Preloader logo

Pekan yang Berat Buat Rupiah, Dekati Level Rp 14.000/Dolar AS

Jakarta, (sigabah.com) – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menghadapi tekanan hebat sempat mendekati level 14.000/dolar AS. Meskipun jelang akhir pekan rupiah sempat menguat didorong setelah Bank Indonesia (BI) menyampaikan pernyataan dalam menjaga nilai tukar dalam negeri serta turunnya imbal hasil (yield) US Treasury.

Selama sepekan, rupiah menguat 0,03% terhadap dolar AS. Sementara jika kita rekapitulasi perdagangan 23-27 April 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS rata-rata adalah Rp 13.892/US$. Namun, jika kita bandingkan point to point, nilai tukar rupiah justru terdepresiasi sebesar 0,71% pada perdagangan pekan ini.

Foto: CNBC Indonesia

Sementara itu nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara ASEAN tak jauh beda, nasib rupiah masih lebih baik baik dari negara tetangga yaitu Malaysia. Selama sepekan kemarin, ringgit terdepresiasi sebesar 0,52%. Angka tersebut lebih tinggi dari depresiasi yang dialami oleh mata uang kyat Myanmar, Riel Kamboja serta Kip Lao Laos.

Foto: CNBC Indonesia

Dari awal pekan, rupiah langsung menghadapi tekanan penguatan dolar AS seiring dengan ekpektasi kenaikan tingkat suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed). Ekpektasi tersebut muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi di AS yang terus melaju, utamanya peningkatan kinerja dari perusahaan-perusahaan di Negeri Paman Sam.

Terlebih tekanan yang dialami oleh rupiah semakin berat dengan kenaikan tingkat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS melebihi posisi psikologis 3%, tertinggi sejak 2013. Hal tersebut berdampak minat investor asing untuk menaruh uangnya di Indonesia yang semakin berkurang. Kondisi ini tercemin dari sepinya peminat surat utang negara yang diterbitkan pemerintah pada selasa kemarin.

Pada lelang kemarin, total penawaran yang masuk hanya sekitar Rp 17,02 triliun, jauh dibawah penawaran sebelumnya yang mencapai Rp 32,17 triliun. Di sisi lain,hal tersebut juga berdampak kepada penerimaan pemerintah dari lelang surat tersebut yang hanya sebesar Rp 6,15 triliun, jauh dibawah total penawaran yang masuk.

Kondisi ini membuat rupiah mendapat ujian cukup berat dalam beberapa terakhir yang menyebabkan posisi terus mendekati level psikologis Rp 14.000

Pernyataan BI A”Menolong” Rupiah
Kondisi rupiah yang cenderung bergerak melemah, menimbulkan gejolak di masyarakat. Mereka menilai, jika rupiah semakin melemah maka akan membuat sebagian barang-barang di pasaran menjadi lebih mahal. Terlebih untuk barang-barang tertentu seperti laptop,handphone serta barang elektronik lainnya berasal dari komoditas impor.

Melihat kondisi ini, BI tidak tinggal diam. Pada kamis (26/04/2018) memberikan keterangan pers untuk meredam kekhawatiran terkait posis rupiah yang semakin melemah.

Dalam konferensi pers tersebut, BI menyatakan sikap akan mengkaji kembali kebijakan moneternya terutama penyesuaian tingkat suku bunga acuan menyikapi pelemahan rupiah yang terjadi.

Gubernur BI, Agus Martowardoyo menyatakan bahwa BI tidak akan ragu menyesuaikan tingkat suku bunga acuannya, namun hal tersebut akan dilakukan secara hati-hati,terukur serta mengacu kepada ada perkembangan data terkini maupun perkiraan kondisi perekonomian ke depan.

Pernyataan sikap yang ditunjukan BI langsung memberi angin segar terhadap rupiah. Respon rupiah langsung bergerak menguat menjauhi posisi Rp 14.000.

Sentimen positif lain datang dari turunnya imbal hasil (yield) obligasi AS. Setelah sebelumnya menyentuh angka psikologis di angka 3%, namun seiring berjalannya waktu, imbal hasil mengalami penurunan hingga dibawah 3%

Foto: CNBC Indonesia

Penurunan imbal hasil tersebut membuat spread antara obligasi pemerintah AS dan Indonesia sedikit melebar. Ini berdampak kepada potensi aliran dana asing yang kembali ke Indonesia menjadi besar. Kondisi tersebut sedikit memberikan tambahan energi bagi rupiah untuk bergerak menguat dan ditutup stagnan pada perdagangan akhir pekan ini. (hps)

sigabah.com | cnbcindonesia.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}