Preloader logo

Orang Gila dan Teror Ulama

Orang gila meneror dan membunuh ulama? Itulah isu yang berkembang belakangan ini. Isu itu demikian dahsyat sehingga status, komen, dan meme marak di medsos. Isu itu, ada yang bilang hoax. Ada yang bilang benar. Polisi sendiri sudah menyatakan, isu itu hoax.

Entah kebetulan atau tidak, isu teror terhadap ulama tersebut “muncul” di berbagai daerah seperti Bandung, Garut, Lamongan, dan Yogya. Jika di Garut dan Lamongan korbannya ulama Islam; di Yogya “ulama” Kristen (pastur). Tiba-tiba pada sebuah acara kebaktian di Gereja Katholik Santa Lidwina, Sleman, Yogya, Pastor Karl-Edmund Prier SJ diserang orang tak dikenal, Minggu (11/2/2018).

Akibat peristiwa ini, Pastor Karl-Edmund Prier SJ, tiga orang jamaah gereja dan seorang petugas kepolisian mengalami luka-luka. Korban-korban tersabet pedang pelaku waktu mengamankan “sang penyerang” yang konon gila tersebut.

Kasus teror kepada tokoh agama oleh orang gila tersebut beritanya viral ke seluruh dunia. Masyarakat dan tokoh-tokoh ulama cemas. Ketakutan. Sampai-sampai polisi dan tentara pun turun tangan mendudukkan masalah sebenarnya.

Sekitar 200 ulama pimpinan pondok pesantren, madrasah dan imam masjid se-Kabupaten Garut, Jawa Barat mengadakan pertemuan dengan Kapolres Garut, Rabu (21/2). Dalam pertemuan itu, para ulama menyampaikan keresahan mereka terkait isu penculikan, penganiayaan hingga pembunuhan yang mengancam pemuka agama.

Ketua MUI Pamengpeuk Garut KH Basari merasa keselamatan nyawanya terancam usai merebaknya ancaman pada pemuka agama. Ia menolak menyebut ancaman itu merupakan hoaks belaka.

“Adanya ancaman itu membuat kami dan masyarakat kami resah, ini bukan hoax lagi, tapi benar. Jangan membuat penyesatan yang bilang itu hoax,” katanya dalam dialog bersama di Pendopo Garut, Rabu (21/2).

KH Basari menilai isu ancaman pembunuhan yang berlangsung saat ini sengaja diciptakan pihak tertentu untuk mengacaukan situasi keamanan masyarakat. Ia pun heran dengan kondisi orang gila yang melakukan penyerangan. “Masa orang gila bawa HP?, Orang gila dijemput motor? Dijemput mobil dan banyak kecurigaan lainnya,” ujarnya.

Bahkan ia menuding para pelaku yang dianggap tidak waras itu malah sengaja menandai tempat tinggal ulama yang akan menjadi sasaran. “Malam Senin kemarin di depan rumah saya ada tanda X, ini jelas ada rekayasa menghancurkan Garut dan mungkin Indonesia,” ucap KH Basari.

Seperti kita ketahui, awal munculnya isu teror terhadap ulama tersebut, pertama kali terjadi pada Sabtu (27/1), di Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung. Pimpoinan Ponpes Al Hidayah KH Umar Basri (Mama Santiong), menjadi korban penganiayaan usai Shalat Subuh di masjid. Tak lama kemudian, polisi berhasil menangkap pelaku penganiayaan. Setelah diidentifikasi, kata polisi, pelaku adalah orang lemah ingatan atau gila. Kini, kondisi KH Umar Basri makin membaik dan pelaku sudah ditahan.

Belum jelas motif penganiayaan terhadap Kiai Umar, tiba-tiba muncul kasus baru yang bahkan menyebabkan meninggalnya Komando Brigade PP Persis, Ustaz Prawoto. Ustaz Prawoto meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan di rumah sakit akibat dianiaya seorang pria pada Kamis (1/2) pagi.

Dalam hitungan hari saja dua ulama dianiaya oleh orang yang diduga tidak waras. Ada kemiripan pola penyerangan yang menyebabkan kematian dan luka parah ini. Kesamaan pertama, ulama/ustaz yang menjadi korban penganiayaan itu. Kedua, penyerangan dilakukan oleh orang yang diduga tidak waras alias kemungkinan sakit jiwa. Ketiga, penyerangan dilakukan pada waktu subuh.

