak ada lagi mata uang seperti itu. Kebanyakan negara-negara dewasa ini, membuat mata uangnya dengan memakai bahan kertas. Kertas yang menjadi bahan mata uang kertas tidak mempunyai nilai apa-apa. Karenanya ia tidak kita masukkan ke dalam kategori full bodied money.

Berbeda dengan uang yang bernilai penuh (Full bodied money), kita dapati pula uang yang tidak bernilai penuh. Uang yang tidak bernilai penuh sering disebut dengan istilah token money.

 

B. Token Money

Sebagaimana disebut di muka, bahwa ada saatnya nilai logam mulia yang membentuk full bodied money itu lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai nominalnya. Nilai nominal adalah nilai sebagaimana dituliskan dalam mata uang itu. Ada juga saatnya nilai logam mulia disebut nilai intrinsik sama dengan nilai nominalnya, maka mata uang itu kita beri nama full bodied money. Jadi kriteria untuk menentukan apakah sesuatu mata uang merupakan full bodied money atau tidak adalah kesamaan kedua nilai tersebut.

Adapun token money dapat didefinisikan adalah “mata uang yang nilai nominalnya (nilai moneternya) lebih tinggi dari nilai intrinsiknya.” Jadi, token money adalah uang yang nilai moneter atau nilai nominalnya lebih tinggi daripada nilai bahan pembuatannya.

Pada umumnya di seluruh negara yang ada sekarang ini, lebih banyak digunakan token money daripada full bodied money. Contoh yang jelas dari token money adalah uang yang dibuat dari kertas. Jadi baik uang kertas bank maupun uang kertas pemerintah adalah token money. Demikian juga uang logam pada waktu sekarang ini lebih banyak termasuk golongan token money. Uang logam yang ada dewasa ini lebih banyak terbuat dari logam yang rendah nilainya seperti timah, nikkel, platina, dan lain sebagainya. Tampaknya hanya mata uang yang berbahan baku emas atau perak yang masuk ke dalam kategori full bodied money, sedangkan mata uang yang bahannya terbuat dari logam lain, apalagi berbahan kertas termasuk ke dalam istilah token money.

Selain perbedaan dari segi nilai nominal dan bahan, perbedaan full bodied money dengan token money juga dapat dilihat dari otoritas pembuat. Jika pada token money, mata uang hanya dibuat oleh badan-badan tertentu, seperti Bank Sentral, Pemerintah dan Bank-Bank Deposito, maka dalam full bodied money penciptaan uang itu pada dasarnya menjadi hak setiap anggota masyarakat. Dengan demikian jika token money dapat dihitung jumlahnya, maka jumlah full bodied money relative sulit menghitungnya, karena setiap orang dapat menciptakan full bodied money dan dapat meleburnya, sedangkan token money hanya dapat diciptakan oleh badan yang mendapat wewenang untuk itu.

C. Uang Kertas

Dewasa ini umumnya negara-negara mempunyai mata uang yang terbuat dari kertas. Setidak-tidaknya uang kertaslah yang lebih banyak dalam peredaran jika dibandingkan dengan jenis mata uang lainnya. Uang kertas itu biasa juga disebut folding money, karena uang kertas tersebut dapat dilipat oleh orang yang memegangnya.

Adapun factor penyebab negara-negara itu mempunyai mata uang yang dibuat dari kertas, yang paling utama tentu pertimbangan ongkos, karena pembuatan mata uang kertas itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan ongkos pembuatan mata uang logam. Sebab kedua, karena uang kertas itu mudah dibawa dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Syarat ini merupakan syarat yang tidak boleh dilupakan terutama pada negara-negara yang yang luas daerahnya. Alasan ketiga, bahwa jika kebutuhan suatu negara akan mata uang bertambah, maka kebutuhan itu dengan mudah dapat dipenuhi karena kertas mudah mendapatkannya. Hal tersebut tidak mudah dilaksanakan, jika bahan mata uang itu terbuat dari logam, terlebih-lebih kalau logam-logam mulia. Bagi sesuatu negara jumlah logam itu terbatas, namun tidak demikian halnya dengan kertas.

Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa sebenarnya materi mata uang kertas itu tidak bernilai apapun. Dengan kata lain nilai intrinsik dari mata uang kertas selalu jauh lebih rendah dari nilai nominalnya. Meski demikian, namun mata uang tersebut toh diterima juga masyarakat sebagai alat tukar. Mengapa demikia? Sesungguhnya mengapa masyarakat mau menerima mata uang yang bahannya diperbuat dari kertas sebagai alat tukar, terletak pada kekuasaan pemerintah. Uang itu dikeluarkan oleh pemerintah atau oleh sesuatu badan yang mendapatkan wewenang atau hak monopoli dari pemerintah. Sesuatu alat tukar yang dinyatakan pemerintah sebagai alat tukar, tentu akan diterima oleh masyarakat yang mengakui pemerintah yang bersangkutan. Jadi jika uang kertas telah dinyatakan pemerintah berlaku, maka masyarakat akan menerimanya sebagai mata uang.

