Preloader logo

Tepatkah Surat Rini untuk Selamatkan Keuangan Pertamina?

Surat persetujuan prinsip yang diteken Menteri BUMN Rini Soemarno tanggal 29 Juni 2018, kini menjadi polemik. Isi surat dinilai berpotensi melego aset-aset strategis PT Pertamina (Persero), terutama yang ada di sektor hulu.

Dalam surat disebut 4 aksi korporasi untuk menyelematkan keuangan perseroan.

Rinciannya adalah;

1. Share down aset aset hulu selektif (termasuk namun tidak terbatas pada participating interest, saham kepemilikan, dan bentuk lain) dengan tetap menjaga pengendalian Pertamina untuk aset-aset strategis dan mencari mitra kredibel dan diupayakan memperoleh nilai strategis lain, seperti akses ke aset hulu di negara lain.

2. Spin off bisnis RU Iv Cilacap dan Unit Bisnis RU V Balikpapan ke anak perusahaan dan potensi farm in mitra di anak perusahaan tersebut yang sejalan dengan rencana Refinery Development Master Plan (RDMP).

3. Investasi tambahan dalam rangka memperluas jaringan untuk menjual BBM umum dengan harga keekonomian, seperti Pertashop

4.Peninjauan ulang kebijakan perusahaan yang dapat berdampak keuangan secara signifikan dengan tidak mengurangi esensi dari tujuan awal.

Menteri Rini mengatakan 4 aksi korporasi tersebut adalah hal biasa untuk sebuah perusahaan. ” Pertamina itu kan asetnya banyak. Seperti yang saya sampaikan di surat itu, bahwa kita memberikan fleksibilitas kepada direksi Pertamina untuk melihat, untuk mungkin bisa menurunkan kepemilikannya… Untuk kepentingan makin memperkuat neraca keuangan Pertamina” kata Rini, semalam (19/7/2018).

Ada dua kata kunci dalam jawaban Rini di atas, menurunkan kepemilikan dan memperkuat neraca keuangan Pertamina.

Menurunkan kepemilikan, lebih lanjut dijelaskan oleh Plt Dirut Pertamina Nicke Widyawati, di sini artinya bukan menjual aset. Melainkan memberi kesempatan untuk investor untuk mendapatkan hak partisipasi (Participating Interest) di blok-blok migas yang dimiliki Pertamina.

“Blok itu semuanya terbuka untuk kita jual PI-nya. PI itu kan sama-sama mensecure penjualan produk, yang beli men-secure pembelian produk, jadi kemana saja bisa, tergantung itu kan B-to-B murni, kesepakatan ini menarik untuk ini, gitu aja, biasa aja.” kata dia.

Baiklah, menurunkan kepemilikan (istilah Rini) atau hanya menjual hak partisipasi (istilah Nicke) ini seberapa efektifkah untuk menyelamatkan keuangan Pertamina. Atau kembali pinjam istilah Menteri Rini, seberapa efektif untuk menjaga neraca keuangan Pertamina?

Sebab Neraca Keuangan Pertamina Bermasalah
Mari masuk ke kata kunci kedua, neraca keuangan Pertamina. Mau tidak mau memang harus diakui sedang bermasalah. Toh, ini juga sudah tercantum dalam surat 29 Juni kemarin “Persetujuan Prinsip Aksi Korporasi untuk Mempertahankan Kondisi Kesehatan Keuangan PT Pertamina (Persero).

Keuangan Pertamina yang bermasalah juga diakui oleh direksi. “Tekanan jangka pendek ada, tapi kita juga dibantu pemerintah,” kata Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman.

VP Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito juga mengakui soal kondisi ini, saat ditanya apakah masalah keuangan timbul karena menanggung ‘subsidi’ bensin premium. Adiatma tidak menampik, “Yang saya tahu, memang kemarin sedang dibicarakan oleh 3 Kementerian. BUMN, Keuangan, dan ESDM terkait subsidi ini. ”
Ia juga mengatakan bahwa laba Pertamina memang menurun. “Tapi pasti nanti akan dibantu pemerintah, karena Pertamina milik negara.”

Informasi yang didapat CNBC Indonesia dari pemangku kepentingan di sektor migas, Pertamina tak hanya tergerus labanya tetapi merugi hingga US$ 1,2 miliar atau setara Rp 17,4 triliun hingga Juli 2018 akibat beban distribusi BBM. Tapi ini dibantah oleh Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman, “Kami belum finalisasi tapi angka itu tidak benar,” katanya.

Menengok lagi ke belakang, tepatnya April lalu, jajaran direksi Pertamina di hadapan Komisi VII DPR RI blak-blakan bilang rugi hingga Rp 5,5 triliun untuk distribusi premium dan solar subsidi sepanjang Januari-Februari 2018. Kerugian ini dinilai bakal lebih besar dengan ditahannya harga bensin premium dan solar hingga 2019 nanti.

Untuk bensin solar misalnya, sampai saat ini subsidi yang dikucurkan pemerintah hanya sebesar Rp 500 per liter. Dengan kondisi harga minyak yang hampir menyentuh US$ 70 per barel, Pertamina bisa menambal sampai Rp 1.920 per liter. Sehingga total kerugian yang ditanggung Pertamina akibat solar mencapai Rp 4,3 triliun. Itu hanya dari Januari ke Februari 2018.

Masih berdasar data RDP Komisi VII waktu itu, untuk bensin premium, setidaknya Pertamina menanggung ‘subsidi’ sendiri Rp 1.144 per liternya dan merugi sebesar Rp 1 triliun. Ini karena harga premium ditahan, tapi pemerintah tidak beri subsidi, sehingga jadi ditanggung Pertamina.

Besarnya kerugian akibat BBM, sebenarnya bisa dilihat dari kondisi keuangan negara yang juga ngos-ngosan akibat subsidi yang membengkak. Dari target Rp 48 triliun, Menteri Keuangan memperkirakan subsidi BBM bisa menyentuh Rp 103 triliun di akhir tahun.

Tepatkah Sharedown Atasi Masalah Neraca Keuangan Pertamina?
Pendiri Reforminer Pri Agung Rakhmanto menilai upaya sharedown untuk menyelamatkan keuangan Pertamina ibarat obat yang keliru.

Pri mengingatkan beban Pertamina saat ini lebih di sektor hilir, seperti distribusi BBM. Sementara dengan sharedown, itu butuh waktu. “Baik untuk mendapatkan pembeli dengan harga yang bagus maupun mekanisme eksekusinya sendiri. Share down berarti juga mengurangi potensi penerimaan Pertamina ke depan,” kata dia.

Solusinya,lanjut Pri, mestinya memang dari pemerintah yakni terkait kebijakan subsidi BBM. “Beban subsidi itu porsi APBN. Tidak pada tempatnya ditanggung Pertamina ataupun badan usaha yg lain.”

Ia juga mengingatkan selama kebijakan pemerintah menahan harga BBM diteruskan, tak hanya sisi hilir Pertamina saja yang terdampak tapi juga bisa merembet ke hulu. Beban di hilir, bisa membatasi dana Pertamina untuk ekspansi bisnisnya di hulu. “Hulu tidak perlu disharedown kalau konsolidasi keuangan korporasi kuat, Jangan dibolak-balik logikanya. Di satu sisi kita euforia dalam hal divestasi Freeport. Di sisi lain kita mau share down sesuatu yang sudah jadi milik kita?” kritiknya.

sigabah.com | cnbindonesia.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}