Preloader logo

MISTERI “BUKU MISTERI” KANG JALAL (Bagian ke-1)

Jika Anda bertanya kepada Kang Jalal, “Apa perbedaan esensial (hakiki) Sunni dan Syiah?” Pasti Kang Jalal akan menjawab enteng, Syiah meyakini Rasulullah saw. telah mewasiatkan Imamah kepada Ali bin Abi Thalib Ra dan Sunni tidak percaya dengan wasiat.”

Bagi para pengikut yang “mendewakan” atau mendogmakan pikiran-pikiran beliau, jawaban Kang Jalal itu tentu dipandang tidak serampangan, karena selain beliau “Ustadz Besar” di kalangan Syiah, bahkan dianggap sebagai cendikiawan muslim, juga belum lama ini beliau sudah menjadi Doktor bidang Pemikiran Islam, di Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Artinya, jawaban beliau itu tentu saja diyakini berdasarkan data dan fakta ilmiah dengan rujukan otoritatif. Memang, bagi mereka yang sering mengikuti kajian Kang Jalal atau mendengarkan rekaman beliau, pasti mengetahui bahwa pernyataan ini (jawaban di atas) menurut Kang Jalal berdasarkan telaahnya dalam sejumlah kitab-kitab hadis, tafsir, tarikh, dan lughah, yang kemudian menjadi desertasi di UIN Makassar dengan judul Asal Usul Sunnah ShahabatStudi Historiografis atas Tarikh Tasyri

Sementara bagi mereka yang akrab dengan rujukan Syiah, baik primer maupun sekunder, dan bersikap kritis terhadap pemikiran Kang Jalal, selain telah kenyang dengan karya-karya beliau, jawaban di atas dianggap simplistis sehingga tidak wajar. Pasalnya, banyak persoalan mendasar di antara Sunni dan Syiah yang jelas bertentangan disederhanakan sehingga dianggap persoalan yang tidak mendasar.

Bagi saya pribadi yang sudah sering menghadiri diskusi kang Jalal dan menyelami kedalaman samudera ide, pemikiran, dan retorika pada beragam karya beliau, sejak kelas 3 Tsanawiyyah, tentu saja sangat akrab dengan cara beliau beretorika, humor-humornya yang segar, kehebatannya menarik simpati, dan tentu saja kejeniusannya menggiring opini pendengar dan pembaca untuk menerima idenya, sehingga tidak sedikit orang yang “tersihir” dengan retorika beliau melupakan substansi argumen, dan saat bersamaan terkadang tidak sadar bahwa beliau agak “nakal”—untuk tidak menyebut curang—dalam mengutip suatu teks dari sebuah sumber rujukan. Rujukan Ahlus Sunnah paling banyak menjadi “korban nakalnya” Kang Jalal. Dengan cara begitu, ide dan pemikiran Kang Jalal selalu saja diliputi misteri, berada pada grey area (wilayah abu-abu): atas dasar keyakinan taqiyah[1] atau argumentasi ilmiah.

sSeabrek kehebatan sekaligus kenakalan itu tampaknya memang sudah melekat dengan pribadi Kang Jalal, hingga saat beliau menulis disertasi doktoral di UIN Makassar dengan judul: Asal Usul Sunnah ShahabatStudi Historiografis atas Tarikh Tasyri, “predikat” demikian itu kembali terhayati, meskipun dibungkus dengan beragam teori ilmiah dan dibalut lebih dari 200 rujukan otoritatif di permukaannya.  

Executive Summary disertasi itu telah dibagikan oleh PP IJABI kepada seluruh PW dan PD IJABI se-Indonesia dan saya pun menduga bahwa disertasi itu pasti diterbitkan. Sambil menunggu masa penerbitannya, copian disertasi itu—yang saya dapatkan dari teman di Jakarta dan Makasar—saya baca hingga khatam 5 kali dan saya berikan kepada anak-anak Tsanawiyyah dan Mu’allimin Pesantren Persis—yang sehari-hari belajar bersama saya—untuk dipelajari dan dikritisi. Akhirnya, masa yang dinanti pun tiba. Disertasi Doktoral karya Kang Jalal itu jadi juga diterbitkan—meski agak sedikit kecewa karena hanya sarinya—dengan judul: “MISTERI WASIAT NABI, Asal Usul Sunnah Sahabat Studi Historiografis Atas Tarikh Tasyri’.”

Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Misykat. Konon buku ini sudah pernah terbit sebelumnya dengan kemasan berbeda, dan langsung habis dalam waktu singkat. Saya tidak tahu, buku baru yang saya pegang itu apakah termasuk kemasan berbeda yang dimaksud ataukah cetakan baru? Yang pasti tertera: Cetakan 1 Mei 2015, namun sudah berlabelkan “Best Seller”.