Biasanya masyarakat percaya pada mata uang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau dikeluarkan oleh badan lain atas perintah pemerintah, sekalipun bendanya itu dibuat dari kertas yang sama sekali tidak mempunyai nilai intrinsik. Karena atas dasar kepercayaan inilah, ada penulis yang menamakan uang kertas itu sebagai “uang kepercayaan”. Ucapan ini memang mempunyai alasan, karena untuk sebagian besar atas dasar kepercayaan masyarakat inilah, maka uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah atau oleh sesuatu badan tertentu itu dianggap sebagai mata uang dan diterima secara umum oleh masyarakat yang bersangkutan, sebagai alat pembayar. Jika kepercayaan ini tidak ada, maka uang kertas itu tidak akan diterima sebagai mata uang, setidak-tidaknya penghargaan masyarakat pada mata uang kertas itu akan tidak begitu tinggi. Demikianlah bilamana jumlah uang itu dicetak dalam jumlah yang amat besar, maka kepercayaan masyarakat akan turut mempengaruhi nilai uang itu. Demikianlah pula jika terjadi yang sebaliknya.

Uang kertas itu dapat dibedakan atas dua macam: (1) Uang kertas negara dan (2) Uang kertas bank.

Uang kertas bank sesuai dengan namanya dikeluarkan oleh Bank, yaitu oleh Bank Sentral yang mendapat hak monopoli untuk mengeluarkan uang kertas tersebut. Di Inggris, Bank of Englandlah yang memegang monopoli dalam pengeluaran uang kertas bank, sedangkan di Negeri Belanda dan di Indonesia, masing-masing oleh Nederlandse Bank dan Bank Indonesia.

Pada hakekatnya uang kertas bank itu merupakan surat tanda hutang dari Bank Sentral yang bersangkutan kepada pemegang mata uang tersebut. Mata uang kertas bank itu merupakan suatu piutang tak berbunga atas bank. Dahulu, dalam uang kertas bank, selalu dicantumkan perkataan “membayar kepada pemegang”, membuktikan bahwa mata uang kertas bank benar-benar merupakan surat tanda hutang Bank Sentral kepada pemegang. Pada masa itu uang kertas Bank tersebut sewaktu-waktu dapat dibawa kepada Bank Sentral untuk mendapatkan emas atau perak. Dengan kata lain, pada masa itu sewaktu-waktu kita dapat menagih piutang kita kepada Bank Sentral dengan membawa surat tanda piutang itu untuk mendapatkan emas atau perak. Ini berarti bahwa dahulu tiap-tiap uang kertas bank yang beredar, selalu dijamin nilainya dengan seberat emas tertentu oleh Bank Sentral. Orang dapat memilih apakah ia akan memiliki emas saja ataukah akan memiliki mata uang kertas bank. Jadi pada masa itu setiap uang kertas bank yang telah beredar diwakili oleh suatu kesatuan berat dari logam murni. Logam murni ini harus disimpan oleh Bank Sentral. Logam murni saat itu sering disebut sebagai dekking. Dekking tersebut menjadi dasar kepercayaan masyarakat untuk menerima mata uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Sentral tersebut.

Dekking pada umumnya harus mempunyai nilai 40% dari nilai uang kertas bank yang beredar. Dengan perkataan lain, setiap uang kertas bank yang dikeluarkan oleh Bank Sentral, harus ada emas yang mempunyai nilai sekurang-kurangnya 40% sebagai dekkingnya. Dekking ini merupakan jaminan, bahwa bilamana ada orang yang membawa mata uang kertas bank ke Bank Sentral tersebut siap sedia untuk menukarkan uang kertas bank tersebut dengan emas. Dengan ini jelas, bahwa jumlah uang kertas bank yang beredar dalam masyarakat adalah sebesar 21/2 kali persediaan emas yang ada di Bank Sentral. Persediaan emas inilah yang menunjukkan likwiditas dari Bank Sentral, apakah ia dapat memperluas jumlah uang ataukah harus menariknya sebagian dari peredaran karena jaminan emasn mengharuskan.

Pada zaman sekarang ini hal demikian tidak kita jumpai lagi. Sungguh pun setiap Bank Sentral dewasa ini harus menyediakan dekking atas uang kertas bank yang dikeluarkannya, ini tidaklah berarti bahwa Bank Sentral itu selalu bersedia memberikan emas dalam jumlah tidak terbatas kepada setiap orang yang membawa mata uang kertas bank kepadanya. Dewasa ini dekking tersebut hanya sekedar tanda saja dan tidak lagi berfungsi sebagai persedian untuk pengganti mata uang kertas yang dibawa orang untuk ditukarkan dengan emas. Malah dewasa ini jika kebutuhan memaksa, dekking emas tersebut dapat dilewati hingga batas tertentu sesuai dengan peraturan yang sudah ada. Jadi tampak jelas bahwa dewasa ini dekking tersebut hanya sebagai tanda peringatan saja. Bilamana tanda tersebut sudah dilewati, maka orang atau penguasa moneter harus berhati-hati atau lebih berhati-hati dalam mengendalikan politik keuangannya.

By Amin Muchtar, sigabah.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}