Preloader logo

Ahok Dituntut Ringan, Din: Ini Permainan Terhadap Hukum

BANDUNG (sigabah.com)—Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menegaskan, dalam kondisi keberagaman di Indonesia, tidak boleh ada seseorang atau sekelompok orang memasuki wilayah keyakinan orang lain. Hal itu bertujuan untuk menjaga kerukunan dan toleransi di negara yang sangat majemuk.

“Masyarakat Indonesia yang majemuk ini, berdasar agama, suku, bahasa dan budaya itu memerlukan toleransi tinggi, memerlukan kerukunan sejati, bukan toleransi dan kerukunan basa-basi,” kata Din usai rapat pleno ke-17 di Kantor MUI, Rabu (26/4/2017).

Din membeberkan, yang dimaksud kerukunan dan kemajemukkan sejati adalah setiap elemen dan setiap orang harus menghargai orang lain dengan tidak ikut campur keyakinan orang lain. Sebab, itu merusak kemajemukan dan antikebhinekaan yang nyata.

Namun, ia mengaku sangat sedih ketika ada yang memutarbalikkan kebenaran. Mereka yang mempersoalkan orang yang melakukan ujaran kebencian dianggap sebagai antikebhinekaan. Tentu ini merupakan nalar yang rancu.

“Sekali lagi, dalam alam kemajemukkan tidak boleh ada yang memasuki wilayah keyakinan yang sensitif itu, dalam bentuk apapun,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, oleh karena itu yang melakukan ujaran kebencian harus diproses dalam proses hukum. Namun, saat proses hukum atas kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah berjalan sangat lama sampai menguras waktu dan pikiran, tiba-tiba menyaksikan dagelan penundaan tuntutan tanpa alasan. Bahkan, tuntutannya cenderung untuk membebaskan.

“Ini kami nilai sebagai permainan terhadap hukum, maka Dewan Pertimbangan MUI tadi dalam Taushiyah Kebangsaan, jangan menganggap remeh persoalan penistaan agama ini. Kalau ini dibiarkan dibebaskan itu akan ada ujaran-ujaran kebencian, potensial menimbulkan perpecahan bangsa ini,” jelasnya.

teropongsenayan.com | sigabah.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}