Preloader logo

DDII: Buku ’57 Khutbah Jumat’ Jangan Sampai Menyebar

Negara jangan dukung penyebaran aliran lain, Syiah atau paham lain, yang menyimpang.

(sigabah.com) JAKARTA — Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) meminta Majelis Ulama Indonesia segera memeriksa isi buku “57 Khutbah Jumat: Runut Logika Agama yang Terpadu dengan Kebangsaan dan Sentuhan Do’a” yang terindikasi berpaham syiah. Ketua Umum DDII, Mohammad Siddik, mengatakan pihaknya tidak sepakat dengan penyebaran buku atau paham apapun yang dinilai menyimpang.

Meski belum membaca buku tersebut, ia meminta pula agar buku yang diduga berpaham syiah itu menyebar di masyarakat. MUI perlu memeriksa buku itu sebelum buku itu tersebar lebih jauh dan menimbulkan konflik serta reaksi dari masyarakat.

“Dewan Dakwah meminta MUI Pusat segera mempelajari buku ini, termasuk MUI Jatim agar menaruh perhatian pada buku tersebut. Jika memang ada indikasi penyimpangan, harus ditarik kembali bukunya dan penyebarannya dicegah,” kata Siddik, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (29/3).

Majelis Ulama Islam (MUI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, sebelumnya menyatakan bahwa buku berjudul “57 Khutbah Jumat: Runut Logika Agama yang Terpadu dengan Kebangsaan dan Sentuhan Do’a” terindikasi berfaham keagamaan Syiah. Buku diterbitkan oleh lembaga Islam integral yang dipimpin oleh Ali Assegaf.

Sementara pengantar buku adalah Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif. MUI Jember pun menghimbau agar buku itu tidak diedarkan, karena dinilai berbahaya dan dapat memicu keresahan. Namun, buku tersebut sebagian telah diedarkan.

Jika penyebaran aliran Syiah dibiarkan, Siddik khawatir akan timbul konflik baik itu secara vertikal maupun horizontal. Karena menurutnya, masyarakat Indonesia pada umumnya memegang paham Ahlu Sunnah Waljamaah. Begitu pula ormas-ormas Islam yang ada termasuk NU dan Muhammadiyah, juga memegang faham itu. Kecuali, Ahmadiyah dan Syiah.

Siddik menuturkan beberapa pandangan dalam faham Syiah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam sesungguhnya, khususnya Ahlu Sunnah Waljamaah. Ia mengatakan, Syiah hanya mempercayai pendapat dari beberapa ulama saja dan mereka juga tidak mengakui kekhalifahan yang meneruskan kepemimpinan umat Islam setelah Rasulullah wafat.

Saat Rasulullah masih hidup, ia mengindikasikan yang akan memimpin umat Islam selanjutnya adalah Abu Bakar Siddiq, sahabatnya yang paling senior. Namun, kaum Syiah tidak mengakui dan mencela habis-habisan kekhalifahan Abu Bakar dan juga kekhalifahan selanjutnya, yakni Umar Bin Khattab dan Ustman Bin Affan.

“Mereka mencela sahabat dan khalifah selain Ali Bin Abi Thalib. Mereka mengatakan, bahwa pengangkatan para khalifah selain Ali itu adalah sebuah kesalahan. Mereka juga mencela Siti Aisyah yang merupakan istri dari Rasulullah SAW,” lanjut Siddik.

Selain itu, Siddik mengatakan faham Syiah juga hanya berpegang pada hadist-hadist yang dipegang oleh Fatimah Az-Zahra dan Ali, serta cucu Rasulullah Hasan dan Husein. Akan tetapi, mereka tidak menerima hadis-hadis yang sudah diakui oleh para ahli hadis yang lain. Sedangkan semasa hidupnya, Rasulullah tidak selalu berada di samping Ali atau pun Fatimah. Tidak hanya itu, faham Syiah juga juga meragukan orisinalitas Alquran.

Karena itu, Siddik menegaskan bahwa masyarakat di Indonesia merasa sudah cukup dengan faham Ahlu Sunnah. Ia juga menegaskan, bahwa Dewan Dakwah tidak menghendaki ada negara manapun yang mendukung penyebaran aliran lain, apakah itu Syiah atau pun faham lain yang menyimpang.

“Cukuplah bagi kita di Indonesia ini faham-faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Tidak ada kurangnya faham itu dan mencakup semua. Termasuk penghargaan-penghargaan kepada Ahlul Bait,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua MUI Jember Abdul Halim Subahar mengatakan, bahwa buku ’57 Kutbah Jumat’ tersebut dinilai sangat berpotensi meresahkan dan banyak faham Syiah yang dikembangkan di dalamnya. Dikatakannya, isi buku tersebut tidak sesuai dengan faham arus utama Keislaman di Indonesia dan memiliki kajian yang dangkal. Karena di dalamnya hanya mengutip tiga pendapat yang biasa dikembangkan Syiah dalam melihat Ahlu Bait, seperti pandangan Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein.

sigabah.com | republika.co.id

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}