II. I’jaz ‘Ilmi (aspek ilmu pengetahuan).
Pada edisi sebelumnya telah disebutkan bahwa kemukjizatan Alquran dalam bentuk ilmu itu terletak pada dorongannya kepada kaum muslimin khususnya untuk berfikir, melakukan penelitian serta menerima penemuan-penemuan baru yang relatif bersifat konstan (tetap) yang muncul di kemudian hari. Alquran bukan kitab ilmu falak, kimia, kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang diperoleh melalui penggunaan akal ataupun eksperimen-eksperimen yang kebenarannya relatif.
Adapun isyarat-isyarat ilmiah yang diungkap Alquran dalam konteks hidayah meliputi pertanian, kedokteran, kebidanan, falak, hewan, biologi lingkungan, ilmu tumbuh-tumbuhan, kehutanan, ilmu tanah, dan ilmu-ilmu eksak lainnya, maupun ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, dan sebagainya. Sementara pakar tafsir lainnya, menunjukan 7 mukjizat ilmiah Alquran : (1) ihwal reproduksi manusia, (2) ihwal kejadian alam semesta, (3) ihwal pemisah dua laut, (4) ihwal awan, (5) ihwal gunung, (6) ihwal pohon hijau, dan (7) ihwal kalender Syamsiah dan Qamariyah (Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, 1997).
Akan tetapi harus ditegaskan kembali bahwa keimanan muslim tidak dikondisikan berdasarkan apakah fakta sains yang dianggap benar itu telah sejalan dengan apa yang disebutkan dalam Alquran dan hadis shahih ataukah tidak. Jika penemuan ilmiah sejalan dengan apa yang telah disebutkan dalam Alquran, maka hal ini bisa dilihat sebagai konfirmasi akan apa yang telah dipercaya sebagai kebenaran dan juga sebagai penjernihan akan hal-hal yang mungkin berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan manusia pada saat itu. Akan tetapi, mungkin akan ada kasus di mana pandangan yang dipegang oleh saintis atau ilmuwan berbeda, bahkan bertentangan dengan keterangan Alquran dan hadis shahih. Untuk kasus semacam ini, seorang muslim berkewajiban untuk berpegang pada Alquran dan hadis shahih dan harus meninggalkan apa yang dianggap sebagai pandangan ilmiah. Ini adalah aturan umum yang harus dipegang dalam memahami teks agama dari Alquran dan hadis.
Karena telah terbukti bahwa jika suatu kasus terbukti secara ilmiah sebagai kebenaran konstan, maka Islam tidak melakukan revisi ulang terhadap pemahaman maupun terhadap teks sumber yang sah—sebagaimana terjadi pada tradisi agama-agama lain—khususnya terhadap Alquran dan hadis. Sebaliknya, seorang muslimlah yang melakukan perbaikan terhadap pemahamannya terhadap teks sumber yang sah tersebut (Alquran). Telah menjadi suatu keajaiban tersendiri bahwa sampai sekarang, tidak ada satu pun kontradiksi dalam Alquran terhadap fakta ilmiah yang tak terbantahkan tersebut. Pernyataan terhadap klaim kontradiksi dalam Alquran telah bisa dibantah karena tidak akurat, dan pada banyak kasus dapat dibantah karena berasal dari dugaan atau pengetahuan ilmiah yang tidak akurat. Bahkan, saat ini sudah terbukti bahwa sains dan teknologi yang baru saja ditemukan pada abad belakangan ini ternyata telah dinyatakan dalam Alquran!
Penafsiran Alquran tidak tergantung pada apakah bisa disahkan secara ilmiah atau tidak. Akan tetapi berdasarkan pada apa yang berhubungan dengan ayat Alquran yang menjadi fokus, apa yang telah dilaporkan secara sah (otentik) bahwa Nabi Muhammad saw menyatakan tentangnya, apa pemahaman para sahabat Rasulullah saw tentangnya, Bahasa Arab, dan pada kasus di mana tidak ada pernyataan yang langsung berasal dari sumber-sumber ini, maka para ahli kemudian menerapkan cara yang lain untuk menyimpulkan arti yang benar. Ini adalah tahap di mana ilmu fisika bisa digunakan untuk menjernihkan atau menjelaskan artinya.
Sudut pandang tiap orang sangat berbeda jika dibandingkan dengan fakta atau teori, dan tidak seharusnya kita merasa bingung dengan banyaknya perbedaan-perbedaan ini. Telah terjadi di waktu yang lalu di mana para ilmuwan mengemukakan hipotesis, pandangan, atau teori, yang hasil akhirnya hanya untuk direvisi ulang oleh generasi berikutnya dengan adanya kemajuan teknologi atau penemuan-penemuan baru. Perkembangan embriologi manusia adalah salah satu contoh kasus. Ketika para ilmuwan Eropa tidak memiliki bukti yang lengkap tentang bagaimana perkembangan manusia berlangsung, mereka bersikukuh pada teori-teori yang mereka yakini pada waktu itu. Para ilmuwan muslim mengetahui bahwa teori-teori dari ilmuwan Eropa tersebut berlawanan dengan pernyataan Nabi Muhammad saw, sehingga mereka menolak pernyataan ‘ilmiah’ dari para ilmuwan Eropa ini, yang pada akhirnya mereka terpaksa membatalkan pernyataan semula setelah ditemukan bukti-bukti baru yang lebih meyakinkan. Juga telah menjadi bukti bahwa pandangan Islam benar setelah sekian lama!
