Preloader logo

FATWA DEWAN HISBAH (2): BAGAIMANA JIKA ISTRI MENUDUH SUAMI ZINA?

 

Dalam gelar perkara kedua: “Istri Menuduh Suami Berzina,” yang dipandu oleh KH.Dr.Jeje Zaenuddin, sebagai moderator, pemakalah KH.Drs.Uus Muhammad Ruhiat, memaparkan argumentasi dan metodologi sebagai berikut:

Pertama, fakta syar’i tuduhan berzina kepada orang lain

Dalam hal ini, KH.Uus memaparkan bahwa menuduh seseorang berbuat hal yang negatif adalah perbuatan tercela,  terlebih menuduh seseorang berbuat zina, sebab menuduh berzina kepada seseorang tanpa bukti termasuk dosa besar sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “اجْتَنِبُوا السبعَ المُوبِقَاتِ” قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: “الشِّركُ بِاللَّهِ، وقَتْلُ النَّفْس الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، والسِّحرُ، وأكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، والتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْف، وقَذْفُ المحصنَات الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ”

“Jauhilah oleh kamu tujuh ( perbuatan ) yang membinasakan yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan jalan haq, makan riba, makan harta anak yatim, meninggalkan ( berpaling ) saat peperangan berkecamuk, dan menuduh zina kepada perempuan yang bersih”. H.r Al Bukhari dan Muslim.

Peristiwa tuduhan berzina kepada orang lain pernah terjadi pada zaman Nabi saw., bahkan terjadi kepada istri beliau sendiri, yaitu Aisyah Ra., yang dikenal dengan peristiwa dusta (haditsul ifki), sehingga turun surat An Nur ayat 11- 26 yang menyatakan kebersihan Aisyah dari perbuatan keji tersebut.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: لَمَّا نَزَلَ عُذْرِي قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فذكر ذَلِكَ وَتَلَا الْقُرْآنَ، فَلَمَّا نَزَلَ أَمَرَ بِرَجُلَيْنِ وَامْرَأَةٍ فَضُرِبُوا حَدَّهُمْ

Dari Aisyah Ra., ia berkata, “ketika turun ayat pembebasanku (dari tuduhan itu) Nabi saw. naik mimbar, lalu menerangkan kejadian itu dan membacakan ayat Al Quran (QS. An Nur: 11-26). Ketika beliau turun dari mimbar, beliau memerintah agar dua orang laki-laki dan seorang perempuan (yang menyebarkan tuduhan ) ditetapkan hadnya.” HR. Ahmad dan Abu Dawud.

Sidang Materi 2 - Copy

Kedua, format pidana syar’i menuduh zina (al-Qadzfu)

Sehubungan dengan masalah ini, KH.Uus menjelaskan bahwa menuduh berzina (al Qadzfu) kepada seseorang tanpa saksi dan tanpa bukti bukan hanya berdosa akan tetapi perbuatan tersebut merupakan salah satu bentuk tindak pidana dalam Islam yang mendatangkan hudud bagi pelakunya sebagaimana firman Allah Swt.:,

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita bersih berbuat zina kemudian tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka ( yang menuduh ) delapan puluh kali deraan, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selamanya.Mereka itu adalah orang –orang fasik, kecuali mereka yang bertaubat setelah itu dan berbuat baik, maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “. Q.s. An Nur 4-5.

Menurut KH.Uus, ayat di atas, walaupun menerangkan tuduhan seseorang berzina kepada seorang perempuan sebagai yang tertuduh, akan tetapi ayat itu pun berlaku bagi siapapun yang terkena tuduhan baik laki-laki maupun perempuan, hukumannya sama yakni didera penuduhnya jika tidak mendatangkan empat orang saksi yang adil (lihat, at-Tafsirul Munir)

Selain itu, masih menurut KH.Uus, ayat itu pun berlaku umum, dapat berlaku bagi siapapun yaitu tuduhan berzina baik kepada senasab, maupun orang lain yang tidak senasab, akan tetapi tuduhan berzina seorang suami kepada istrinya jika tidak mendatangkan empat orang saksi terdapat keterangan sebagai berikut,

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ (10)

“Orang-orang yang menuduh istrinya ( berbuat zina ) tetapi mereka tidak mempunyai saksi-saksi kecuali dirinya sendiri, maka kesaksiannya ialah empat kali sumpah kepada Allah, bahwa ia termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atas dirinya, jika termasuk orang-orang yang berdusta. Dan azab (had zina) dapat terhindar dari istri, jika ia bersumpah empat kali kepada Allah bahwa ia ( suaminya) itu termasuk orang-orang yang berdusta. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa murka Allah atas dirinya, jika ia ( suaminya ) itu termasuk orang-orang yang benar. kalaulah tidak ada karunia dan rahmat Allah kepada kamu, niscaya (akan disiksa kamu dengan segera) sesungguhnya Allah itu Maha menerima taubat lagi Maha Bijaksana.” QS. An-Nur: 6-10.

