Preloader logo

Penduduk Miskin Turun Tipis, Desa Masih Jadi ‘Gudang’ Kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis angka terbaru tentang profil kemiskinan di Indonesia kondisi Maret 2018. Persentase penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia berjumlah 25,95 juta orang (9,82 persen). Angka ini menurun jika dibandingkan periode Maret 2017 yang mencapai 10,64 persen dan September 2017 sebesar 10,12 persen (26,58 juta orang).

Jika dilihat daerah, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2018 mencapai 10,14 juta orang (7,02 persen), sedangkan di wilayah pedesaan sebanyak 15,81 juta orang (13,20 persen). Tingkat kemiskinan menurun baik di daerah perkotaan maupun pedesaan dibandingkan periode Maret 2017 dan September 2017.

Jumlah penduduk miskin berkurang 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017. Di daerah perkotaan, jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 128,2 ribu orang dan di daerah pedesaan turun sebanyak 505 ribu orang dibandingkan periode September 2017. Dari angka ini dapat dilihat bahwa penurunan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan lebih sedikit ketimbang di daerah perkotaan. Ini cukup ironis jika dibandingkan usaha pemerintah yang mencanangkan pembangunan dari daerah pinggiran.

Garis kemiskinan selama periode September 2017-Maret 2018 naik sebesar 3,63 persen menjadi Rp 401.220,- per orang per bulan. Jadi yang tergolong penduduk miskin adalah penduduk dengan pengeluaran per bulan yang berada di bawah angka garis kemiskinan tersebut. Dan, jika dibandingkan dengan periode Maret 2017, garis kemiskinan naik sebesar 7,14 persen.

Garis Kemiskinan (GK) ini terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). GKM menyumbang 73,48 persen terhadap Garis Kemiskinan (GK) pada Maret 2018. Komoditi makanan memang masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap garis kemiskinan.

Angka Garis Kemiskinan antar daerah di Indonesia cukup beragam. Untuk tingkat nasional, GKM di daerah perkotaan sebesar Rp 415.614 per kapita per bulan. Sedangkan di daerah pedesaan sebesar Rp 383.908 per orang per bulan pada Maret 2018. Provinsi dengan GK tertinggi adalah Kepulauan Bangka Belitung sebesar Rp 631.467 per kapita per bulan. Sedangkan terendah di Sulawesi Tenggara yang hanya Rp 303.618. Untuk DKI Jakarta, GK berada di angka Rp 593.108 per orang per bulan.

Peranan komoditi makanan masih sangat dominan dibandingkan komoditi bukan makanan. Beras masih menjadi komoditi dengan penyumbang tertinggi terhadap GKM dengan kontribusi 20,95 persen di perkotaan dan 26,79 persen di pedesaan. Pada posisi kedua masih ditempati oleh komoditi rokok kretek filter sebesar 11,07 persen di daerah perkotaan dan 10,21 persen di daerah pedesaan.

Terdapat dua hal yang menjadi sorotan dalam angka kemiskinan, yaitu Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan adalah rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.

BPS mencatat angka Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2018 sebesar 1,71. Sedangkan angka Indeks Keparahan Kemiskinan sebesar 0,44. Tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, baik September 2017 maupun Maret 2017. Indeks Keparahan Kemiskinan dan Indeks Kedalaman Kemiskinan lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan.

Terdapat enam faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan pada Maret 2018. Pertama, tingkat inflasi umum sebesar 1,92 persen pada periode September 2017-Maret 2018. Kedua, adanya pertumbuhan sebesar 3,06 persen rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk rumah tangga yang berada lapisan di 40 persen terbawah pada periode September 2017 hingga Maret 2018.

Ketiga, adanya pertumbuhan bantuan sosial tunai dari pemerintah sebesar 87,6 persen pada triwulan I 2018. Ini lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama pada 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen. Keempat, program beras sejahtera dan bantuan pangan non tunai pada triwulan I telah tersalurkan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh pemerintah. Data Bulog menyebutkan realisasi distribusi bantuan sosial program beras sejahtera pada Januari 2018 sebesar 99,65 persen. Sedangkan pada Februari dan Maret 2018 masing-masing sebesar 99,66 persen dan 99,62 persen.

Kelima, Nilai Tukar Petani (NTP) Maret 2018 yang angkanya mencapai 101,94. Angka itu berada di atas angka 100. Keenam, adanya kenaikan harga beras yang cukup tinggi pada periode September 2017-Maret 2018 yang mencapai 8,57 persen. Masalah kenaikan harga beras ini menghambat penurunan angka kemiskinan karena beras masih menjadi komoditi utama penyumbang Garis Kemiskinan Makanan.

Dari angka-angka tentang kemiskinan itu bisa terlihat jelas bahwa masalah kemiskinan masih berada di daerah pinggiran atau pedesaan. Semangat pemerintah pusat untuk membangun daerah pinggiran mesti didukung. Terlebih kucuran dana desa yang mengalir cukup tinggi dari tahun ke tahun.

Strategi penggunaan dana desa harus lebih dioptimalkan sehingga efeknya menyentuh masyarakat miskin pedesaan. Program padat karya ditingkatkan volume dan pemanfaatannya. Tentunya peranan masyarakat dibutuhkan dalam pembangunan desa, khususnya pengawasan penggunaan dana desa.

Selain itu, pemerintah diharapkan mendorong sektor pertanian yang menjadi sektor dominan di wilayah perdesaan. Pemberian bibit berkualitas, pupuk, dan yang terpenting adalah memberikan penyuluhan pertanian kepada para petani agar proses bertani lebih efektif dan efisien. Tidak kalah pentingnya juga menjaga harga komoditi pertanian agar petani tidak melulu merugi akibat ongkos pertanian yang lebih tinggi dari harga jual.

M. Aliem Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kabupaten Barru

sigabah.com | detik.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}