Preloader logo

MENGGAPAI KEAGUNGAN LAILATUL QADAR (Bagian Ke-1)

Sebagaimana yang kita yakini bahwa bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah lailatul qadar, suatu malam yang dinilai oleh Al-Quran dan Sunah sebagai “malam yang lebih baik dari seribu bulan”. Sehubungan dengan itu, Nabi saw. bersabda:

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ

Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Ketika datang bulan Ramadhan Rasulullah saw. bersabda, ‘Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, padanya Allah mewajibkan kalian shaum, padanya pintu-pintu surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan Ramadhan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan barangsiapa tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu bulan.” HR. Ahmad, Ibnu Abu Syaibah, Abd bin Humaid, Ishaq bin Rahawaih. [1]

Ada apa dengan malam itu sehingga dinilai demikian tinggi oleh Al-Quran dan Sunah? Sebelum menelaah lebih jauh tentang masalah itu, ada baiknya apabila kita kaji terlebih dahulu kriteria dari malam tersebut.

Pengertian Lailatul Qadar

Secara bahasa Lailatul Qadar berarti “Malam Yang Agung”, malam yang besar nilainya. Sedangkan secara istilah Lailatul Qadar menunjukkan dua pengertian: Pertama, Lailatul Qadar pada waktu turunnya al-Quran secara sekaligus. Kedua, Lailatul Qadar yang dijanjikan akan terjadi setiap bulan Ramadan, meskipun al-Quran telah selesai diturunkan.

Makna Pertama: Lailatul Qadar Ketika Turunnya Al-Quran Sekaligus

Pemaknaan ini merujuk kepada firman Allah swt sebagai berikut:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ وَمَا أَدْرَا كَ مَا لَـيْلَةُ القَدْرِ لَـيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ تَنَـزَّلُ المَلآئِكَةُ وَالرُّوحُ فِـيهَا بِـإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلاَمٌ هِيَ حَـتَّى مَطْلَـعِ اْلـفَجْرِ

“Sesungguhnya kami telah menurunkan dia (Al-Quran) pada malam kemuliaan Dan apakah engkau sudah mengetahui apa malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu, lebih utama daripada seribu bulan. Turun malaikat dan ruh padanya dengan izin Tuhan mereka (dengan membawa pokok-pokok) dari setiap perintah (hukum-hukum yang perlu bagi dunia dan akhirat). Sejahteralah ia sampai terbit fajar.” QS. Al-Qadar : 1-5

Dan firman-Nya:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَاْلفُرْقَانِ

“Bulan Ramadan yang diturunkan padanya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, keterangan-keterangan petunjuk itu, dan pemisah antara yang haq dan yang batal.” QS. Al-Baqarah : 185

Juga firman-Nya:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang diberkahi.” QS.Ad-Dukhan: 3

Ketiga ayat di atas menunjukkan bahwa Lailatul Qadar adalah satu malam di bulan Ramadhan, sebagai waktu diturunkan Al-Quran secara menyeluruh dari lawhul mahfuzh ke Bait al-‘Izzah di langit dunia. Malam itu disifati dengan Lailah Mubaarakah (malam yang diberkahi).

Sehubungan dengan itu Ibnu Abbas menegaskan:

أُنْزِلَ الْقُرْآن جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ثُمَّ أُنْزِلَ بَعْد ذَلِكَ فِي عِشْرِينَ سَنَةً قَالَ : {وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّ جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا} وَقَرَأَ ( وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلاً )

“Al-Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada Lailatul Qadar, kemudian setelah itu diturunkan (kepada Rasul) pada masa 20 tahun. Allah berfirman: ‘Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.’ (QS. Al-Furqan: 33) Dan ia membaca ayat wa quranan faraqnahu(QS. Al-Isra:106). HR. An-Nasai. [2]

Dalam riwayat lain dengan redaksi:

أُنْزِلَ الْقُرْآنُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا ، وَكَانَ بِمَوْقِعِ النُّجُومِ وَكَانَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُنْزِلُهُ عَلَى رَسُولِهِ -صلى الله عليه وسلم- بَعْضَهُ فِى إِثْرِ بَعْضٍ.فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَقَالُوا (لَوْلاَ نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلاَ)

“Al-Quran diturunkan pada Lailatul Qadar sekaligus ke langit dunia, dan itu sesuai dengan masa turunnya bagian-bagian bintang, dan Allah ‘Azza wajalla menurunkannya kepada Rasul-Nya sebagian demi sebagian. Maka Allah ‘Azza wajalla berfirman, “Dan mereka mengatakan, ‘Lawlaa nuzzila ‘alaihil Quraanu… (QS. Al-Furqan:32). HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim.[3]

Dalam riwayat lain dijelaskan:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّهُ سَأَلَهُ عَطِيَّةُ بْنُ الاَسْوَدِ قَالَ: أَوَقَعَ فِي قَلْبِي الشَّكُ قَوْلُهُ تَعَالَى – شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ- وَقَوْلُهُ : إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ القَدْرِ وَهذَا أُنْزِلَ فِي شَوَّالٍ وَذِي القَعْدَةِ وَذِي الحِجَّةِ وَفِي المُحَرَّمِ وَالصَّفَرِ وَشَهْرِ رَبِيْعٍ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: إِنَّهُ أُنْزِلَ فِي رَمَضَانَ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ جُمْلَةً وَاحِدَةً ثُمَّ أُنْزِلَ عَلَى مَوَاقِعِ النُّجُومِ رَسَلاً فِي الشُّهُورِ وَالأَيَّامِ.

