Preloader logo

TAQWA PERSONAL & KOMUNAL: BUKTI SUKSES RAMADHAN

Alhamdulillah merupakan pujian yang paling pantas terucap dari lisan serta terwujud di dalam amal perbuatan, karena atas qudrah, iradah, serta inayah Allah Swt., kita masih mendapat kesempatan untuk merasakan nikmatnya hidup di bulan Ramadhan dan dipertemukan kembali dengan iedul fitri yang bertepatan dengan hari Jumat, dalam suasana yang aman dan tentram. Atas berbagai nikmat itu, sudah sepantasnya apabila hari ini, kita bertakbir, bertasbih, mengagungkan asma Allah.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر كبيرا

Al-‘Aaidiin wa al-‘Aaidaat Rahimakumullaah

Bulan Ramadhan telah kita lalui fase demi fase. Atas keberhasilan melalui proses pembinaan selama satu bulan itu kita patut berbahagia. Namun jangan lupa, di balik kebahagian itu tersimpan potensi duka, manakala kita keluar dari bulan Ramadhan bukan sebagai pemenang dan pahlawan, melainkan sebagai pihak yang kalah dan pecundang di hadapan Allah. Untuk itu, kita perlu bertafakur dan mengevaluasi perjalan Ramadhan kita dengan mengetahui tanda-tandanya.

Bagi pribadi muslim yang sukses dengan bulan Ramadhan, Allah Swt. telah menjanjikan “hadiah, reward, kompensasi” berupa gufraan atau maghfirah.   Dari sini dapat kita fahami, mengapa petunjuk tentang kegiatan ibadah di bulan Ramadhan selalu diakhiri dengan ungkapan: “diampuni baginya dosa-dosa masa lalu” (gufira lahu maa taqaddama min dzanbihi). Misalnya ketika menyebutkan ibadah shaum:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa shaum Ramadhan karena iman dan mengharap pahala diampuni baginya dosa-dosa masa lalu.” HR.Al-Bukhari

Atau ketika menyebutkan Ibadah Tarawih:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa Qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala diampuni baginya dosa-dosa masa lalu.” HR. Al-Bukhari

Begitu pula ketika menyebutkan ibadah lailatul Qadar:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa ibadah pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala diampuni baginya dosa-dosa masa lalu.” HR. Al-Bukhari

Ukuran pengampunan dosa ini digambarkan oleh Nabi melalui perbandingan dengan seorang bayi yang baru dilahirkan oleh Ibunya. Nabi saw. bersabda:

فَمَنْ صَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنَ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Maka barangsiapa shaum pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala ia keluar (terbebas) dari dosa-dosanya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya.” HR. Ahmad

Keterangan ini menunjukkan bahwa pribadi muslim yang sukses dengan Ramadhan sama sekali tidak menyisakan dosa, ia bagaikan bayi yang baru dilahirkan.

Untuk mengetahui ciri-ciri pribadi muslim sukses itu, kita mesti mengingat kembali maqashid Syariah (tujuan utama pensyariatan) ibadah Ramadhan sebagaimana terangkum dalam kurikulum pembinaan yang tercantum pada Al-Quran surat al-Baqarah: 183-187, yang disebutkan dalam setiap penghujung ayat: (1) Taqwa (ayat 183 dan 187), (2) berilmu (ayat 184), (3) Syukur (ayat 185), (4) Rusyd (ayat 186).

Target Takwa

Dalam menyampaikan pesan taqwa sebagai target utama Ramadhan, Al-Quran mengemasnya dalam bentuk kalimat: Pertama, (لعلكم تتقون) “mudah-mudahan kalian bertakwa” Kedua, (لعلهم يتقون) “mudah-mudahan mereka bertakwa”

Kalimat Pertama, mukhatab (mitra dialognya) adalah antum (kalian), yaitu orang-orang yang beriman, sebagaimana dinyatakan dalam kalimat sebelumnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ

Kalimat kedua, mukhatab (mitra dialognya) adalah hum (mereka), yaitu manusia secara umum, sebagaimana dinyatakan dalam kalimat sebelumnya:

كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

“Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” QS. Al-Baqarah: 187

Kedua kalimat ini hendak menyampaikan pesan bahwa untuk menjadi Muttaqin, seorang shaim (orang yang shaum) harus mampu melakukan perubahan nilai ibadah Ramadhan menjadi nilai-nilai: TAQWA PERSONAL (Takwa secara pribadi) dan TAQWA KOMUNAL (Takwa secara keluarga dan masyarakat)

Terwujudnya nilai takwa pribadi, keluarga dan masyarakat ini menjadi syarat dan jaminan terciptanya hidup sejahtera, aman dan damai, sebagaimana Allah Swt. berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”QS. Al-A’raf: 96

Sebaliknya, jika sifat takwa baru terwujud pada pribadi-pribadi, belum merata dalam masyarakat, maka tidak menjadi jaminan terhindar dari fitnah, berupa bencana karena kemaksiatan segelintir orang dilingkungannya. Untuk itu, Allah mengingatkan:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”(QS. Al-Anfal: 25)

Ancaman bencana karena perilaku menyimpang segelintir orang itu telah diingatkan oleh Nabi saw.