Selanjutnya, KH.Uus mengajukan penjelasan dari sebagian mufassir, bahwa ayat di atas turun sehubungan dengan seseorang yang bernama Hilal bin Umayyah yang menuduh istrinya berbuat zina dengan seseorang yang bernama Syarik bin Sahma di hadapan Nabi saw., lalu beliau bersabda kepada Hilal,

أَلْبَيِّنَةُ أَوْ حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ

“(Tunjukkan) buktinya  atau  (jika tidak) dikenakan had (tuduhan zina yakni dera 80 kali) di punggungmu!” 

Hilal berkata, ‘Ya Rasulullah, apabila salah seorang di antara kami melihat istrinya berbuat zina, apakah ia harus pergi mencari bukti?’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Tunjukkan buktinya, jika tidak kamu dikenakan had (hukum dera)  di punggungmu.’ Hilal berkata, ‘Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, sesungguhnya aku berkata benar, dan mudah-mudahan Allah menurunkan ayat yang membebaskan aku dari had (hukum dera), lalu turunlah Quran surat an Nur ayat 6-10.

Setelah turun ayat ini. Nabi saw. memanggil Hilal bin Umayyah dan istrinya (untuk memberi saksi) kemudian Hilal memberikan kesaksian (yaitu bersumpah atas nama Allah empat kali ditambah dengan satu kali sumpah bahwa laknat Allah menimpa dirinya jika ia berbuat dusta). Rasulullah saw. bersabda,

اِنَّ اللهَ يَعْلَمُ أَنَّ أَحَدَكُمَا كَاذِبٌ فَهَلْ مِنْكُمَا تَائِبٌ ؟

‘Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa di antara kalian berdua ada yang berdusta, adakah yang mau bertaubat? Lalu istri Hilal pun berdiri dan memberi kesaksian (bersumpah empat kali atas nama Allah dan satu kali bersumpah bahwa murka Allah menimpa dirinya jika tuduhan suaminya itu benar). Kemudian Nabi saw. bersabda,

أَبْصِرُوْهَا فَاِنْ جَائَتْ بِهِ أَكْحَلَ الْعَيْنَيْنِ سَابِغَ اْلأَلْيَتَيْنِ خَدَلَّجَ السَّاقَيْنِ فَهُوَ لِشَرِيْكِ بْنِ سَحْمَاءَ فَجَائَتْ بِهِ كَذَلِكَ

‘Amatilah oleh kalian, jika istri Hilal itu melahirkan anak yang hitam kedua matanya, besar kedua bokongnya, dan besar kedua betisnya, maka itu dari Syarik bin Sahma, lalu demikianlah ia seperti itu.’

Ternyata setelah ia melahirkan, anak itu sesuai dengan yang disabdakan Nabi saw. Kemudian beliau bersabda,

لَوْ لاَ مَا مَضَى مِنْ كِتَابِ اللهِ لَكَانَ لِي وَلَهَا شَأْنٌ

‘Kalaulah tidak terlanjur turun dari kitab Allah, sungguh terjadi bagiku dan bagi perempuan itu satu urusan’.” HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah.

Berbagai keterangan di atas, menurut KH.Uus, menegaskan bahwa apabila seorang suami menuduh istrinya berbuat zina tetapi tidak memiliki empat orang saksi kecuali dirinya sendiri, maka ia harus bersumpah atas nama Allah empat kali, sesungguhnya ia benar atas tuduhan kepada istrinya, dan satu kali sumpah lagi bahwa laknat Allah akan menimpa dirinya jika ia berdusta dalam tuduhan itu. Dengan sumpah tersebut maka suami tidak akan dikenakan had menuduh berzina tanpa saksi.

Adapun istrinya apabila bersumpah atas nama Allah empat kali bahwa suaminya itu dusta dalam tuduhannya dan satu kali sumpah bahwa murka Allah akan menimpa dirinya jika suaminya benar dalam tuduhannya itu. Maka yang demikian inilah yang disebut dengan mutalaa’inain (saling melaknat) atau Li’an.

Masih menurut KH.Uus, dengan Li’an ini yang menuduh berzina (suami ) tanpa empat orang saksi terbebas dari had qadzfu (dera 80 kali), dan yang dituduh berzina pun terbebas dari had zina (rajam).