Buku ini saya dapatkan tak lama setelah dilaunching Ahad 3 Mei 2015, di aula Muthahhari dalam acara milad Imam Ali bin Abi Thalib Ra. dan milad Yayasan Muthahhari. Kebetulan pada hari itu sekaligus ada tiga buku diluncurkan: Misteri Wasiat Nabi karya Kang Jalal (ringkasan desertasi), Al-Muawiyyat (karya Babul Ulum, doktor “vulgar” yang baru lulus dari UIN Jakarta) dan Ushul Kafi (katanya, diterjemahkan Babul Ulum bersama Dr. Dimitri Mahayana). Diluncurkan juga program Yayasan Muthahhari: Altanwir Digital, LPII, dan M-center.

Dari paparan Kang Jalal, Babul Ulum, dan Dimitri tentang ketiga buku yang diluncurkan kayaknya cukup menarik untuk dibaca bahkan dikritisi. Klaim mereka, ketiga buku itu menyajikan khazanah Islam yang lebih mendalam dan menunjukkan kedalaman ilmu dari masing-masing penulis.

“Buku karya Ustadz Jalal ini menyajikan metodologi yang luar biasa sehingga dapat menghasilkan penelitian lainnya jika digunakan lagi. Hal ini terlihat dari karya Ustadz Babul yang melanjutkan kajian dalam hadis sahabat setelah dikaji asal usul sunnah sahabat oleh Ustadz Jalal,” kata Dimitri.

Anda, bisa saja sepakat atau tidak dengan pernyataan Dimitri. Bagi Anda yang belum baca atau pernah baca namun sekilas isi dari buku “Misteri” itu, jangan dulu berkomentar baik pro maupun kontra. Perilaku sebagian pengikut yang “mendewakan” atau mendogmakan pikiran-pikiran Kang Jalal atau mereka yang “tersihir” retorika beliau—belum baca atau baru baca selintas saja sudah menyimpulkan karya ilmiah berbobot—tidak layak ditiru.

eeSehari setelah launching buku itu (Senin, 4 Mei 2015, pukul 3.25), FX Muchtar (Fajruddin Muchtar)—kalau tidak salah anaknya Ustadz Muchtar Adam Pengasuh pesantren Babussalam—menulis resensi buku “Misteri” itu di situs pribadinya, fxmuchtar.com, dengan judul: Sajadah Panjang Wasiat Nabi.” Di hari yang sama namun dengan jam berbeda (21.13) situs “resmi tim dapur” Kang Jalal, misykat.net, mencopas resensi karya FX Muchtar itu dengan judul: Resensi buku: Misteri Wasiat Nabi.” Hampir dua minggu berlalu, tepatnya Kamis 14 Mei 2015, Ikhwan Mustafa—entah nama asli atau nama pena—mengulas kembali buku ini di misykat.net dengan judul: Misteri Wasiat Nabi. Ulasan ikhwan tidak menambah nutrisi baru atas ulasan FX Muchtar, sehingga daya pikat “Misteri” Kang Jalal belum mampu “menyihir” para pembaca kritis di luar “ring Kang Jalal” untuk bertekun-tekun menyelami guna membuka tabir “kemisteriannya”, bahkan mungkin belum terangsang untuk membelinya.

Beberapa orang teman yang sudah baca buku itu, meminta tanggapan saya secara pribadi. Saya katakan bahwa saya—sambil menunggu asatidzah lain yang mungkin sedang menyusun tanggapan—sedang asyik menelaah, mendiskusikan, mengoreksi, dan mengkritik buku itu. Naskah buku tanggapannya memang sedang saya siapkan. Namun penerbitan sebuah buku butuh proses yang bisa saja memakan waktu relatif lama, maka beberapa catatan koreksi—yang semoga saja dapat membantu menguak “misteri” karya Kang Jalal itu—saya tayangkan di sigabah.com secara berseri, sehingga kekhawatiran FX Muchtar tidak menjadi kenyataan.

Namun sebelum menguak misteri demi misteri “Buku Misteri” Kang Jalal itu, saya harus buru-buru menyatakan—agar tidak terkena sumpah serapahnya Ikhwan Mustafa, kontributor misykat—bahwa mengkritik dan mengoreksi Kang Jalal, bukan berarti benci. Sebaliknya apriori tak harus bertukar jadi vendeta. Seperti kata Aristoteles kala berbeda pendapat dengan gurunya, “amicus Plato sed Magis amica veritas”, cintaku pada kebenaran melebihi cintaku pada guru.

Selamat menelusuri misteri “Buku Misteri” Kang Jalal dengan jejak yang lain. Semoga Anda tidak tersesat. 🙂

By Amin Muchtar, sigabah.com

[1] Salah seorang ulama kenamaan Syi’ah, Muhamad bin Muhamad bin an-Nu’man al-‘Akbari al-Baghdadi (w. 413 H), yang populer dengan sebutan Syekh al-Mufid, menjelaskan, Taqiyyah adalah menyimpan kebenaran dan menyembunyikan keyakinan, serta merahasiakannya terhadap orang-orang yang tidak seakidah dan tidak minta bantuan mereka dalam hal-hal yang dapat mengakibatkan bahaya, baik dalam urusan agama maupun keduniaan.” (Lihat, Syarh Aqa’id as-Shaduq, hlm. 261).

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}