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ

Dari Huzaifah bin Al-Yaman, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­-Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau Allah benar-benar dalam waktu yang dekat akan mengirimkan kepada kalian suatu siksaan dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankannya bagi kalian.” HR. Ahmad, Musnad Ahmad, V:388, No. 23.349

Dalam hadis Ummu Salamah dengan redaksi:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ: إِذَا ظَهَرَتِ الْمَعَاصِى فِى أُمَّتِى عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا فِيهِمْ صَالِحُونَ؟ قَالَ: بَلَى، قَالَتْ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ أُولَئِكَ؟ قَالَ: يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسَ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ.

Dari Ummu Salamah—istri Nabi Saw.—, ia mengatakan, “Saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ‘Apabila perbuatan-perbuatan maksiat muncul di kalangan umatku, maka Allah menimpakan azab dari sisi-Nya kepada mereka secara menyeluruh.’ Maka aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah bila di antara mereka terdapat orang-orang yang saleh?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Ya, ikut tertimpa azab pula.’ Ummu Salamah bertanya, ‘Lalu bagaimanakah nasib mereka selanjutnya? Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang-orang saleh itu ikut tertimpa azab yang menimpa orang-orang, kemudian mendapat ampunan dan rida dari Allah Swt.’.” HR. Ahmad, Majma’ Az-Zawa’id Wa Manba’ Al-Fawa’id, VII: 208

Dalam hadis Aisyah dengan redaksi:

عَنْ عَائِشَةَ تَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ظَهَرَ السُّوءُ فِي الْأَرْضِ أَنْزَلَ اللَّهُ بِأَهْلِ الْأَرْضِ بَأْسَهُ قَالَتْ وَفِيهِمْ أَهْلُ طَاعَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ نَعَمْ ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَال

Dari Aisyah yang sampai kepada Nabi Saw. (disebutkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda), “Apabila kejahatan muncul di muka bumi, maka Allah menurunkan siksa-Nya kepada penduduk bumi.” Aisyah bertanya, “Bagaimanakah nasib orang-orang yang taat kepada Allah di antara mereka?” Rasulullah Saw. bersabda, “Ya ikut tertimpa pula, kemudian mereka beroleh rahmat dari Allah Swt.” HR. Ahmad, Musnad Ahmad, VI:41, No. 24.179

Dengan demikian, di antara ciri-ciri orang yang berhasil dibina di bulan Ramadhan:

  • tidak akan merasa nyaman jika sifat taqwa itu hanya terwujud secara pribadi, tapi ia senantiasa punya semangat untuk mewujudkan ketaqwaan itu di tengah keluarga dan bangsa.
  • Ia akan aktif beramar ma’ruf dan Nahy munkar (memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar)
  • Ia akan senantiasa peduli terhadap nasib umat dan bangsanya

Untuk memujudkan takwa komunal atau masyarakat takwa harus dikawal oleh pemimpin yang juga takwa. Karena itu, kita wajib memiliki pemimpin yang peduli terhadap ketakwaan masyarakatnya agar tercipta kedamaian dan kesejehteraan dalam hidup serta terhindar dari bencana karena kemaksiatan yang dilakukan hanya segelintir anggota masyarakat, sebagaimana diingatkan oleh Nabi kita, dalam hadis Jarir dengan redaksi:

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ مِنْهُمْ وَأَمْنَعُ لَا يُغَيِّرُونَ إِلَّا عَمَّهُمْ اللَّهُ تَعَالَى بِعِقَابِهِ

Dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum yang dilakukan perbuatan maksiat di kalangan mereka, sedangkan kaum itu lebih kuat dan lebih berpengaruh (lebih mayoritas) daripada orang-orang yang berbuat maksiat, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka secara menyeluruh.” HR. Ahmad,  Musnad Ahmad, IV:366, No. 19.273, dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II: 1329.

Demikianlah ciri-ciri yang dapat ditelusuri pada diri kita masing-masing untuk menunjukkan kita sebagai pemenang atau pihak yang kalah pada “pertandingan” selama bulan Ramadhan.

Kita semua tentu berharap, mudah-mudahan pembinaan selama bulan Ramadhan dapat menuntun diri kita menjadi pribadi muslim yang dapat mewujudkan seorang pemimpin takwa yang peduli akan ketakwaan keluarga dan masyarakatnya, sehingga tercipta kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Selamat Hari Raya Iedul Fitri, 1 Syawwal 1439 H, teriring doa:

تقبل الله منا ومنكم

“Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan anda semua.”

Disampaikan oleh Ustadz Amin Muchtar, dalam khutbah Iedul Fitri 1 Syawwal 1439 H/15 Juni 2017 M, di lapangan Komplek Gading Tutuka Cangkuang Kab. Bandung. sigabah.com/beta

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}