Selanjutnya, KH.Uus menyatakan, suami istri yang terlibat Li’an yang masing masing mengajukan sumpahnya untuk menghindari had, maka keduanya harus berpisah tidak boleh bersatu lagi untuk selamanya dan suami tidak boleh menarik kembali mas kawinnya. Dalam hal ini, KH.Uus menyebutkan beberapa dalil berikut:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ فِي قِصَّةِ الْمُتَلاَعِنَيْنِ فَفَرَّقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُمَا وَقَالَ لاَ يَجْتَمِعَانِ أَبَدًا. رواه الدارقطني

“Dari Sahl bin Sa’ad mengenai kisah yang saling melaknat, Rasulullah saw. memisahkan antara keduanya dan beliau bersabda, ‘Keduanya tidak bersatu untuk selamanya’.” HR. Ad Daruquthni

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمُتَلاَعِنَيْنِ حِسَابُكُمَا عَلىَ اللهِ أَحَدُكُمَا كَاذِبٌ لاَ سَبِيْلَ لَكَ عَلَيْهَا قَالَ : مَالِي :قَالَ :لاَ مَالَ لَكَ اِنْ كُنْتَ صَدَقْتَ عَلَيْهَا فَهُوَ بِمَا اسْتَحْلَلْتَ مِنْ فَرْجِهَا وَاِنْ كُنْتَ كَذَبْتَ عَلَيْهَا فَذَاكَ  أَبْعَدُ لَكَ. متفق عليه

Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda kepada yang saling melaknat (terlibat Li’an ), “Penghisaban kalian berdua diserahkan kepada Allah ! seorang dari kalian ada yang berdusta tidak ada lagi tanggungjawabmu atas istri itu.’ Ia (suami) bertanya, ‘Bagaimana dengan hartaku (maharku)?’ Beliau menjawab, ‘Tidak ada pengembalian mahar, karena apabila engkau benar (dalam tuduhannya) maka mahar itu untuk kehormatannya yang engkau telah menjadikan halal farjinya, dan apabila engkau berdusta atas tuduhan zina kepadanya, maka (mahar) itu menjadi lebih jauh dari kamu’.” Muttafaqun Alaih

Selanjutnya, KH.Uus menyatakan, bahwa keterangan-keterangan  tentang suami menuduh berzina kepada Istrinya jika tidak disertai saksi kecuali dirinya, sehingga terjadi saling melaknat (Li’an), menurutnya, demikian jelas. Sementara, menurut KH.Uus, apabila istri yang menuduh berzina kepada suami tidak berlaku Li’an (bersumpah saling melaknat ). Di akhir makalahnya, KH. Uus menyatakan bahwa  jika istri menuduh suami berzina lalu  tidak  mendatangkan empat orang saksi maka had qadzfu (had dera 80 kali) akan kena kepada istri tersebut, tetapi  jika saksi itu terpenuhi empat orang dan secara meyakinkan suami berbuat zina maka kepada suami itu dilakukan hukum rajam.

Setelah menyampaikan berbagai argumen, sebagaimana tersebut di atas, KH.Uus menutup makalahnya, dengan kesimpulan sebagai berikut:

  1. Istri menuduh suami berzina disertai empat orang saksi yang adil, maka suami dikenai hukuman rajam .
  2. Istri menuduh suami berzina tidak disertai empat orang saksi yang adil, maka istri dikenai had tuduhan yakni dera 80 kali.
  3. Istri menuduh suami berzina tidak berlaku Li’an (mutalaa’inain)

Selanjutnya, moderator tema kedua ini, KH.Dr. Jeje Zaenuddin, memberikan kesempatan kepada para anggota Dewan Hisbah untuk menyampaikan pandangannya.

Para anggota Dewan Hisbah dapat menerima kesimpulan No. 1 & No. 2 yang diajukan KH.Uus di atas. Namun terhadap kesimpulan No. 3, bahwa li’an tidak berlaku kepada Istri menuduh suami berzina, anggota Dewan Hisbah, terutama dari kalangan kibar ulama, tidak sependapat, mengingat  QS. An-Nur: 6-10 tidak berlaku khusus untuk suami yang menuduh istrinya berzina, namun berlaku pula sebaliknya. Selain itu, tidak terdapat dalil yang mendukung pengkhususan li’an hanya berlaku terhadap suami.

Setelah dilakukan diskusi dan penilaian dari para anggota Dewan Hisbah tentang masalah ini: “Istri Menuduh Suami Berzina.” akhirnya Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam menetapkan hukum (beristinbath) sebagai berikut:

  1. Istri menuduh suami berzina disertai dengan empat orang saksi yang  adil dan atau bukti yang dapat dipertanggung jawabkan maka suami dikenai hukum rajam
  2. Istri menuduh suami berzina tanpa disertai empat orang saksi selain dirinya dan atau bukti yang dapat dipertanggungjawabkan maka berlaku hukum lian

Demikian keputusan sidang Dewan Hisbah mengenai masalah tersebut, yang dapat dilaporkan dari arena siding.

Pada saat berita ini diturunkan telah selesai gelar perkara ketiga: “Talaq Melalui SMS dan Ruju’ Bagi Khulu’,” dengan pemakalah KH. Ahmad Daeroby, M.Ag. dan moderator KH.Taufik Rahman Azhar. Hasil liputan keputusan sidang Dewan Hisbah mengenai masalah ketiga itu akan dilaporkan pada edisi selanjutnya.

By Tim Sigabah Publika

Editor: Amin Muchtar, sigabah.com/beta

There are 2 comments
  1. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 H, Mohon Maaf Lahir Bathin

    • Sigabah Interaksi

      Taqabbalallahu Minnaa wa Minkum

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}