Dari Ibnu Abas Ra., bahwa ia pernah ditanya oleh Athiyah bin Al-Aswad, ia berkata, ”Aku ragu-ragu tentang firman Allah ta’ala, ‘Syahru Ramadhaanalladzii unzila fihil Quraanu’ dan Firman-Nya, ‘Innaa anzaalnahu fii lailatil qadri.’ Apakah turunnya itu pada bulan Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam, Shafar, dan Ar-rabi’?” Ibnu Abbas menjawab, ”Bahwa Al-Quran itu diturunkan pada bulan Ramadhan pada malam Lailah Al-Qadar secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi berdasarkan masa turunnya bagian-bagian bintang secara berangsur pada beberapa bulan dan hari.” HR. Al-Baihaqi. [4]

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, bahwa Lailatul Qadar dalam pengertian pertama menunjukkan waktu diturunkan Al-Quran secara sekaligus dari lawhul mahfuzh ke Bait al-‘Izzah di langit dunia. Dan Lailatul Qadar dalam pengertian ini tidak akan terjadi lagi, karena Al-Quran telah selesai diturunkan.

Sifat & Keutamaan Lailatul Qadar

Pada ayat ini (QS. Al-Qadar : 1-5) kata Lailatul Qadar disebut sebanyak tiga kali. Pengulangan itu untuk menunjukkan pengagungan dan agar lebih mendapat perhatian. Sedangkan malam itu diberi nama Lailatul Qadar karena kemuliaannya sehubungan dengan ditetapkan berbagi urusan, sebagaimana firman Allah:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” QS. Ad-Dukhan: 3-4

Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti hidup, mati, rezeki, nasib baik, nasib buruk dan sebagainya.

Adapun malam itu disifati dengan “malam yang diberkahi” (QS.Ad-Dukhan: 3), karena pada malam itu diturunkan berbagai berkah (kebaikan yang banyak) serta manfaat agama dan dunia.[5]

Pada ayat itu pula dinyatakan keutamaan malam tersebut sebagai berikut:

لَـيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih utama daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadar : 3)

Menurut Mujahid, ayat ini mengandung makna:

عَمَلُهَا وَصِيَامُهَا وَقِيَامُهَا خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ

“Beramal, shaum, dan shalat pada malam itu lebih baik daripada seribu bulan.” HR. At-Thabari. [6]

Dalam riwayat lain Mujahid berkata:

لَـيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ لَيْسَ فِي تِلْكَ الشُّهُورِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ

“Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadar.” HR. Ibnu Abu Hatim. [7]

Keterangan di atas menunjukkan pengertian bahwa beramal pada satu malam itu lebih baik daripada beramal pada seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadar.

Pengertian ini sesuai dengan penjelasan Nabi saw.:

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ

“Pada bulan Ramadhan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan barangsiapa tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu bulan.” HR. Ahmad, Ibnu Abu Syaibah, Abd bin Humaid, Ishaq bin Rahawaih. [8]

Kata at-Tibrizi, “Sabda Nabi:

مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ

“Barangsiapa tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu bulan”

وَالْمُرَادُ حُرْمَانُ الثَّوَابِ الْكَامِلِ أَوِ الْغُفْرَانِ الشَّامِلِ الَّذِيْ يَفُوْزُ بِهِ الْقَائِمُ فِي أَحْيَاءِ لَيْلِهَا.

Maksudnya, kehilangan pahala yang sempurna atau ampunan yang lengkap, yang dengannya orang yang menghidupkan malam itu memperoleh keberuntungan.” [9]

Jadi, pahala sempurna dan ampunan lengkap merupakan dua di antara beragam nilai keagungan Lailatul Qadar yang senantiasa “turun” di bulan Ramadhan. Kesempatan menggapai nilai keagungan malam itu terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebab “peluang emas” ini belum tentu kita peroleh kembali di tahun yang akan datang.

By Amin Muchtar, sigabah.com./beta

 

[1] Lihat, HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:425, No. 9493; Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf, II:270, No. 8867; Abd bin Humaid, Musnad Abd bin Humaid, I:418, No. 1429; Ishaq bin Rahawaih, Musnad Ishaq bin Rahawaih, I:73, No. 1.

[2]Lihat, As-Sunan Al-Kubra, VI:421, No. hadis 11.372

[3]Lihat, HR. Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV: 306, No. hadis 8304; Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘Alas Shahihain, II:578, No. hadis 3958.

[4]Lihat, Al-Asmaa was Shifaat, II:35, No. hadis 487.

[5]Lihat, At-Tafsir al-Munir, XXX:332; Tafsir al-Bahr al-Madid, VII:60.

[6]Lihat, Tafsir Ibnu Katsir, IV:649.

[7]Ibid.

[8] Lihat, HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:425, No. 9493; Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf, II:270, No. 8867; Abd bin Humaid, Musnad Abd bin Humaid, I:418, No. 1429; Ishaq bin Rahawaih, Musnad Ishaq bin Rahawaih, I:73, No. 1.

[9] Lihat, Misykat al-Mashabih, VI:822

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}