Harus ditekankan pula di sini tentang adanya hal yang tidak terlihat (gaib), ‘supra’ atau ‘super’ natural, yaitu sesuatu di luar jangkauan ilmiah pada saat ini, dan oleh karena itu tidak bisa diukur atau ditangkap oleh peralatan apa pun. Islam, sebagaimana agama-agama lainnya, berpegang teguh pada kepercayaan akan adanya Sang Pencipta, malaikat-malaikat-Nya, wahyu, hari akhir dan beberapa masalah lain yang secara nyata berada di luar jangkauan sains. Oleh karena itu, hasil karya ini tidak dihubungkan secara langsung pada masalah-masalah di atas, akan tetapi pertanyaan-pertanyaan berikut perlu untuk dikemukakan:
Jika Alquran bisa begitu akurat menjelaskan tentang masalah sains yang tidak bisa kita ukur, dan ini terjadi sebelum manusia punya kemampuan untuk menelitinya, apakah hal ini belum cukup untuk menunjukkan alasan bahwa Alquran ini berasal dari sebuah sumber yang memiliki pengetahuan jauh di luar jangkauan kita?
Apakah hal ini belum cukup untuk menunjukkan alasan bahwa sumber tersebut mempunyai hubungan kepada hal-hal yang tidak bisa dilihat, roh manusia, dan kehidupan setelah kematian yang tidak seorang pun bisa secara ilmiah bisa menegaskan atau menyangkalnya?
Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan secara serius hal yang lebih besar yang disampaikan di dalam Alquran dan oleh Nabi Muhammad saw. berkenaan dengan kondisi manusia dan apa yang menanti umat manusia. Kita berdoa bahwa usaha ini paling tidak menyajikan ‘makanan untuk dipikirkan’ (food for thought) kepada mereka yang telah meluangkan waktunya untuk membaca.
Adapun isyarat-isyarat ilmiah yang tersaji di dalam Alquran, antara lain sebagai berikut:
A. Ilmu tumbuh-tumbuhan
Allah berfirman:
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” QS. Al-hijr:22
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa selain kupu-kupu, kumbang, dan burung, anginlah yang mempunyai peranan untuk menerbangkan tepung sari dari bunga jantan menuju ke kepala putik pada bungan betina, dalam proses penyerbukan. Inilah proses perkawinan tumbuh-tumbuhan, karena tepung sari berfungsi sama dengan spermatozoa, sedangkan kepala putik berfungsi sama dengan sel telur. Proses perkawinan (penyerbukan) tumbuh-tumbuhan seperti di atas sudah lebih dulu diceritakan dalam Alquran dengan tepat.
B. Ilmu bumi dan ilmu alam
Allah berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللهُ مِنْ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” QS. Al-Baqarah:164
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa:
- Pada siang hari udara di darat terasa panas karena itu udara tersebut memuai (mengembang) sehingga karena tekanan udara berkurang, udara bergerak ke tempat yang relatif lebih renggang di darat. Sedangkan panasnya laut pada malam hari membuat udara di atas laut memuai (mengembang) sehingga karena tekanan udara di atas laut berkurang, maka udara bergerak ke tempat yang relatif lebih renggang di laut. Oleh karena itu, pada dini hari nelayan bertolak ke laut mencari ikan, mereka mengembangkan layar perahunya karena mengharapkan angin darat meniup mereka ke laut. Begitu pula sebaliknya, bila mereka hendak kembali pulang, mereka mengembangkan layar perahunya megharapkan angin laut menghantarkan mereka ke darat (siang hari).
- Perjalanan awan merupakan salah satu dari proses siklus air. Air yang berasal dari manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, maupun dari alam sekitarnya seperti sungai, danau, kolam, got, selokan, parit, WC dan kamar mandi bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, sehingga pada akhirnya sebagian bisa sampai ke laut. Di tempat-tempat terbuka dan di lautlah air tersebut di panaskan oleh matahari hingga menguap ke udara. Uap air di udara berkumpul membentuk awan. Bersama angin gumpalan-gumpalan awan tersebut bergerak, dan oleh kelembaban tertentu, di atas gunung atau hutan, berubah kembali menjadi bintik-bintik hujan.
- Silih bergantinya siang dan malam disebabkan keadaan bumi berotasi pada sumbunya. Apabila bumi tidak bulat ataupun bumi tidak berotasi pada sumbunya, maka sebagian tempat di permukaan bumi sekalipun berada di khatulistiwa tidak akan mengalami pergantian siang dan malam.
Semua peristiwa di atas sudah diceritakan dalam Alquran sebelum saintis (orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan alam) berhasil menemukan berbagai teori ilmiah. Namun, perlu ditegaskan kembali di sini, bahwa Alquran mengungkap isyarat-isyarat ilmiah itu dalam konteks hidayah kauniyyah (alam semesta) agar manusia beriman kepada Allah sebagai Rabb al-‘Alamin (semesta alam).
By Amin Muchtar, sigabah.com