Kemiripan pola ini bisa terjadi secara kebetulan, bisa juga memang ada yang membuatnya. Jika ada yang membuat tentu ada tujuan-tujuan atau pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada kelompok tertentu. Bisa juga ini bagian dari politik adu domba di tengah panasnya proses politik pilkada serentak khususnya di Jawa Barat. Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, misalnya, menduga teror terhadap ulama ini dilakukan orang-orang tertentu yang berpengalaman, untuk memperkeruh politik nasional. Menurut Romi, ada kekuatan besar yang merekayasa teror terhadap ulama tersebut. Tentu saja, apa yang dikatakan Romi – panggilan akrab Romahurmuziy – ini perlu mendapat perhatian serius. Romi mengaku, kesimpulannya diperoleh dari investigasi tim PPP di berbagai daerah atas kasus di atas.

Tapi, kenapa pelakunya orang gila? Pengamat intelejen Soeripto mengatakan, orang gila pun bisa ‘dioperasikan’. “Operasi penyerangan seperti ini bisa menggunakan orang gila. Mereka bukan didoktrin, seperti orang waras, tapi mereka direkayasa suasana jiwanya, disentuh sisi emosinya,” ungkap tokoh ‘tiga zaman’ ini, Rabu (21/2). Orang gila yang akan dioperasikan ini, kata Soeripto, dipelajari dulu dimana sisi emosinya tersentuh. Kapan orang-orang gila ini mudah terpancing, dan bertindak agresif dan kapan dia menjadi tenang. Setelah dipelajari sisi emosinya, kemudian disentuh emosinya tersebut, kemudian orang gila ini siap dioperasikan untuk melakukan tindakan agresif.

Mantan staf Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) periode 1967-1970 ini memberi contoh kasus pembunuhan Presiden AS John F Kennedy. Pelaku pembunuhan Kennedy, menurutnya, latar belakang kejiwaannya tidak stabil. Tapi pelaku berhasil membunuh Kennedy. Demikian juga pembunuhan Raja Faisal Ibn ‘Abdul ‘Aziz. Pembunuhnya, keponakannya sendiri, adalah orang gila. Faisal dibunuh setelah Arab Saudi memelopori embargo minyak ke AS untuk memprotes pendudukan Israel atas wilayah Palestina. CIA merekayasa pembunuhan tersebut dengan memanfaatkan orang gila yang berada dalam lingkaran keluarga kerajaan.

Secara nalar memang sulit diterima, bagaimana orang gila bisa menentukan targetnya. Tapi dengan pendekatan ilmu psikologi modern, terutama hipnopsikologis, hal itu bisa dilakukan. Asalkan kondisinya sudah matang. Dan target sudah fixed. Baru kemudian, pikiran orang gila diprogram. Ilmu hipnosis modern bisa melakukan hal itu.

“Jadi sebelum mereka diprogram dan dioperasikan, mereka sudah dipelajari lebih dulu. Dan ketika dioperasikan, ternyata bisa berjalan beriringan di berbagai daerah. Ini berarti jaringannya berjalan baik,” ujarnya.

Karena itu, tidak heran bila penyerangan terhadap tokoh agama dan ulama ini terjadi berturut-turut dan tidak hanya terjadi di satu tempat. Kasus ini, bukan kebetulan, jelas Soeripto. “Pasti ada skenario dan rekayasanya,” tegasnya. Dan yang bisa melakukan hal semacam ini, menurutnya, adalah mereka yang punya kemahiran dan pengetahuan untuk melakukan operasi intelejen tertutup, bukan terbuka.

Operasi terbuka biasanya dilakukan orang biasa, mereka memiliki pengetahuan secara umum. Tapi kalau operasi tertutup dioperasikan oleh orang orang yang memiliki pengetahuan khusus, dan biasanya memiliki kemampuan operasi intelejen yang baik.

Betulkah apa yang dinyatakan Soeripto? Wallahu a’lam. Mengingat dunia politik sangat kompleks dan penuh rekayasa, kita bangsa Indonesia harus hati-hati terhadap kasus-kasus yang potensial memecah-belah bangsa. Isu teror terhadap ulama dan tokoh agama di atas, potensial menimbulkan perpecahan bangsa. Pemerintah hendaknya waspada. Meski kejadian teror tersebut kasuistik, tapi tak berarti menihilkan sama sekali isu yang berkembang di tengah umat. Perlu melakukan segala daya upaya untuk menghentikan teror yang nyatanya faktual di satu pihak – sekaligus meredam isu yang menjelar demikian cepat di media sosial di pihak lain.

Di dunia online, isu-isu aneh muncul silih berganti. Kepolisian telah menyatakan, kasus teror ulama itu hoax. Para penyebar hoax itu sudah tertangkap. Persoalannya, percayakah masyarakat terhadap keterangan polisi itu? Inilah yang harus kita pecahkan bersama. Jangan sampai bangsa yang sudah terpelihara kebersatuannya karena senasib sepenanggungan sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang ini terpecahbelah gegara isu tersebut.

sigabah.com | teropongsenayan.com

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}