Preloader logo

SANG PEMBERANI PENYAMBUT PANGGILAN JIHAD

Setiap kali disebut nama Thalhah (tokoh sahabat di edisi 7) pasti disebut nama Zubair, begitupun sebaliknya. Sebelum Rasulullah saw. mempersaudarakan antara muslim Mekah dan Madinah, beliau lebih terlebih dahulu mempersaudarakan antara Thalhah dan Zubair. Keduanya terhimpun dalam satu kerabat dan keturunan. Nasab Thalhah, Zubair dan Rasulullah bertemu pada Murrah Bin Ka`ab. Ibunya Zubair, Shafiyah binti Abdul Muthalib adalah saudara kandung Abdullah (ayah Rasulullah). Jadi, Zubair adalah sepupu Rasulullah. Sementara ayah Zubair, Awwam bin Khuwailid adalah saudara Khadijah (istri Rasulullah). Jadi, Zubair adalah adalah keponakan Khadijah bin Khuwailid. Dengan demikian Zubair memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan Rasulullah.

Thalhah dan Zubair mempunyai banyak kesamaan. Keduanya menjalani masa remaja dalam gelimang harta, namun mereka menjadi remaja yang dermawan, teguh beragama dan pemberani. Keduanya termasuk kelompok pertama yang memeluk agama Islam berkat dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dalam hadis riwayat At-Tirmidzi dan Ahmad, disebutkan bahwa mereka tergolong 10 sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga.

Di usia 15 tahun (tahun ke-1 kenabian), Zubair masuk Islam dengan banyak mengalami siksaan, hinaan dan berbagai macam cobaan. Siksaan yang paling keras datang dari pamannya sendiri bernama Naufal bin Khuwailid. Dia tidak segan-segan menyiksa keponakannya sendiri dengan kejam. Naufal mengikat Zubair dan menutupi badannya dengan sejenis tikar, lalu dinyalakan api di kaki zubair sehingga panas api masuk ke badannya, hampir saja dia meninggal. Dalam kondisi demikian Naufal memaksa Zubair untuk meninggalkan Islam dan kembali pada kemusyrikan. Walaupun usia Zubair masih muda tetapi imannya sangatlah kuat, dia tetap bersabar atas siksaan berat itu dan tetap beriman kepada Allah dan RasulNya. Dalam kondisi tersiksa Zubair berkata, “Saya tidak akan kembali kepada kekufuran.” Inilah yang menjadikan Zubair dan para sahabat lainnya memiliki kemulian yang tinggi di sisi Allah.

Segera setelah siksaan demi siksaan dialami Zubair, akhirnya Rasulullah memerintah Zubair bersama sahabat yang lain untuk hijrah ke Habasyah, di tahun ke-5 kenabian. Namun karena kecintaan Zubair kepada Rasulullah sangat besar, Zubair memilih kembali ke kota Mekkah agar bisa membela Rasulullah walaupun harus mengalami siksaan lagi. Di usia yang masih muda ini, keberanian Zubair terlihat ketika ada kabar Rasulullah diculik kaum kafir dan akan dibunuh. Saat itu pula Zubair langsung menghunus pedang, kemudian mengelilingi kota Mekkah untuk mencari Rasulullah.

Tanggung jawab untuk membela agamapun dibuktikan Zubair ketika menjadi orang pertama yang menyambut panggilan jihad di perang Badar (Tahun ke-2 Hijriah) sebagai perang pertama kaum muslimin menghadapi kaum kafir yang masih terikat kekerabatan. Dalam perang ini pasukan Quraisy dipimpin oleh Ubaidah bin Said Ibnul Aash yang terkenal paling berani, pandai menunggang kuda dan paling kejam terhadap lawan. Pemimpin Quraisy ini menempati barisan terdepan untuk menantang kaum muslimin dengan berbalut baju besi sehingga sulit ditembus dengan senjata. Dengan kecerdikan dan keberanian Zubair, dia mengarahkan lembingnya ke mata Ubaidah dan berhasil menusuk ke dua mata itu sampai belakang kepalanya sehingga tersungkur tanpa gerak. Kematian pemimpin Quraisy ini membuat lawan ketakutan dan menambah semangat juang pasukan muslimin. Di perang Badar ini juga Zubair bertemu dengan pamannya Naufal bin Khuwailid yang telah menyiksanya dengan kejam. Zubair tidak banyak berfikir lagi, ia langsung menyerang dan membunuh pamannya, karena kekafirannya.

Dalam perang Uhud (tahun ke-3 Hijriah) Zubair tidak kalah keberaniannya, ia melaksanakan perintah Rasulullah untuk menghadapi seorang kafir yang banyak membunuh para sahabat, dengan semangat dia berhasil membunuhnya.

Keberanian Zubair pun terlihat pada perang Babilion (tahun ke-20 H). Saat itu Amr bin Ash, sebagai panglima perang, sedang memerangi pasukan Romawi yang menjajah negara Mesir, meminta tambahan pasukan kepada Umar bin Khattab. Kemudian Amirul Mukminin ini mengirim 4000 prajurit yang dipimpin Zubair bin Awwam. Ketika Zubair datang ke Mesir kaum muslimin sulit membuka dan menguasai benteng Babilion. Zubair dengan keberaniannya mengambil tangga dan menaiki benteng itu, lalu ia mengucapkan, “Allaahu Akbar!” dan disambut dengan kalimat yang sama oleh pasukan yang berada di luar benteng. Gemuruh takbir membuat pasukan musuh gentar, panik dan meninggalkan pos pertahanan mereka sehingga pasukan muslim dapat membuka pintu gerbang dan mengalahkan pasukan Romawi.

Keberanian Zubair mendapat pujian dari Rasulullah, ketika beliau meminta sahabat untuk memata-matai kaum Yahudi dari suku Quraidhah, yang mengkhianati perjanjian dengan Rasulullah. Zubairlah yang menawarkan diri, dan ini dilakukannya sampai 3 kali. Atas keberaniannya itu Rasul mengatakan, “Setiap nabi itu memiliki penolong dan penolongku adalah Zubair.” HR. Al-Bukhari.

Jiwa pemberani dan tanggung jawab yang tinggi dalam membela Islam pada diri Zubair, tidak terlepas dari peranan seorang ibu yang mendidiknya menjadi anak yang pemberani dan kuat. Berbeda dengan kondisi saat ini, remaja seusia Zubair dikategorikan belum “Mukalaf” (mampu bertindak di hadapan hukum, sebagaimana telah dibahas pada Buletin Humaira edisi 2). Mereka masih dalam kondisi mencari jati diri dan labil sehingga jangankan memberikan kontribusi untuk agamanya, keperluan untuk dirinya sendiripun masih tergantung kepada orang lain. Maka sudah sepatutnya para pendidik (orang tua, guru, dan lain-lain) berusaha keras untuk mempersiapkan anak muslim sedini mungkin agar di usia balighnya dapat memberikan kontribusi untuk agamanya.

Sumber: Buletin Humaira, Edisi 8, Januari 2016

Info dan pemesanan Buletin, Hubungi: 0813120261681

There is 1 comment
  1. Artikel sangat menarik. Pemberani dalam hal apa?

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}